KoreshInfo

SYARAT-SYARAT GURU PROFESIONAL DAN CIRI-CIRI PROFESI KEGURUAN

SYARAT-SYARAT GURU PROFESIONAL DAN CIRI-CIRI PROFESI KEGURUAN (Dr. Rusman, M.Pd) § Kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang...

Tuesday, 8 March 2016

RINGKASAN SEJARAH GEREJA MULAI ABAD PERTENGAHAN SAMPAI ABAD KE -12



SEJARAH GEREJA MULAI ABAD PERTENGAHAN
SAMPAI ABAD KE -12

Abad ke-5
Pada permulaan abad pertengahan, gereja Baratlah yang mula – mula sadar akan panggilan untuk mengabarkan injil kepada segala Bangsa. Pusat pengutusan Injil di Eropa terdapat di Irlandia, dibawa oleh seorang bernama Patrick pada tahun 432. Dengan segera timbullah disana suatu gereja Kristen yang berkembang dengan cepat. Gereja itu dipimpin oleh biara – biara yang menjadi pusat kehidupan rohani, ilmu dan kebudayaan.
Banyak rahib merasa dirinya terpanggil untuk meninggalkan pulau orang-orang kudus itu. Mereka membawa Injil banyak ke negeri di Eropa, misalnya ke tanah Inggris, Skotlandia, Jerman Barat, bahkan sampai ke pulau Es. Colombia memasehikan Skotlandia (563) dan Columbanus (±600) mempengaruhi banyak orang kafir di Eropa Barat dengan kotbahnya yang memanggil kepada pertobatan.
Sejarah gereja awal abad pertengahan dikaitkan dengan kepausan Gregorius Agung (590 – 604).
            Pada akhir abad pertengahan seorang paus naik takhta yang mengemudikan gereja dengan kuat, yaitu Gregorius Agung (590 – 604), yang dahulu menjabat pangkat walikota Roma. Di Spanyol dan di Prancis Gregorius Agung juga memperkokoh kuasanya. Di Italia Gregorius Agung memperluas daerah jemaat Roma, sehingga paus menjadi kepala pemerintah suatu daerah, diperluas lagi menjadi “negara – gereja”.
            Dalam lapangan theologia, Gregorius Agung melemahkan ajaran Augustinus. Menurut Gregorius, keselamatan kekal dihasilkan oleh kerjasama dari rahmat Tuhan dengan amal, jasa dan penitensia manusia. Oleh karena sumbangan manusia tentulah belum mencukupi pada ketika ajalnya tiba. Gregorius menetapkan ajaran gereja tentang api penyucian. Di dalam api itu sisa – sisa dari siksa atau hukuman karena dosa haruslah dilunasi oleh orang yang mati itu. Untuk mencapai maksud itu dengan segera, keluarga dan sahabatnya boleh membantu dia dengan doa dan derma dan dengan membayar misa istimewa. Dengan demikian maka dalam hidup ini hati manusia dipenuhi dengan pengharapan dan ketakutan terhadap nasibnya yang kekal.

Abad ke-7
            Ketika gereja Barat menempuh jalan yang menuju kepada kemajuan besar, gereja Timur sama sekali kehilangan kuasa dan pengaruhnya. Mula – mula bahagian gereja di Timur itulah yang terpenting, tetapi sesudah agama Islam membanjiri segala negeri di sebelah Timur dan Selatan Laut Tengah abad ke VII, maka gereja Timur lekas runtuh, karena hidup rohaninya sudah lama mundur. Hal ini disebabkan oleh karena gereja itu kurang sadar akan tanggung jawabnya terhadap dunia. Gereja di Barat meskipun sesat dan beraib selalu teringat juga akan tugasnya, yaitu menyiarkan Injil di antara segala bangsa. Setiap gereja hanya mengingat diri sendiri dan melupakan panggilannya, yaitu memberitakan Firman Tuhan, lama kelamaan niscaya akan mati.  
            Dasar kebudayaan Kristen di Eropa Barat diletakkan oleh kerajaan dan gereja bangsa Frank, Karel Martel meluputkan Eropa Barat dari bahaya Islam dengan mengalahkan tentra Arab dekat Poitiers di Perancis pada tahun 732. Paus – paus menganggap kerajaan Frank sebagai sebagai pelindung dan pembela gereja.
Kerajaan Frank memuncak dibawah pemerintahan Karel Martel. Raja Kristen ini mempersatukan Eropa Barat, sehingga merupakan satu badan yang kuat, yang jiwanya gereja Katolik. Tetapi gereja itu tetap bercorak gereja negara. Paus dihormati oleh Karel sebagai warga pertama dari kerajaannya, tetapi tidak diberi kuasa untuk mencampuri perkara – perkara gereja. Raja sendiri yang memerintahi gereja, karena cita – citanya ialah mencontoh raja Daud, yakni mewujudkan suatu theokrasi baru di Eropah Barat. Adapun tujuan Karel adalah untuk maksud mempergunakan gereja untuk kepentingannya sendiri, melainkan melayani dan membangun gereja sedapat-dapatnya. Susunan gereja diaturnya lebih baik. Uskup – uskup diangkatnya dan ditempatkannya. Daerah – daerah Uskup dibaginya dalam paroki – paroki yang dikepalai oleh imam- imam biasa. Tata cara kebaktian disegala daerahnya disamakannya Khotbah dalam bahasa daerah dan pengakuan dosa dihadapan imam dimajukannya.
Pada konsili oikumenis yang terakhir di Nicea (787), gereja Timur dalam permupakatan dengan paus menetapkan suatu peraturan untuk menghormati patung – patung, tetapi putusan itu dilawan keras oleh Karel. Dan kemudian ditolak selaku perkara takhayul oleh suatu sinode besar di Frankfurt (794).
Pada hari Natal tahun 800 Karel sekonyong - konyong dimahkotai oleh Paus selaku Kaisar. Dengan penobatan tersebut dinyatakan bahwa Karel menjadi pengganti kaisar-kaisar kekaisaran Romawi yang dahulu.

Abad ke – 8
            Sudah sejak abad ke-8 sudah terlihat bibit – bibit perpecahan gereja Timur dan gereja Barat. Bibit – bibit perpecahan ini umumnya disebabkan oleh klaim kekuasaan, pengaruh, dan kekayaan (tanah) yang sudah sangat mewarnai hidup gereja waktu itu.
            Bibit – bibit perpecahan itu ditambah lagi dengan persoalan ikonaklasme, yaitu semangat kelompok umat religius di Timur yang menentang pemujaan terhadap ikon (gambar, patung kudus). Paus (gereja barat) tidak mempersoalkan penghormatan kepada ikon, gambar, atau patung suci, sedangkan kaisar yang selalu ditaati oleh Gereja Timur sangat menentang penghormatan kepada ikon itu.

Abad ke – 10
            Pada abad ke-10, pada tahun 1040-an Gereja Barat mengalami kemerosotan total. Pemimpin gereja. yakni takhta kepausan lumpuh akibat korupsi yang merajalela dalam tubuh gereja. Tidak ada pengontrolan terhadap penyelewengan yang melanda seluruh gereja di Eropa. Dengan melemahnya otoritas kepemimpinan gereja, sebagian besar kekuasaan dalam tubuh gereja diambil alih oleh penguasa sekuler.
            Orang-orang yang membangun gereja dan biara beserta para penerusnya selalu mendapat hak khusus untuk mendapatkan hak khusus untuk mengangkat seorang imam sebagai pengelolanya. Terdorong oleh ambisi untuk menguasai kekayaan dan tanah gereja yang begitu luas, para raja dan kaisar pun mengambil otorits untuk menobatkan uskup dan abbas. Para uskup dan abbas pun menjadi sangat kompromistis, korup dan dipaksa mematuhi para penguasa sekuler yang telah menobatkan mereka dan mengabaikan hukum Allah. Satu – satunya pihak yang menentang keras praktik korupsi tersebut adalah para rahib reformis yang menjadi pengikut kepemimpinan Biara Cluny.
            Pada tahun 1046, Kaisar Henry III memecat tiga orang paus yang saling bersaing di Roma dan mengangkat seorang uskup suci dari Jerman sebagai penggantinya. Paus Leo IX (1049-1054) berusaha menghentikan penyelewengan dalam tubuh gereja dan mengakhiri campur tangan kaum sekuler. Para pengganti Leo IX melanjutkan usaha mereformasi gereja ini. Mereka ingin mengakhiri jual beli jabatan gereja supaya para uskup dan abbas tidak lagi dipilih dan diangkat oleh penguasa sekuler, melainkan dipilih oleh para pastor dan biarawan. Paus – Paus tersebut juga berupaya mewujudkan kehidupan selibat yang sejati; dengan demikian, mengakhiri citra buruk para imam yang menikah dan karena itu, kadang-kadang menjadikan harta milik gereja sebagai kekayaan pribadi secara turun temurun.
            Perjuangan Reformasi ini mencapai titik puncak saat Kardinal Hildebrand menjabat sebagai paus, dengan nama Gregorius VII sejak tahun 1073. Dia menegakkan otoritas kepausan pada tatanan baru dengan mendeklarasikan bahwa tak seorang pun yang memiliki hak hukum atas otoritas kepausan. Kaisar Henry IV mengabaikan seruan tersebut. Paus Gregorius VII mengekkomunikasikan Kaisar Henry IV.
            Sejumlah kerabat kaisar mendukung seruan paus dan mengancam akan memberontak terhadap kaisar Henry IV. Keadaan ini memaksa kaisar Henry melakukan perjalanan panjang saat cuaca buruk bulan Januari 1077 untuk menemui paus Gregorius VII yang sedang beristirahat di Conossa, Appennines. Selama empat hari berturut – turut, ia berlutut di salju sebelum akhirnya mendapat pengampunan. Hal tersebut merupakan awal dari perselisihan yang panjang antara otoritas kepausan di Roma dan Kaisar Henry IV. Sebagai kelanjutan dari perseteruan tersebut, kaisar Henry IV berhasil mencaplok Roma dan menobatkan paus pilihannya sendiri.
Perselisihan panjang tersebut berakhir dengan dicapainya kesepakatan bersama tahun 1122 dalam Concordat Worms. Dalam kesepakatan tersebut, digariskan bahwa para uskup harus dipilih oleh para pastor dan disaksikan kaisar, dan bahwa uskup – uskup tidak dinobatkan oleh kaisar meskipun tetap tunduk kepada kaisar.

Perang Salib I
Kira – kira tahun 1070, Palestina, Siria, dan Asia Kecil jatuh ke dalam tangan orang Turki. Bangsa yang beragama orang Islam itu mengancam kebudayaan dan agama Kristen di Eropa. Orang – orang musafir Kristen yang mengunjungi tempat – tempat suci di Palestina, sangat diganggu dan disiksa oleh orang Turki. Mereka menyampaikan keberatannya kepada paus. Kaisar Byzantium memohon pertolongan dari Barat.
Pada suatu sinode di Clermont (Perancis) pada tahun 1095 umat Kristen dikerahkan oleh paus Urbanus II untuk mengangkat perang suci buat merebut tanah suci dari orang Islam. Dimana – mana panggilan yang indah itu diteruskan oelh pengkhotbah – pengkhotbah yang bersemangat. Misalnya Petrus dari Amiens (Prancis Utara), yang sudah mengalami sendiri banyak sengsara di Palestina. Banyak orang dari segala lapisan masyarakat menurut ajakan itu seraya berteriak “Allah menghendakinya” Mereka menempelkan sebuah salib dari kain merah pada bahu atau dadanya sebagai tanda bahwa mereka mau pergi merebut Yerusalem, tempat Yesus disalibkan.
Adapun orang – orang yang ikut dalam perang tersebut didorong oleh berbagai – bagai motif yang kurang suci, misalnya ada orang – orang yang mengharapkan untung dan kehormatan, ada yang terdorong oleh segala cerita yang ajaib tentang daerah timur, tidak sedikit juga orang yang ingin mendapatkan penghapusan dari hukuman dosa (indulgensia), yang dijanjikan oleh Paus. Paus sendiri ingin mengembangkan kekuasaannya ke daerah Timur. Memang bagi umat Kristen pada umumnya perang salib itu mengandung arti rohani yang mulia dan dianggap sebagai suatu kebajikan yang besar, tetapi dalam praktek perang itu berbeda dengan perang biasa.

Abad ke – 11
Pada awal abad ke-11, perbedaan budaya dan agama antara Timur dan Barat menimbulkan masalah. Timur mengizinkan tradisi Helenistik yang memungkinkan adanya perubahan karena kebanyakan orang tidak bisa lagi berbahasa latin. Di daerah barat, hanya sedikit orang yang paham bahasa Yunani. Timur juga mulai memandang barat sebagai kumpulan orang barbar yang tidak berpendidikan dan tidak beradab. Di Timur, tingkat pendidikan di antara kaum awam memang tinggi, seperti juga para imam, sedangkan di barat, hanya terbatas bagi elite gereja. Sementara Roma berkali – kali mengalah karena serangan orang barbar, kaisar – kaisar di konstantinopel memperindah ibu kota kekaisaran. Timur dan Barat telah jauh terpisah secara politis. Daerah Barat menganggap Timur sebagai sumber segala mistik, sedangkan Timur menganggap Barat sebagai bayangan kejayaan masa lalunya.
            Sumber perpecahan yang lain adalah ketika orang-orang Norman mulai memasuki daerah selatan Italia, yang secara politis diperintah oleh Timur walaupun sebenarnya adalah bagian Barat. Kaisar Konstantinopel memerlukan bantuan dari Barat untuk mengalahkan Norman, tapi Paus tidak bersedia membantu karena ia ingin memiliki kembali hak hukum atas daerah Italia Selatan dari Patriark  Konstantinopel.

Perang Salib Kedua
            Perang salib kedua terjadi pada abad ini, yaitu pada tahun 1149 – 1157 tetapi tidak berhasil, sebab sudah lumpuh di muka kota Damaskus.

Perang Salib Ketiga
            Perang salib ketiga juga terjadi pada abad ini yaitu pada tahun 1187. Raja – raja Inggris (Richard Hatisinga), raja Perancis (Philip August), dan Jerman (Frederick Barbarossa), menggabungkan usahanya, tetapi Kaisar Frederick mati lemas di Asia Kecil, sehingga sebagian besar dari pasukan – pasukannya pulang ke negerinya, dan raja – raja yang lain berbantah – bantah saja, akibatnya perang yang ketiga gagal total.

Abad ke-12
Perluasan kuasa paus berpuncak dalam paus Innocentius III (1198-1216). Ia tidak hanya cakap dalam memerintah gereja, tetapi juga dalam mengatur politik internasional. Ia memaksakan raja Perancis dan Inggris untuk menuruti kehendaknya dan campur tangan dalam pemilihan kaisar Jerman. Keterlibatan dalam politik dunia dibenarkan oleh Innocentius dengan teori-teori seperti yang disebut di atas. Hubungan paus dan kaisar dibandingkan dengan matahari dan bulan. Matahari bersinar sendiri, tetapi bulan menerima cahayanya dari matahari. Demikianlah kaisar menerima kuasanya dari paus. Kuasa paus tidak lagi dikaitkan dengan wibawa Petrus. Sebagai tambahan untuk gelar "pengganti Petrus" untuk paus, diciptakan oleh Innocentius III gelar "wakil Kristus" (vicarius Christi). Gelar ini menyatakan bahwa paus melihat diri sebagai kepala corpus Christianum, yang mewakili Kristus di muka bumi ini.
Akan tetapi keterlibatan politik Innocentius III menyatakan juga batas kuasa paus. Menjadi nampak bahwa paus hanya dapat berperan di bidang politik dan mengurusi negara-negara, kalau wewenangnya diakui oleh negara-negara dan kalau penguasa-penguasa politik rela menuruti kehendaknya.
Sebenarnya wewenang dan kerelaan itu ada pada waktu itu. Dalam dunia politik internasional pada zaman itu dibutuhkan suatu instansi yang dapat menyelesaikan konflik-konflik antar bangsa seperti Perserikatan Bangsa-bangsa sekarang. Bukankah paus sebagai kepala gereja cocok untuk peranan ini di dalam Eropa yang beragama Kristen? Lebih lanjut kaisar dan para raja mengerti bahwa dukungan gereja yang begitu berpengaruh dalam masyarakat penting untuk stabilitas negara. Oleh karena itu mereka rela mengakui paus sebagai kepala kekristenan, supaya mendapat dukungan gereja.
Masalah timbul pada saat wewenang paus tidak diakui dan penguasa-penguasa politik tidak sudi melakukan kehendaknya. Dalam keadaan ini menjadi nampak paus tidak mempunyai kuasa untuk memaksakan kehendaknya, sebab sebagai kepala Negara Gereja di Italia Tengah ia tidak memiliki kekuatan politik yang cukup. Sebenarnya paus sendiri menyebabkan bahwa keadaan ini timbul. Campur tangan Innocentius III dalam pemilihan kaisar Jerman di kemudian hari menyebabkan keruntuhan keluarga kekaisaran. Dengan demikian paus kehilangan alat penting untuk mengatur Jerman. Sekaligus kemunduran Jerman mengakibatkan bahwa Perancis dan Inggris menjadi lebih kuat, sedangkan raja Inggris dan Perancis tidak dapat diatur seperti kaisar Jerman dahulu.

Hal itu dialami oleh Paus Bonifatius VIII (1294-1308) ketika ia bertengkar dengan raja Perancis dan Inggris tentang uang. Paus mau melarang negara untuk memungut pajak dari gereja, sedangkan kedua raja mau melarang gereja untuk mengekspor uang ke paus di Roma. Dalam pertikaiannya dengan Raja Perancis Bonifatius VIII pada tahun 1302 mengeluarkan sepucuk surat keputusan (bulla, yang disebut menurut kata-kata pertama Unam Sanctam) yang mengandung teori tentang kemahakuasaan paus di dunia ini dalam bentuk yang paling luas. Kesimpulan paus bahwa semua orang yang mau memperoleh keselamatan harus takluk kepada paus. Akan tetapi raja Perancis tidak takluk. Ia mengirim pasukannya ke Roma dan mempenjarakan paus, yang tidak lama kemudian meninggal.

Perang Salib Keempat, Kelima dan Keenam
            Perang salib keempat terjadi pada abad ini, yakni tahun 1202 – 1204 dimulai oleh paus Innocentius III, dengan maksud yang sebenarnya untuk memajukan perniagaan Venetia yang bersaingan hebat dengan Byzantium. Kota ini dialahkan dan kerajaan Timur diganti dengan suatu kerajaan Latin. Peraturan – peraturan Gereja juga diubah menurut adat gereja dari Roma. Pada tahun 1261 kaisar mengusir pula orang – orang Barat dari ibukotanya, tetapi oleh segala huru-hara ini kekaisaran Timur itu sangat dilemahkan, sehingga kurang sanggup melawan orang Islam.
            Tatkala orang – orang dewasa tak suka lagi berangkat ke Palestina, diusahakanlah suatu perang salib anak – anak saja, tetapi tidak seorang pun dari 30.000 anak itu sampai ke tanah suci. Kebanyakan mereka mati kelaparan atau jatuh ke tangan saudagar – saudagar budak.
            Perang salib keenam juga terjadi pada abad ini yaitu pada tahun 1228 – 1229. Kaisar Frederick II mendapat Yerusalem, Betlehem, Nasaret dan Pantai Laut dengan jalan diplomasi. Tetapi pada tahun 1244 Yerusalem jatuh lagi ke tangan Islam, dan akhirnya zaman perang – perang salib dihentikan, sesudah bandar Akko direbut oleh orang Islam pada tahun 1291.


Sumber
1.      Christiaan de Jonge, Gereja Mencari Jawaban. (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2009)
2.      Yosef Lalu, Makna Hidup Dalam Terang Iman Katolik, (Yogyakarta : Kanisius, 2010)
3.      H. Berkhof & I.H. Enklaar. Sejarah Gereja, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2009)
                       

1 comment:

  1. Sumber yg kau pakai utk menjelaskan sejarah Gereja adalah sumber sekunder yg isinya semua keliru Anda benar benar menyedihkan dan payah!!!!! Anda tidak bisa membedakan sumber sejarah yg aslinya dgn yg dibuat buat atas dasar anti

    ReplyDelete