Dari Katekismus Mengenai Hati Nurani
SUARA HATI
Dalam kamus bahasa Indonesia
“Suara Hati” adalah kata yang muncul
dalam batin. Kata-kata yang dianggap sama dengan “suara hati” antara lain :
Ì Hati
nurani : Hati yang telah mendapat cahaya atau terang
dari Tuhan atau perasaan hati yang murni dan yang sedalam-dalamnya.
Ì Hati
sanubari : Perasaan hati
Ì Gerak
hati : Perasaan yang timbul dalam batin
Dalam Kamus Latin – Indonesia
dipakai istilah conscientia yang
berasal dari kata conscio.
Conscientia berarti kesadaran, mengetahui, hati nurani, batin, suara kalbu
(animi). Istilah-istilah yang lazim dipakai dalam bahasa Indonesia ialah :
bisikan hati, kata hati, rasa hati, suara batin, keinsafan batin. Sebuah
istilah yang khas ialah : hati kecil.
Istilah Suara Hati secara Etymologi, dalam Perjanjian Baru dan menurut
Rasul Paulus adalah “Suneidesis” (Rm 2 : 15) “Sebab
dengan itu mereka menunjukkan, bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam
hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh
atau saling membela”.
Suara hati berarti “di dalam manusia seolah-olah ada suatu instansi yang
bertindak sebagai saksi pendengaran telinga dan saksi pandangan mata dari
segala kelakuan kita, yang mengamat-amati kehidupan batin kita dan yang
mempertimbangkan kehidupan itu.
Menurut J. Verkuyl adalah
perasaan hati, istilah ini diambil dari bahasa Yunani, “Suneidesis” (Rm 2 : 15).
Perasaan hati adalah desakan yang terdapat dalam batin manusia untuk
menimbang-nimbang kelakuannya. Perasaan hati menyatakan pendapatnya mengenai
apa yang kita lakukan. Pernyataan tersebut lepas dari kehendak manusia, di luar
ikhtiar, tidak hanya berbisik saja tetapi kadang-kadang merintih, memanggil,
berteriak dalam hati kita.
Perasaan hati mengadili tanpa
menghiraukan apakah kita setuju atau tidak setuju. Dalam Alkitab, kita jumpai
beberapa tokoh seperti Kain, Raja Saul, Yudas Iskariot yang hanya mendengarkan
perasaan hati tetapi tidak mau mendengar Firman Tuhan. Dalam hidup manusia
berdosa, perasaan hati berperan penting dan sebagai suatu instansi antara
manusia dengan perbuatannya. Tanpa perasaan hati, manusia tidak akan mengenal
moral dan agama.
J. Sidlow Baxter seorang ahli
Perjanjian Baru istilah kata hati dipakai hati
nurani. menurutnya asal-usul hati nurani muncul setelah manusia jatuh dalam
dosa, kemudian cahaya kemuliaan Allah (cahaya cemerlang yang meliputi tubuh
manusia), yakni citra Allah telah hilang. Kemudian manusia tahu bahwa ia
telanjang, kemudian ada perubahan secara total dalam dirinya. Dalam batinnya
terdapat perubahan yang luar biasa, yakni tiba-tiba terdapat pertentangan
(sebelum jatuh dalam dosa, manusia diliputi damai, suka cita dan kasih),
kemudian timbul kesadaran yang mulai saat itu akan selalu menghakimi perbuatan
manusia. Kesadaran itu adalah hati nurani manusia, yang memunculkan ketakutan,
rasa malu dan rasa bersalah.
Menurut Magnis Suseno suara
hati adalah kesadaran moral manusia dalam situasi yang konkret. Tempat suara
hati terdapat dalam pusat kepribadian atau pusat kemandirian. Suara hati adalah
pangkal otonomi manusia atau piece de
resistence (unsur perlawanan apabila kita rukun dengan yang tidak benar).
Suara hati dapat membuat kita sadar untuk mengambil sikap atau keputusan
sendiri, menyadarkan kita agar kita rukun dengan sesama kita. Suara hati dapat
bersalah, namun jujur dan bersungguh-sungguh. Suara hati sebagai sarana atau
jalan yang tepat untuk memahami adanya Tuhan atau sebagai sarana pengenalan
akan Tuhan.
Suara hati tidak dapat disamakan dengan suara Tuhan. Suara hati adalah
suara manusia sehingga dapat keliru, tetapi suara Tuhan adalah suara Al-Khaliq
yang kebenarannya mutlak sehingga tidak dapat keliru. Suara hati tidak boleh
disamakan dengan suara Tuhan Allah. Tetapi suara hati itu takkan ada, bila
Allah tidak ada. Suara hati mencerminkan segala pengertian dan prasangka kita
sendiri, sehingga suara hati merupakan suara kita sendiri. Dalam suara hati ada
unsur yang tidak dapat diterangkan hanya dari segi realitas manusia saja. Unsur
itu adalah kemutlakan. Agar suara hati dapat memberi penilaian yang tepat,
suara hati harus dididik.
Mendidik suara hati berarti kita terus
menerus terbuka, mau belajar dan mau mengerti seluk beluk masalah-masalah yang
kita hadapi, mau memahami pertimbangan etis yang tepat dan memperbaharui
pandangan-pandangan kita, usaha untuk itu adalah belajar terbuka. Suara hati
kita dapat dipengaruhi oleh perasaan moral kita yang dibentuk oleh pendidikan
formal, pendidikan informal dan pendidikan non-formal yang pernah kita terima, Suara hati dipengaruhi oleh pandangan
moral lingkungan kita (pergaulan, suasana). Suara hati juga dipengaruhi oleh
pengalaman.
Verne H. Vletcher memakai
istilah hati nurani. Nurani berasal
dari kata bahasa Arab yaitu Nur yang
berarti cahaya, terang. Istilah hati nurani menunjuk pada cahaya yang menerangi
sanubari seseorang untuk memberi keinsyafan akan kondisi moral diri manusia.
Cahaya ini merupakan kemampuan manusia dan salah satu ciri khas dalam
eksistensi moral seseorang.
Hati nurani bukanlah “suara surgawi”
sebab bukan tidak pernah keliru, hati nurani salah satu fungsi dari kepribadian
kita yang sempurna. Hati nurani harus dididik agar mampu mawas diri dan menilai
watak dan kelakuan diri sendiri. Roh Allah sering menegur dan menuntun manusia
melalui hati nurani, sama seperti hati nurani mempengaruhi akal, perasaan dan
kemampuan. Hati nurani bertumbuh bersama dengan kepribadian manusia. Hati
nurani menuduh, menghakimi, memperingatkan, mendorong rasa salah dan menyesal.
Ekspresi wajah kita mencerminkan hati nurani. Seorang yang terus menerus melanggar
hati nurani akan mengalami kemerosotan dan akhirnya hati nurani tidak mau lagi
bersuara.
“Di lubuk hati nuraninya manusia menemukan hukum, yang tidak diterimanya
dari dirinya sendiri, tetapi harus ditaatinya. Suara hati itu selalu menyerukan
kepadanya untuk mencintai dan melaksanakan apa yang baik, dan untuk menghindari
apa yang jahat. Suara itu menggemakan dalam lubuk hatinya : jauhkanlah ini,
elakkanlah itu. Sebab dalam hatinya manusia menemukan hukum yang ditulis oleh
Allah. Martabatnya ialah mematuhi hukum itu,... Hati nurani ialah inti manusia
yang paling rahasia, sanggar sucinya ; di situ ia seorang diri bersama Allah,
yang sapaanNya menggema dalam batinnya”
Keputusan
Hati Nurani
Di dalam lubuk hati seseorang bekerjalah hati nurani Bnd Rm 2:14-16. Pada
waktu tertentu ia memberi perintah untuk melakukan yang baik dan mengelakkan
yang jahat. Ia juga menilai keputusan konkret, di mana ia menyetujui yang baik
dan menolak yang jahat Bnd. Rm 1:32. Ia memberi kesaksian tentang kebenaran
dalam hubungan dengan kebaikan tertinggi, yaitu Allah, oleh Siapa manusia
ditarik, dan hukum-hukum Siapa manusia terima. Kalau ia mendengar hati
nuraninya, manusia yang bijaksana dapat mendengar suara Allah, yang berbicara
di dalamnya.
Hati nurani adalah keputusan akal budi, di mana manusia mengerti apakah
satu perbuatan konkret yang ia rencanakan, sedang laksanakan, atau sudah
laksanakan, baik atau buruk secara moral. Dalam segala sesuatu yang ia katakan
atau lakukan, manusia berkewajiban mengikuti dengan seksama apa yang ia tahu,
bahwa itu benar dan tepat. Oleh keputusan hati nurani manusia mendengar dan
mengenal penetapan hukum ilahi.
Hati nurani adalah "hukum roh" dan juga suatu "bisikan
langsung", dalamnya terdapat juga "gagasan pertanggungjawaban,
kewajiban, ancaman, dan janji. Ia adalah utusan dari Dia yang berbicara kepada
kita baik di dalam alam maupun di dalam rahmat di balik satu selubung dan
mengajar serta memerintah kita melalui wakil-wakil-Nya. Hati nurani adalah
wakil Kristus yang asli”
Supaya dapat mendengarkan dan mengikuti suara hati nurani, orang harus
mengenal hatinya sendiri. Upaya mencari kehidupan batin menjadi lebih penting
lagi, karena kehidupan sering kali mengalihkan perhatian kita dari setiap
pertimbangan, dari pemeriksaan diri atau dari introspeksi.
Pembentukan
Hati Nurani
Hati nurani harus dibentuk dan keputusan moral harus diterangi. Hati
nurani yang dibentuk baik dapat memutuskan secara tepat dan benar. Dalam
keputusannya ia mengikuti akal budi dan berorientasi pada kebaikan yang benar,
yang dikehendaki oleh kebijaksanaan Pencipta. Bagi kita manusia yang takluk
kepada pengaruh-pengaruh yang buruk dan selalu digoda untuk mendahulukan
kepentingan sendiri dan menolak ajaran pimpinan Gereja, pembentukan hati nurani
itu mutlak perlu. Pembentukan hati nurani adalah suatu tugas seumur hidup. Satu
pendidikan yang bijaksana mendorong menuju sikap yang berorientasi pada
kebajikan.
Kadang-kadang manusia dihadapkan kepada situasi yang membuat penilaian
hati nurani menjadi tidak aman dan keputusan menjadi sulit. Tetapi ia selalu
harus mencari yang benar dan yang baik dan mengetahui kehendak Allah, yang
nyata kelihatan dalam hukum ilahi.
Kita harus selalu mengikuti keputusan yang pasti dari hati nurani. Kalau
kita dengan sengaja bertindak melawannya, kita menghukum diri sendiri. Tetapi
dapat juga terjadi bahwa karena ketidaktahuan kita, hati nurani membuat
keputusan yang keliru mengenai tindakan yang orang rencanakan atau sudah
lakukan.
Ketidaktahuan mengenai Kristus dan Injil-Nya, contoh hidup yang buruk dari
orang lain, perbudakan oleh nafsu, tuntutan atas otonomi hati nurani yang
disalah artikan, penolakan otoritas Gereja dan ajarannya, kurang rela untuk
bertobat dan untuk hidup dalam cinta kasih Kristen, dapat merupakan alasan
untuk membuat keputusan salah dalam tingkah laku moral.
Sebaliknya, kalau ketidaktahuan itu tidak dapat diatasi atau kalau yang
bersangkutan tidak bertanggung jawab atas keputusan yang salah, maka
perbuatannya yang buruk tidak dapat dibebankan kepadanya. Walaupun demikian,
hal itu tetap, tinggal sesuatu yang jahat, satu kekurangan, satu gangguan.
Karena alasan ini, maka kita harus berikhtiar supaya menghilangkan kekeliruan
hati nurani.
Sering kali kita yang bersangkutan itu sendiri turut menyebabkan
ketidaktahuan ini, karena kita "tidak peduli untuk mencari apa yang benar
serta baik, dan karena kebiasaan berdosa hati nuraninya lambat laun hampir
menjadi buta". Dalam hal ini kita bertanggungjawab atas yang jahat, yang
kita lakukan.
Hati nurani yang baik dan murni diterangi oleh iman yang benar, karena
cinta kasih Kristen timbul sekaligus "dari hati yang suci, dari hati
nurani yang murni dan iman yang tulus ikhlas" (l Tim 1:5) Bnd. I Tim 3:9;
2 Tim 1:3; 1 Ptr3:21, Kis 24:16.
"Oleh
karena itu, semakin besar pengaruh hati nurani yang cermat, semakin jauh pula
pribadi-pribadi maupun kelompok-kelompok menghindar dari kemauan yang
membabi-buta, dan semakin mereka berusaha untuk mematuhi norma-norma kesusilaan
yang obyektif".
Hati nurani memberi perlindungan terhadap dan membebaskan dari perasaan
takut, dari ingat diri dan kesombongan, dari perasaan bersalah yang palsu, dan
rasa puas dengan diri sendiri, yang semuanya dapat timbul oleh kelemahan dan
kesalahan manusia. Pembentukan hati
nurani menjamin kebebasan dan mengantar menuju kedamaian hati. Dalam
pembentukan hati nurani, Sabda Allah adalah terang di jalan kita. Dalam iman
dan doa kita harus menjadikannya milik kita dan melaksanakannya. Kita juga
harus menguji hati nurani kita dengan memandang ke salib Tuhan. Sementara itu
kita dibantu oleh anugerah Roh Kudus dan kesaksian serta nasihat orang lain dan
dibimbing oleh ajaran pimpinan Gereja.
KESIMPULAN
Banyak sekali definisi yang tercipta untuk pengertian suara hati, dari
semua defenisi itu, kami coba ambil satu defenisi “Di dalam suara hati, dengan tiada terlawan, manusia berhadapan dan
bersoal-jawab dengan dirinya sendiri, dan ia menjadi pembuat peraturan, hakim
dan pembalas terhadap perbuatannya sendiri (Index, Judex, Vindex).
Suara hati tidak dapat disamakan
dengan suara Tuhan. Suara hati adalah suara manusia atau suara makhluk sehingga
dapat keliru, tetapi suara Tuhan adalah suara Al-Khaliq yang kebenarannya
mutlak sehingga tidak dapat keliru. Suara hati tidak boleh disamakan dengan
suara Tuhan Allah. Suara hati dengan amat jelas mencerminkan segala pengertian
dan prasangka kita sendiri, sehingga suara hati merupakan suara kita sendiri.
Dalam suara hati ada unsur yang tidak dapat diterangkan hanya dari segi
realitas manusia saja. Unsur itu adalah kemutlakan. Agar suara hati dapat memberi
penilaian yang tepat, suara hati harus dididik.
Agar suara hati dapat memberi
penilaian yang tepat, suara hati harus dididik. Mendidik suara hati berarti kita terus menerus terbuka, mau belajar dan
mau mengerti seluk beluk masalah – masalah yang kita hadapi, mau memahami
pertimbangan etis yang tepat dan memperbaharui pandangan-pandangan kita, usaha
untuk itu adalah belajar terbuka.
Suara hati kita dapat dipengaruhi oleh
perasaan moral kita yang dibentuk oleh pendidikan formal, pendidikan informal
dan pendidikan non-formal yang pernah kita terima, Suara hati dipengaruhi oleh pandangan moral lingkungan kita
(pergaulan, suasana). Suara hati dipengaruhi oleh pengalaman.
Hati nurani yang baik dan murni diterangi oleh iman yang benar, karena
cinta kasih Kristen timbul sekaligus "dari hati yang suci, dari hati
nurani yang murni dan iman yang tulus ikhlas" (l Tim 1:5) Bnd. I Tim 3:9;
2 Tim 1:3; 1 Ptr3:21, Kis 24:16.
"Oleh karena itu, semakin besar pengaruh hati nurani yang cermat,
semakin jauh pula pribadi-pribadi maupun kelompok-kelompok menghindar dari
kemauan yang membabi-buta, dan semakin mereka berusaha untuk mematuhi
norma-norma kesusilaan yang obyektif".
DAFTAR PUSTAKA
1.
Pdt. R.M. Drie S. Brotosudarmo, S.Th., M.Th.,Msi Etika Kristen untuk Perguruan Tinggi.
2.
Dr. J. Verkuyl, Etika
Kristen Bagian Umum
Ringkasan :
Sunarty Meliana
Sihombing
JOIN NOW !!!
ReplyDeleteDan Dapatkan Bonus yang menggiurkan dari dewalotto.club
Dengan Modal 20.000 anda dapat bermain banyak Games 1 ID
BURUAN DAFTAR!
dewa-lotto.name
dewa-lotto.cc
dewa-lotto.vip