KoreshInfo

SYARAT-SYARAT GURU PROFESIONAL DAN CIRI-CIRI PROFESI KEGURUAN

SYARAT-SYARAT GURU PROFESIONAL DAN CIRI-CIRI PROFESI KEGURUAN (Dr. Rusman, M.Pd) § Kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang...

Thursday, 3 March 2016

Dari Katekismus Mengenai Hati Nurani - Suara Hati



Dari Katekismus Mengenai Hati Nurani

SUARA HATI

Dalam kamus bahasa Indonesia “Suara Hati” adalah kata yang muncul dalam batin. Kata-kata yang dianggap sama dengan “suara hati” antara lain :
Ì     Hati nurani              :     Hati yang telah mendapat cahaya atau terang dari Tuhan atau perasaan hati yang murni dan yang sedalam-dalamnya.
Ì     Hati sanubari          :     Perasaan hati
Ì     Gerak hati              :     Perasaan yang timbul dalam batin
Dalam Kamus Latin – Indonesia dipakai istilah conscientia yang berasal dari kata conscio. Conscientia berarti kesadaran, mengetahui, hati nurani, batin, suara kalbu (animi). Istilah-istilah yang lazim dipakai dalam bahasa Indonesia ialah : bisikan hati, kata hati, rasa hati, suara batin, keinsafan batin. Sebuah istilah yang khas ialah : hati kecil.
Istilah Suara Hati secara Etymologi, dalam Perjanjian Baru dan menurut Rasul Paulus adalah “Suneidesis” (Rm 2 : 15) “Sebab dengan itu mereka menunjukkan, bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela”.
Suara hati berarti “di dalam manusia seolah-olah ada suatu instansi yang bertindak sebagai saksi pendengaran telinga dan saksi pandangan mata dari segala kelakuan kita, yang mengamat-amati kehidupan batin kita dan yang mempertimbangkan kehidupan itu. 
Menurut J. Verkuyl adalah perasaan hati, istilah ini diambil dari bahasa Yunani, “Suneidesis” (Rm 2 : 15). Perasaan hati adalah desakan yang terdapat dalam batin manusia untuk menimbang-nimbang kelakuannya. Perasaan hati menyatakan pendapatnya mengenai apa yang kita lakukan. Pernyataan tersebut lepas dari kehendak manusia, di luar ikhtiar, tidak hanya berbisik saja tetapi kadang-kadang merintih, memanggil, berteriak dalam hati kita.
Perasaan hati mengadili tanpa menghiraukan apakah kita setuju atau tidak setuju. Dalam Alkitab, kita jumpai beberapa tokoh seperti Kain, Raja Saul, Yudas Iskariot yang hanya mendengarkan perasaan hati tetapi tidak mau mendengar Firman Tuhan. Dalam hidup manusia berdosa, perasaan hati berperan penting dan sebagai suatu instansi antara manusia dengan perbuatannya. Tanpa perasaan hati, manusia tidak akan mengenal moral dan agama.
J. Sidlow Baxter seorang ahli Perjanjian Baru istilah kata hati dipakai hati nurani. menurutnya asal-usul hati nurani muncul setelah manusia jatuh dalam dosa, kemudian cahaya kemuliaan Allah (cahaya cemerlang yang meliputi tubuh manusia), yakni citra Allah telah hilang. Kemudian manusia tahu bahwa ia telanjang, kemudian ada perubahan secara total dalam dirinya. Dalam batinnya terdapat perubahan yang luar biasa, yakni tiba-tiba terdapat pertentangan (sebelum jatuh dalam dosa, manusia diliputi damai, suka cita dan kasih), kemudian timbul kesadaran yang mulai saat itu akan selalu menghakimi perbuatan manusia. Kesadaran itu adalah hati nurani manusia, yang memunculkan ketakutan, rasa malu dan rasa bersalah.
Menurut Magnis Suseno suara hati adalah kesadaran moral manusia dalam situasi yang konkret. Tempat suara hati terdapat dalam pusat kepribadian atau pusat kemandirian. Suara hati adalah pangkal otonomi manusia atau piece de resistence (unsur perlawanan apabila kita rukun dengan yang tidak benar). Suara hati dapat membuat kita sadar untuk mengambil sikap atau keputusan sendiri, menyadarkan kita agar kita rukun dengan sesama kita. Suara hati dapat bersalah, namun jujur dan bersungguh-sungguh. Suara hati sebagai sarana atau jalan yang tepat untuk memahami adanya Tuhan atau sebagai sarana pengenalan akan Tuhan.
Suara hati tidak dapat disamakan dengan suara Tuhan. Suara hati adalah suara manusia sehingga dapat keliru, tetapi suara Tuhan adalah suara Al-Khaliq yang kebenarannya mutlak sehingga tidak dapat keliru. Suara hati tidak boleh disamakan dengan suara Tuhan Allah. Tetapi suara hati itu takkan ada, bila Allah tidak ada. Suara hati mencerminkan segala pengertian dan prasangka kita sendiri, sehingga suara hati merupakan suara kita sendiri. Dalam suara hati ada unsur yang tidak dapat diterangkan hanya dari segi realitas manusia saja. Unsur itu adalah kemutlakan. Agar suara hati dapat memberi penilaian yang tepat, suara hati harus dididik.
Mendidik suara hati berarti kita terus menerus terbuka, mau belajar dan mau mengerti seluk beluk masalah-masalah yang kita hadapi, mau memahami pertimbangan etis yang tepat dan memperbaharui pandangan-pandangan kita, usaha untuk itu adalah belajar terbuka. Suara hati kita dapat dipengaruhi oleh perasaan moral kita yang dibentuk oleh pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan non-formal yang pernah kita terima, Suara hati dipengaruhi oleh pandangan moral lingkungan kita (pergaulan, suasana). Suara hati juga dipengaruhi oleh pengalaman.
Verne H. Vletcher memakai istilah hati nurani. Nurani berasal dari kata bahasa Arab yaitu Nur yang berarti cahaya, terang. Istilah hati nurani menunjuk pada cahaya yang menerangi sanubari seseorang untuk memberi keinsyafan akan kondisi moral diri manusia. Cahaya ini merupakan kemampuan manusia dan salah satu ciri khas dalam eksistensi moral seseorang.
Hati nurani bukanlah “suara surgawi” sebab bukan tidak pernah keliru, hati nurani salah satu fungsi dari kepribadian kita yang sempurna. Hati nurani harus dididik agar mampu mawas diri dan menilai watak dan kelakuan diri sendiri. Roh Allah sering menegur dan menuntun manusia melalui hati nurani, sama seperti hati nurani mempengaruhi akal, perasaan dan kemampuan. Hati nurani bertumbuh bersama dengan kepribadian manusia. Hati nurani menuduh, menghakimi, memperingatkan, mendorong rasa salah dan menyesal. Ekspresi wajah kita mencerminkan hati nurani. Seorang yang terus menerus melanggar hati nurani akan mengalami kemerosotan dan akhirnya hati nurani tidak mau lagi bersuara.
“Di lubuk hati nuraninya manusia menemukan hukum, yang tidak diterimanya dari dirinya sendiri, tetapi harus ditaatinya. Suara hati itu selalu menyerukan kepadanya untuk mencintai dan melaksanakan apa yang baik, dan untuk menghindari apa yang jahat. Suara itu menggemakan dalam lubuk hatinya : jauhkanlah ini, elakkanlah itu. Sebab dalam hatinya manusia menemukan hukum yang ditulis oleh Allah. Martabatnya ialah mematuhi hukum itu,... Hati nurani ialah inti manusia yang paling rahasia, sanggar sucinya ; di situ ia seorang diri bersama Allah, yang sapaanNya menggema dalam batinnya”

Keputusan Hati Nurani
Di dalam lubuk hati seseorang bekerjalah hati nurani Bnd Rm 2:14-16. Pada waktu tertentu ia memberi perintah untuk melakukan yang baik dan mengelakkan yang jahat. Ia juga menilai keputusan konkret, di mana ia menyetujui yang baik dan menolak yang jahat Bnd. Rm 1:32. Ia memberi kesaksian tentang kebenaran dalam hubungan dengan kebaikan tertinggi, yaitu Allah, oleh Siapa manusia ditarik, dan hukum-hukum Siapa manusia terima. Kalau ia mendengar hati nuraninya, manusia yang bijaksana dapat mendengar suara Allah, yang berbicara di dalamnya.
Hati nurani adalah keputusan akal budi, di mana manusia mengerti apakah satu perbuatan konkret yang ia rencanakan, sedang laksanakan, atau sudah laksanakan, baik atau buruk secara moral. Dalam segala sesuatu yang ia katakan atau lakukan, manusia berkewajiban mengikuti dengan seksama apa yang ia tahu, bahwa itu benar dan tepat. Oleh keputusan hati nurani manusia mendengar dan mengenal penetapan hukum ilahi.
Hati nurani adalah "hukum roh" dan juga suatu "bisikan langsung", dalamnya terdapat juga "gagasan pertanggungjawaban, kewajiban, ancaman, dan janji. Ia adalah utusan dari Dia yang berbicara kepada kita baik di dalam alam maupun di dalam rahmat di balik satu selubung dan mengajar serta memerintah kita melalui wakil-wakil-Nya. Hati nurani adalah wakil Kristus yang asli”
Supaya dapat mendengarkan dan mengikuti suara hati nurani, orang harus mengenal hatinya sendiri. Upaya mencari kehidupan batin menjadi lebih penting lagi, karena kehidupan sering kali mengalihkan perhatian kita dari setiap pertimbangan, dari pemeriksaan diri atau dari introspeksi.

Pembentukan Hati Nurani
Hati nurani harus dibentuk dan keputusan moral harus diterangi. Hati nurani yang dibentuk baik dapat memutuskan secara tepat dan benar. Dalam keputusannya ia mengikuti akal budi dan berorientasi pada kebaikan yang benar, yang dikehendaki oleh kebijaksanaan Pencipta. Bagi kita manusia yang takluk kepada pengaruh-pengaruh yang buruk dan selalu digoda untuk mendahulukan kepentingan sendiri dan menolak ajaran pimpinan Gereja, pembentukan hati nurani itu mutlak perlu. Pembentukan hati nurani adalah suatu tugas seumur hidup. Satu pendidikan yang bijaksana mendorong menuju sikap yang berorientasi pada kebajikan.
Kadang-kadang manusia dihadapkan kepada situasi yang membuat penilaian hati nurani menjadi tidak aman dan keputusan menjadi sulit. Tetapi ia selalu harus mencari yang benar dan yang baik dan mengetahui kehendak Allah, yang nyata kelihatan dalam hukum ilahi.
Kita harus selalu mengikuti keputusan yang pasti dari hati nurani. Kalau kita dengan sengaja bertindak melawannya, kita menghukum diri sendiri. Tetapi dapat juga terjadi bahwa karena ketidaktahuan kita, hati nurani membuat keputusan yang keliru mengenai tindakan yang orang rencanakan atau sudah lakukan.
Ketidaktahuan mengenai Kristus dan Injil-Nya, contoh hidup yang buruk dari orang lain, perbudakan oleh nafsu, tuntutan atas otonomi hati nurani yang disalah artikan, penolakan otoritas Gereja dan ajarannya, kurang rela untuk bertobat dan untuk hidup dalam cinta kasih Kristen, dapat merupakan alasan untuk membuat keputusan salah dalam tingkah laku moral.
Sebaliknya, kalau ketidaktahuan itu tidak dapat diatasi atau kalau yang bersangkutan tidak bertanggung jawab atas keputusan yang salah, maka perbuatannya yang buruk tidak dapat dibebankan kepadanya. Walaupun demikian, hal itu tetap, tinggal sesuatu yang jahat, satu kekurangan, satu gangguan. Karena alasan ini, maka kita harus berikhtiar supaya menghilangkan kekeliruan hati nurani.
Sering kali kita yang bersangkutan itu sendiri turut menyebabkan ketidaktahuan ini, karena kita "tidak peduli untuk mencari apa yang benar serta baik, dan karena kebiasaan berdosa hati nuraninya lambat laun hampir menjadi buta". Dalam hal ini kita bertanggungjawab atas yang jahat, yang kita lakukan.
Hati nurani yang baik dan murni diterangi oleh iman yang benar, karena cinta kasih Kristen timbul sekaligus "dari hati yang suci, dari hati nurani yang murni dan iman yang tulus ikhlas" (l Tim 1:5) Bnd. I Tim 3:9; 2 Tim 1:3; 1 Ptr3:21, Kis 24:16.
"Oleh karena itu, semakin besar pengaruh hati nurani yang cermat, semakin jauh pula pribadi-pribadi maupun kelompok-kelompok menghindar dari kemauan yang membabi-buta, dan semakin mereka berusaha untuk mematuhi norma-norma kesusilaan yang obyektif".
Hati nurani memberi perlindungan terhadap dan membebaskan dari perasaan takut, dari ingat diri dan kesombongan, dari perasaan bersalah yang palsu, dan rasa puas dengan diri sendiri, yang semuanya dapat timbul oleh kelemahan dan kesalahan manusia. Pembentukan hati nurani menjamin kebebasan dan mengantar menuju kedamaian hati. Dalam pembentukan hati nurani, Sabda Allah adalah terang di jalan kita. Dalam iman dan doa kita harus menjadikannya milik kita dan melaksanakannya. Kita juga harus menguji hati nurani kita dengan memandang ke salib Tuhan. Sementara itu kita dibantu oleh anugerah Roh Kudus dan kesaksian serta nasihat orang lain dan dibimbing oleh ajaran pimpinan Gereja.

KESIMPULAN

Banyak sekali definisi yang tercipta untuk pengertian suara hati, dari semua defenisi itu, kami coba ambil satu defenisi “Di dalam suara hati, dengan tiada terlawan, manusia berhadapan dan bersoal-jawab dengan dirinya sendiri, dan ia menjadi pembuat peraturan, hakim dan pembalas terhadap perbuatannya sendiri (Index, Judex, Vindex).  
Suara hati tidak dapat disamakan dengan suara Tuhan. Suara hati adalah suara manusia atau suara makhluk sehingga dapat keliru, tetapi suara Tuhan adalah suara Al-Khaliq yang kebenarannya mutlak sehingga tidak dapat keliru. Suara hati tidak boleh disamakan dengan suara Tuhan Allah. Suara hati dengan amat jelas mencerminkan segala pengertian dan prasangka kita sendiri, sehingga suara hati merupakan suara kita sendiri. Dalam suara hati ada unsur yang tidak dapat diterangkan hanya dari segi realitas manusia saja. Unsur itu adalah kemutlakan. Agar suara hati dapat memberi penilaian yang tepat, suara hati harus dididik.
Agar suara hati dapat memberi penilaian yang tepat, suara hati harus dididik. Mendidik suara hati berarti kita terus menerus terbuka, mau belajar dan mau mengerti seluk beluk masalah – masalah yang kita hadapi, mau memahami pertimbangan etis yang tepat dan memperbaharui pandangan-pandangan kita, usaha untuk itu adalah belajar terbuka.


Suara hati kita dapat dipengaruhi oleh perasaan moral kita yang dibentuk oleh pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan non-formal yang pernah kita terima, Suara hati dipengaruhi oleh pandangan moral lingkungan kita (pergaulan, suasana). Suara hati dipengaruhi oleh pengalaman.
Hati nurani yang baik dan murni diterangi oleh iman yang benar, karena cinta kasih Kristen timbul sekaligus "dari hati yang suci, dari hati nurani yang murni dan iman yang tulus ikhlas" (l Tim 1:5) Bnd. I Tim 3:9; 2 Tim 1:3; 1 Ptr3:21, Kis 24:16.
"Oleh karena itu, semakin besar pengaruh hati nurani yang cermat, semakin jauh pula pribadi-pribadi maupun kelompok-kelompok menghindar dari kemauan yang membabi-buta, dan semakin mereka berusaha untuk mematuhi norma-norma kesusilaan yang obyektif".


DAFTAR PUSTAKA

1.      Pdt. R.M. Drie S. Brotosudarmo, S.Th., M.Th.,Msi Etika Kristen untuk Perguruan Tinggi.
2.      Dr. J. Verkuyl, Etika Kristen Bagian Umum

Ringkasan :
Sunarty Meliana Sihombing
  


1 comment:

  1. JOIN NOW !!!
    Dan Dapatkan Bonus yang menggiurkan dari dewalotto.club
    Dengan Modal 20.000 anda dapat bermain banyak Games 1 ID
    BURUAN DAFTAR!
    dewa-lotto.name
    dewa-lotto.cc
    dewa-lotto.vip

    ReplyDelete