KoreshInfo

SYARAT-SYARAT GURU PROFESIONAL DAN CIRI-CIRI PROFESI KEGURUAN

SYARAT-SYARAT GURU PROFESIONAL DAN CIRI-CIRI PROFESI KEGURUAN (Dr. Rusman, M.Pd) § Kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang...

Monday 11 April 2016

SYARAT-SYARAT GURU PROFESIONAL DAN CIRI-CIRI PROFESI KEGURUAN



SYARAT-SYARAT GURU PROFESIONAL DAN
CIRI-CIRI PROFESI KEGURUAN
(Dr. Rusman, M.Pd)§

Kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru yang profesional meliputi:
  1. Kompetensi Pedagogik, adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. (Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat 3 butir a).
Artinya guru harus mampu mengelola kegiatan pembelajaran, mulai dan merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran. Guru harus menguasai manajemen kurikulum, mulai dan merencanakan perangkat kurikulum, melaksanakan kurikulum, dan mengevaluasi kurikulum, serta memiliki pemahaman tentang psikologi pendidikan, terutama terhadap kebutuhan dan perkembangan peserta didik agar kegiatan pembelajaran lebih bermakna dan berhasil guna.
  1. Kompetensi Personal, adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. (SNP, penjelasan Pasal 28 ayat 3 butir b).
Artinya guru memiliki sikap kepribadian yang mantap, sehingga mampu menjadi sumber inspirasi bagi siswa. Dengan kata lain, guru harus memiliki kepribadian yang patut diteladani, sehingga mampu melaksanakan tri-pusat yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantoro, yaitu Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. (di depan guru memberi teladan/contoh, di tengah memberikan karsa, dan di belakang memberikan dorongan! motivasi).



  1. Kompetensi Profesional, adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP, penjelasan Pasal 28 ayat 3 butir c).
Artinya guru harus memiliki pengetahuan yang luas berkenaan dengan bidang studi yang akan diajarkan serta penguasaan didaktik metodik dalam arti memiliki pengetahuan konsep teoretis, mampu memilih model, strategi, dan metode yang tepat serta mampu menerapkannya dalam kegiatan pembelajaran. Guru pun harus memiliki pengetahuan luas tentang kurikulum, dan landasan kependidikan.
  1. Kompetensi Sosial, adalah kemampuan guru sebagai bagian dan masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. (Standar Nasional Pendid ikan, penjelasan Pasal 28 ayat 3 butir d).
Artinya ia menunjukkan kemampuan berkomunikasi sosial, baik dengan murid-muridnya maupun dengan sesama teman guru, dengan kepala sekolah bahkan dengan masyarakat luas.
Apabila guru telah memiliki keempat kompetensi tersebut di atas, maka guru tersebut telah memiliki hak profesional karena ia telah jelas memenuhi syarat-syarat berikut:
  1. Mendapat pengakuan dan perlakuan hukum terhadap batas wewenang keguruan yang menjadi tanggung jawabnya.
  2. Memiliki kebebasan untuk mengambil langkah-langkah interaksi edukatif dalam batas tanggung jawabnya dan ikut serta dalam proses pengembangan pendidikan setempat.
  3. Menikmati teknis kepemimpinan dan dukungan pengelolaan yang efektif dan efisien dalam rangka menjalankan tugas sehari-hari.
  4. Menerima perlindungan dan penghargaan yang wajar terhadap usaha-usaha dan prestasi yang inovatif dalam bidang pengabdiannya.
  5. Menghayati kebebasan mengembangkan kompetensi profesionalnya secara individual maupun secara institusional.
Ornstein dan Levine menyatakan bahwa profesi itu adalah jabatan yang sesuai dengan pengertian profesi di bawab mi:
  1. Melayani masyarakat merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang hayat.

  1. Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu di luar jangkauan khalayak ramal.
  2. Menggunakan hasil penelitin dan aplikasi dan teori ke praktik.
  3. Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang.
  4. Terkendali berdasarkan lisensi buku dan/atau mempunyai persyar atan yang masuk.
  5. Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu. -
  6. Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan unjuk kerja yang ditampilkan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan.
  7. Mempunyai komitmen terhadap jabatan dan klien.
  8. Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya relatif bebas dan supervisi dalam jabatan.
  9. Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri.
  10. Mempunyai asosiasi profesi dan/atau kelompok ‘elite’ untuk menget ahui dan mengakui keberhasilan anggotanya.
  11. Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan atau menyangsikan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan.
  12. Mempunyai kadar kepercayaan yang tinggi dan pablik dan kepercayaan din setiap anggotanya.
  13. Mempunyai status sosial dan ekonomi yang tinggi.
Sanusi mengutarakan ciri-ciri utama suatu profesi itu sebagai berikut.
  1. Suatu jabatan yang memiliki fungsi dan signifikansi sosial yang menentukan.
  2. Jabatan yang menuntut keterampilan/keahlian tertentu.
  3. Keterampilan/keahlian yang dituntut jabatan itu didapat melalui pemecahan masalah dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.
  4. Jabatan itu berdasarkan pada batang tubuh disiplin ilmu yang jelas, sistematik, eksplisit, yang bukan hanya sekadar pendapat khalayak umum.
  5. Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat perguruan tinggi dengan waktu yang cukup lama.
  6. Proses pendidikan untuk jabatan itu juga merupakan aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai profesional itu sendiri.
  7. Dalam memberikan layanan kepada masyarakat, anggota profesi itu berpegang teguh pada kode etik yang dikontrol oleh organisasi profesi.
  8. Tiap anggota profesi mempunyai kebebasan dalam memberikan judgement terhadap permasalahan profesi yang dihadapinya.
  9. Dalam praktiknya melayani masyarakat, anggota profesi otonom bebas dan campur tangan orang lain.
  10. Jabatan ini mempunyai prestise yang tinggi dalam masyarakat, sehingga memperoleh imbalan yang tinggi pula.
Menurut Robert W. Richey  ciri-ciri profesionalisasi jabatan guru adalah sebagai berikut :
  1. Guru akan bekerja hanya semata-mata memberikan pelayanan kemanusiaan daripada usaha untuk kepentingan pribadi.
  2. Guru secara hukum dituntut untuk memenuhi berbagai persyaratan untuk mendapatkan lisensi mengajar serta persyaratan yang ketat untuk menjadi anggota organisasi guru.
  3. Guru dituntut memiliki pemahaman serta keterampilan yang tinggi dalam hal bahan pengajar, metode, anak didik, dan landasan kependidikan.
  4. Guru dalam organisasi profesional, memiliki publikasi profesional yang dapat melayani para guru, sehingga tidak ketinggalan, bahkan selalu mengikuti perkembangan yang terjadi.
  5. Guru, selalu diusahakan untuk selalu mengikuti kursus-kursus, workshop, seminar, konvensi, serta terlibat secara luas dalam berbagai kegiatan “in service”.
  6. Guru diakui sepenuhnya sebagai suatu karier hidup (a life career).
  7. Guru memiliki nilai dan etika yang berfungsi secara nasional maupun secara lokal.

Sedangkan ciri-ciri profesi keguruan menurut NEA (National Education Association)  adalah sebagai berikut.
  1. Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual
  2. Jabatan yang menggeluti batang tubuh ilmu yang khusus
  3. Jabatan yang Memerlukan Persiapan Latihan yang Lama
  4. Jabatan yang Memerlukan Latihan dalam Jalatan yang Berkesinambungan
  5. Jabatan yang Menjanjikan Karier Hidup dan Keanggotaan yang Permanen
  6. Jabatan yang Menentukan Standarnya Sendiri
  7. Jabatan yang Mementingkan Layanan di Atas Keuntungan Pribadi
  8. Jabatan yang Mempunyai Organisasi Profesional yang Kuat dan Terjalin Erat
Dari beberapa definisi profesi dapat diangkat beberapa kriteria untuk menentukan ciri-ciri suatu profesi, yaitu sebagai berikut (Rochman Natawidjaja, 1989).
a.       Ada standar untuk kerja yang baku dan jelas.
b.      Ada lembaga pendidikan khusus yang menghasilkan pelakunya dengan program dan jenjang pendidikan yang baku serta memiliki standar akademik yang memadai dan yang bertanggung jawab tentang pengembangan ilmu pengetahuan yang melandasi profesi itu.
c.       Ada organisasi profesi yang mewadahi para pelakunya untuk mempertahankan dan memperjuangkan eksistensi dan kesejahteraannya.
d.      Ada etika dan kode etik yang mengatur penilaku etik para pelakunya dalam memperlakukan kliennya.
e.       Ada sistem imbalan terhadap jasa layanannya yang adil dan baku.
f.        Ada pengakuan masyarakat (profesional, penguasa, dan awam) terhadap pekerjaan itu sebagai suatu profesi.
Dan uraian di atas tentang ciri-ciri suatu profesi, maka profesi mempunyai ciri-ciri utama sebagai berikut.
a.       Fungsi dan signifikansi sosial: suatu profesi merupakan suatu pekerjaan yang memiliki fungsi dan signifikansi sosial dan krusial.
b.      Keterampilan/keahlian: untuk mewujudkan fungsi mi, dituntut derajat keterampilan/keahlian tertentu.
c.       Pemerolehan keterampilan tersebut bukan hanya dilakukan secara rutin, melainkan bersifat pemecahan masalah atau penanganan situasi kritis yang menuntut pemecahan dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.
d.      Batang tubuh ilmu: suatu profesi didasarkan kepada suatu disiplin ilmu yang jelas, sistematis, dan eksplisit (a systematic body of knowledge) dan bukan hanya common sense.
e.       Masa pendidikan: upaya mempelajari dan menguasai batang tubuh ilmu dan keterampilan/keahlian tersebut membutuhkan masa latihan yang lama, bertahun-tahun dan tidak cukup hanya beberapa bulan. Hal ini dilakukan pada tingkat perguruan tinggi.
f.        Aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai profesional: proses pendidikan tersebut juga merupakan wahana untuk sosialisasi nilai-nilai profesional di kalangan para siswa/mahasiswa.
g.       Kode etik dalam memberikan pelayanan kepada klien, seorang profesional berpegang teguh kepada kode etik yang pelaksanaannya dikontrol oleh organisasi profesi. Setiap pelanggaran terhadap kode etik dapat dikenakan sanksi.
h.       Kebebasan untuk memberikan judgment: anggota suatu profesi mempunyai kebebasan untuk menetapkan judgment-nya sendiri dalam menghadapi atau memecahkan sesuatu dalam lingkup kerjanya.
i.         Tanggung jawab profesional dan otonomi: komitmen pada suatu profesi adalah melayani klien dan masyarakat dengan sebaik-baiknya. Tanggung jawab profesional harus diabdikan kepada mereka. Oleh karena itu, praktik profesional itu otonom dan campur tangan pihak luar.
j.        Pengakuan dan imbalan: sebagai imbalan dan pendidikan dan latihan yang lama, komitmennya dan seluruh jasa yang diberikan kepada klien, maka seorang profesional mempunyai prestise yang tinggi di mata masyarakat dan karenanya juga imbalan yang layak.
Ciri-ciri suatu profesi menurut Robert W. Richey (1974) sebagai berikut :
a.        Lebih mernentingkan pelayanan kemanusiaan yang ideal daripada kepentingan pribadi.
b.       Seorang pekerja profesional, secara relatif memerlukan waktu yang panjang untuk mempelajari konsep-konsep serta prinsip-prinsip pengetahuan khusus yang mendukung keahliannya.
c.        Memiliki kualifikasi tertentu untuk memasuki profesi tersebut serta mampu mengikuti perkembangan dalam pertumbuhan jabatan.
d.       Memiliki kode etik yang mengatur keanggotaan, tingkah laku, sikap serta cara kerja.
e.        Membutuhkan suatu kegiatan intelektual yang tinggi.
f.         Adanya organisasi yang dapat meningkatkan standar pelayanan, disiplin diri dalam profesi, serta kesejahteraan anggotanya.
g.        Memberikan kesempatan untuk kemajuan, spesialisasi, dan kemandirian.
h.        Memandang profesi sebagai suatu karier hidup (a live career) dan menjadi seorang anggota yang permanen.
Ciri keprofesian ini dikemukakan oleh D. Westby Gibson (1965) sebagai berikut:
a.       Pengakuan oleh masyarakat terhadap layanan tertentu yang hanya dapat dilakukan oleh kelompok pekerja yang dikategorikan sebagai suatu profesi.
b.      Dimilikinya sekumpulan bidang ilmu yang menjadi landasan sejumlah teknik dan prosedur yang unik.
c.       Diperlukannya persiapan yang sengaja dan sistematis sebelum orang mampu melaksanakan suatu pekerjaan profesional.
d.      Dimilikinya suatu mekanisme untuk menyaring, sehingga hanya mereka yang dianggap kompeten yang diperbolehkan bekerja untuk lapangan pekerjaan tertentu.
e.       Dimilikinya organisasi profesional yang di samping melindungi kepentingan anggotanya dan saingan kelompok luar, juga berfungsi untuk meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat, termasuk tindak etis profesional pada anggotanya.



§ Dr. Rusman, M.Pd, Model-model Pembelajaran (Mengembangkan Profesionalisme Guru) Jakarta : Rajawali Pers, 2011.

Friday 8 April 2016

BEBERAPA PENGERTIAN PROFESIONALISME GURU



PENGERTIAN PROFESIONALISME GURU
(Dr. Rusman, M.Pd)§

Jabatan guru adalah suatu profesi yang terhormat dan mulia. Guru mengabdikan diri dan berbakti untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya, yaitu yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia, serta menguasai IPTEKS dalam mewujudkan masyarakat yang berkualitas. Tugas utamanya adalah mendidik, membimbing, melatih, dan mengembangkan kurikulum (perangkat kurikulum).
Profesionalisme berasal dan kata ‘profesi’ yang artinya suatu bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang. Profesi juga dapat diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh dan pendidikan akademis yang intensif.
Secara etimologi, istilah profesi berasal dan bahasa Inggris, yaitu ‘profession’ atau bahasa latin, ‘profecus’, yang artinya mengakui, adanya pengakuan, menyatakan mampu, atau ahli dalam melakukan suatu pekerjaan.
Sedangkan secara terminologi, profesi berarti suatu pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan mental, yaitu adanya persyaratan pengetahuan teoretis sebagai instrumen untuk melakukan perbuatan praktis, bukan pekerjaan manual. Suatu profesi harus memiliki tiga pilar pokok, yaitu pengetahuan, keahlian, dan persiapan akademik.
Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian tertentu. Artinya, jabatan profesional tidak bisa dilakukan atau dipegang oleh sembarang orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan secara khusus untuk melakukan pekerjaan tersebut. Melainkan melalui proses pendidikan dan pelatihan yang disiapkan secara khusus untuk bidang yang diembannya. Misalnya, seorang guru profesional yang memiliki kompetensi keguruan melalui pendidikan guru seperti (S1-PGSD, Si Kependidikan, AKTA Pendidikan) yang diperoleh dan pendidikan khusus untuk bidang tersebut. Kompetensi guru tersebut diperbleh melalui apa yang disebut profesionalisasi yang dilakukan baik sebelum seseorang menjalani profesi itu (preservice training atau pra-jabatan) maupun setelah menjalani suatu profesi (in-service training).
Profesi dapat diartikan juga sebagai suatu jabatan atau pekerjaan yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperolehnya dan pendidikan akademis yang inténsif.
Menurut Martinis Yamin (2007) “profesi mempunyai pengertian seseorang yang menekuni pekerjaan berdasarkan keahlian, kemampuan, teknik, dan prosedur berlandaskan intelektualitas.
Menurut Jasin Muhammad (dalam Yunus Namsa, 2006), “profesi adalah suatu lapangan pekerjaan yang dalam melakukan tugasnya memerlukan teknik dan prosedur ilmiah, memiliki dedikasi, serta cara menyikapi lapangan pekerjaan yang berorientasi pada pelayanan yang ahli.”
Menurut Didi Atmadilaga, “profesi merupakan wewenang praktik suatu kejuruan yang bersifat pelayanan pada kemanusiaan secara intelektual spesifik yang sangat tinggi, yang didukung oleh penguasaan pengetahuan keahlian serta seperangkat sikap dan keterampilan teknik, yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan khusus yang penyelenggaraannya dilimpahkan kepada lembaga pendidikan tinggi yang bersama memberikan izin praktik atau penolakan praktik dan kelayakan praktik dilindungi oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik yang diawasi langsung oleh pemerintah maupun asosiasi profesi yang bersangkutan.”
Berdasarkan berbagai pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa profesi adalah suatu bidang pekerjaan atau keahlian tertentu yang mensyaratkan kompetensi intelektualitas, sikap, dan keterampilan tertentu yang diperoleh melalui proses pendidikan secara akademis yang intensif.
Dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, “Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian atau kecakapan yang memenuhi mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.”
Menurut Djam’an Satori, “profesional menunjuk pada dua hal. Pertama, orang yang menyandang suatu profesi. Kedua, penampilan seseorang dalam melakukan pekerjaannya yang sesuai dengan profesinya.”
Menurut Walter Johnson (1959) profesional (professionals) sebagai “.... seseorang yang menampilkan suatu tugas khusus yang mempunyai tingkat kesulitan lebih dan biasa dan mempersyaratkan waktu persiapan dan pendidikan cukup lama untuk menghasilkan pencapaian kemampuan, keterampilan, dan pengetahuan yang berkadar tinggi”.
Menurut Uzer Usman (1992) adalah “suatu pekerjaan yang bersifat profesional memerlukan beberapa bidang ilmu yang secara sengaja harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum.”
Kata profesional berasal dan kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian seperti guru, dokter, hakim, dan sebagainya. Dengan kata lain, pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain.
Guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan yang maksimal.
H.A.R. THaar, menjelaskan bahwa seorang profesional menjalankan pekerjaannya sesuai dengan tuntutan profesi atau dengan kata lain memiliki kemampuan dan sikap sesuai dengan tuntutan profesinya. Seorang profesional menjalankan kegiatannya berdasarkan profesionalisme, dan bukan secara amatiran. Profesionalisme bertentangan dengan amatirisme. Seorang profesional akan terus-menerus meningkatkan mutu karyanya secara sadar, melalui pendidikan dan pelatihan.
Profesionalisme berasal dan ‘profession’ yang berarti pekerjaan. Menurut Arifin  profession mengandung arti yang sama dengan kata occupation atau pekerjaan yang memerlukan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan atau latihan khusus.
Menurut Kunandar profesionalisme berasal dan kata ‘profesi’ yang artinya suatu bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang. Profesi juga diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh dan pendidikan akademis yang intensif.
Pengertian profesionalisme adalah suatu pandangan terhadap keahlian tertentu yang diperlukan dalam pekerjaan tertentu, yang mana keahlian itu hanya diperoleh melalui pendidikan khusus atau latihan khusus. Profesionalisme mengarah kepada komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus-menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesi yang diembannya.
Profesionalisme Guru merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan, dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pembelajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian. Sementara itu, guru yang profesional adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pembelajaran. Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa pengertian guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan, sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Guru yang profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang luas di bidangnya.
Menurut Oemar Hamalik (2006:27) guru profesional merupakan orang yang telah menempuh program pendidikan guru dan memiliki tingkat master serta telah mendapat ijazah negara dan telah berpengalaman dalam mengajar pada kelas-kelas besar.


§ Dr. Rusman, M.Pd, Model-model Pembelajaran (Mengembangkan Profesionalisme Guru) Jakarta : Rajawali Pers, 2011.

Friday 1 April 2016

MEDIA PEMBELAJARAN BESERTA KLASIFIKASINYA MENURUT HEINICH, 1996



MEDIA PEMBELAJARAN BESERTA KLASIFIKASINYA
MENURUT HEINICH, 1996

Pengertian Media
Media berasal dan bahasa Latin yang mempunyai arti “antara”. Makna tersebut dapat diartikan sebagai alat komunikasi yang digunakan untuk membawa suatu informasi dan suatu sumber kepada penerima. Sejumlah pakar membuat batasan tentang media, di antaranya yang dikemukakan oleh Association of Education and Communication Technology (AECT) Amerika. Menurut AECT media adalah “segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyalurkan pesan atau informasi. Apabila dikaitkan dengan kegiatan pembelajaran maka media dapat diartikan sebagai alat komunikasi yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk membawa informasi dan pengajar ke peserta didik.
Hal yang sama dikemukakan sebelumnya oleh Briggs (1970) yang menyatakan bahwa media adalah segala bentuk fisik yang dapat menyampaikan pesan serta merangsang peserta didik untuk belajar.
Dari batasan yang telah disampikan oleh para ahli mengenai media, dapat disimpulkan bahwa pengertian media dalam pembelajaran adalah segala bentuk alat komunikasi yang dapat digunakan untuk menyampaikan informasi dari sumber ke peserta didik yang bertujuan merangsang mereka untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Media, selain digunakan untuk mengantarkan pembelajaran secara utuh, dapat juga dimanfaatkan untuk menyampaikan bagian tertentu dan kegiatan pembelajaran, memberikan penguatan maupun motivasi

Jenis dan Klasifikasi Media
Jenis media yang dimanfaatkan dalam proses pembelajaran cukup beragam, mulai dan media yang sederhana sampai pada media yang cukup rumit dan canggih. Untuk mempermudah mempelajari jenis media, karakter, dan kemampuannya, dilakukan pengklasifikasian atau penggolongan.


Salah satu klasifikasi yang dapat menjadi acuan dalam pemanfaatan media adalah klasifikasi yang dikemukakan oleh Edgar Dale yang dikenal dengan kerucut pengalaman (Cone Experience). Kerucut pengalaman Dale mengklasifikasikan media berdasarkan pengalaman belajar yang akan diperoleh oleh peserta didik, mulai dan pengalaman belajar langsung, pengalaman belajar yang dapat dicapai melalui gambar, dan pengalaman belajar yang bersifat abstrak. Untuk dapat memberikan gambaran yang tebih jelas mengenal kerucut pengalaman, perhatikan gambar berikut. 

Gambar Kerucut Pengalaman Dale (Heinich, 1996)

Kerucut pengalaman Dale, menunjukkan bahwa informasi yang diperoleh melalui pengalaman langsung yang berada pada dasar kerucut mampu menyajikan pengalaman belajar secara lebih konkret. Semakin menuju ke puncak kerucut, penggunaan media semakin memberikan pengalaman belajar yang bersifat abstrak.
Penggolongan lain yang dapat dijadikan acuan dalam pemanfaatan media adalah berdasarkan pada teknologi yang digunakan, mulai media yang teknologinya rendah (low technology) sampai pada media yang menggunakan teknologi tinggi (high technology). Apabila penggolongan media ditinjau dan teknologi yang digunakan, maka penggolongannya sangat dipengaruhi oleh perkembangan teknologi Dengan demikian, penggolongan media dapat berubah dan waktu ke waktu. Misalnya, dalam era tahun 1950 media televisi dikategorikan sebagai media berteknologi tinggi, tetapi kemudian pada era tahun1970/1980 media tersebut bergeser dengan kehadiran media komputer Pada masa tersebut, komputer digolongkan sebagai media dengan teknologi yang paling tinggi, tetapi kemudian pada tahun 1990 tergeser kedudukannya dengan kehadiran media computer conferencing melalui internet. Kondisi seperti mi akan benlangsung selama ilmu dan teknologi terus berkembang.
Salah satu bentuk kiasifikasi yang mudah dipelajari adalah klasifikasi yang disusun oleh Heinich dkk. (1996) sebagai berikut.

Klasifikasi Media Pembelajaran
Media yang tidak diproyeksikan (non projected media)
Realita, model, bahan grafis (graph/c al material), display.
Media yang diproyeksikan (projected media)
QHT, Slide, Opaque
Media Audio (Audio)
Audio kaset, audio vission, active audio vission
Media Video (Video)
Video
Media berbasis komputer (computer based media)
Computer Assisted Instruction (CIA)
Computer Managed Instruction (CMI)
Multimedia kit
Perangkat Praktikum

Pengklasifikasian yang dilakukan oleh Heinich ini pada dasarnya adalah penggolongan media berdasarkan bentuk fisiknya, yaitu apakah media tersebut masuk dalam golongan media yang tidak diproyeksikan atau yang diproyeksikan, atau apakah media tertentu masuk dalam golongan media yang dapat didengar lewat audio atau dapat dilihat secara visual, dan seterusnya.

Peran Media
Dãlam proses pembelajaran media memiliki kontribusi dalam meningkatkan mutu dan kualitas pengajaran. Kehadiran media tidak saja membantu pengajar dalam menyampaikan materi ajarnya, tetapi memberikan nilai tambah pada kegiatan pembelajaran. Hal ini berlaku bagi segala jenis media, baik yang canggih dan mahal ataupun media yang sederhana dan murah. menjabarkan sejumlah kontribusi media dalam kegiatan pembelajaran antara lain:

1.      Penyajan materi ajar menjadi lebih standar;
2.      Kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik;
3.      Kegiatan belajar dapat menjadi lebih interaktif;
4.      Waktu yang dibutuhkan untuk pembelajaran dapat dikurangi;
5.      Kualitas belajar dapat ditingkatkan;
6.      Pembelajaran dapat disajikan di mana dan kapan saja sesuai dengan yang diinginkan;
7.      Meningkatkan sifat positif peserta didik dan proses belajar menjadi lebih kuat/baik;
8.      Memberikan nilai positif bagi pengajar.
Penjabaran tentang peranan media dalam pembelajaran yang dikemukakan oleh Kemp memberikan wawasan yang luas mengenai pemanfaatan media dalam pembelajaran. Selain Kemp (1985), Heinich (1996) melihat kontribusi media dalam proses pemelajaran secara lebih global ditinjau dan kondisi berlangsungnya proses pembelajaran, seperti berikut :
a.       Proses pembelajaran yang bergantung pada kehadiran pengajar
Pada kondisi ini, penggunaan media dalam proses pembelajaran umumnya bersifat sebagai pendukung bagi pengajar. Perancangan media yang tepat akan sangat membantu menguatkan materi pembelajaran yang disampaikan oleh pengajar secara langsung.
b.      Proses pembelajaran tanpa kehadiran pengajar
Ketidakhadiran pengajar dalam proses pembelajaran dapat disebabkan oleh tidak tersedianya pengajar atau pengajar sedang bekerja dengan peserta didik lain.
Media dapat digunakan secara efektif pada pendidikan formal di mana pengajar yang karena suatu hal tidak dapat hadir di kelas atau sedang bekerja dengan peserta didik lain.
c.       Pendidikan jarak jauh
Pendidikan jarak jauh telah berkembang dengan cepat di seluruh dunia. Hal utama yang membedakan antar pendidikan jarak jauh pendidikan dengan tatap muka adalah adanya keterpisahan antara pengajar dan peserta didik dalam proses pembelajaran. Adanya keterpisahan ini membutuhkan suatu media yang berperan sebagai jembatan antara pengajar dengan peserta didik. Peranan media dalam pendidikan jarak jauh mampu mengatasi masalah jarak, ruang, dan waktu. Medaa yang paling umum digunakan dalam pendidikan jarak jauh adalah media cetak dengan menggunakan sistem korespondensi.
d.      Pendidikan khusus
Media memiliki peran yang penting dalam pendidikan bagi peserta didik yang memiliki keterbatasan kemampuan, misalnya mereka yang memiliki keterbelakangan mental, tuna netra, atau tuna rungu. Pengguhaan media tertentu akan sangat membantu proses pembelajaran bagi mereka. Media yang digunakan adalah jenis - jenis media yang sesuai dan tepat bagi masing-masing keterbatasan.


Sumber :
Prof. Dr. H. Hamzah B. Uno, Profesi Kependidikan, Jakarta : Bumi Aksara, 2009, h. 113-117