KoreshInfo

SYARAT-SYARAT GURU PROFESIONAL DAN CIRI-CIRI PROFESI KEGURUAN

SYARAT-SYARAT GURU PROFESIONAL DAN CIRI-CIRI PROFESI KEGURUAN (Dr. Rusman, M.Pd) § Kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang...

Tuesday 2 February 2016

Metode Resitasi Merupakan Salah Satu Metode Mengajar Yang Efektif Diterapkan Dalam Proses Belajar Mengajar



Metode Resitasi Merupakan Salah Satu Metode Mengajar Yang Efektif Diterapkan Dalam Proses Belajar Mengajar

Pengertian Metode Pembelajaran Menurut Para Ahli
Menurut B.S. Sijabat “Metode mengajar ialah cara atau prosedur dalam mengelola interaksi antara guru dan peserta didiknya bagi berlangsungnya peristiwa belajar.”[1]
Menurut W. Gulo, “mendefenisikan metode pengajaran adalah cara yang digunakan untuk mencapai tujuan pengajaran, metode pengajaran adalah alat untuk mengoperasionalkan apa yang direncanakan dalam strategi.[2]
Sedangkan menurut Azhar metode adalah cara yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Ini berlaku bagi guru (metode mengajar), maupun bagi murid (metode belajar). Semakin baik metode yang dipakai semakin efektif pencapaian tujuan.[3]
Syaiful Bahri Djamarah mengatakan bahwa, “metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.”[4]
Suprihadi Saputro menjelaskan bahwa “metode adalah cara, yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Metode adalah cara-cara yang dilaksanakan untuk mengadakan interaksi belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan pengajaran.”[5]
Menurut Suryobroto, “metode pengajaran adalah cara-cara pelaksanaan dari pada proses pengajaran atau soal bagaimana tekniknya suatu bahan pelajaran diberikan di sekolah”.[6]

Jenis – jenis Metode Mengajar
Menurut E. Mulyasa, beberapa jenis metode pembelajaran yang dapat dipilih oleh guru, yakni sebagai berikut :
1.      Metode Demonstrasi;
2.      Metode Inquiri;
3.      Metode Penemuan (metode discovery);
4.      Metode Eksperimen;
5.      Metode Pemecahan Masalah;
6.      Metode Karyawisata;
7.      Metode Perolehan Konsep;
8.      Metode Penugasan (Metode Resitasi);
9.      Metode Ceramah;
10.  Metode Tanya Jawab;
11.  Metode Diskusi.[7]

Menurut K.O. Gangel, terdapat banyak jenis metode mengajar yang dapat diterapkan oleh guru untuk berkomunikasi, berinteraksi dengan peserta didiknya, yakni:
1.      Metode yang hanya menekankan komunikasi satu arah, yaitu dari pihak guru kepada peserta didiknya. Metode yang termasuk ke dalamnya ialah ceramah, kuliah, cerita, demonstrasi dan metode audio visual.
2.      Metode yang membangun komunikasi satu arah, yaitu dari peserta didik kepada pengajarnya. Metode yang termasuk ke dalamnya ialah laporan tugas membaca, laporan hasil riset, studi kasus, studi kelompok, studi mandiri, percobaan lapangan, surat-menyurat, survey lapangan, mengikuti buku pegangan, hafalan, tes, paper, serta tulisan refleksi.
3.      Metode yang membangun komunikasi dua arah, yaitu terjadinya relasi dan interaksi dialogis antara guru dan peserta didik serta di antara sesama murid. Ada tiga kategori metode yang termasuk dapat menciptakan relasi dan interaksi dialogis itu : Diskusi kelompok, drama, metode proyek.[8]

Dari jenis-jenis metode mengajar yang dirumuskan K.O. Gangel, metode resitasi yang dibahas dalam penelitian ini termasuk jenis metode yang membangun komunikasi satu arah, yaitu dari peserta didik kepada pengajarnya.

a.      Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Memilih Metode Pembelajaran
Menurut Andar Ismail, “Guru bertanggung jawab memilih metode yang hendak dipakai dalam menyampaikan pengajarannya.”[9] Menurut pendapat Ronald Hayman, “Metode dipilih oleh guru dan bukan oleh nara didik, hal ini disebabkan oleh karena gurulah yang hendak melakukan pembimbingan kepada naradidik.”[10]
Menurut Hayman terdapat sembilan hal yang perlu diperhatikan oleh seorang guru dalam memilih metode pembelajaran, yakni :
1.      Sesuai dengan kemampuan guru yang mengajar.
2.      Sesuai dengan kemampuan naradidik.
3.      Sesuai dengan tujuan pelajaran.
4.      Sesuai dengan waktu dan kondisi tempat yang tersedia.
5.      Sesuai dengan pokok bahasan yang akan disampaikan.
6.      Sesuai dengan jumlah naradidik dalam kelompok.
7.      Sesuai dengan minat dan pegalaman naradidik.
8.      Sesuai dengan kedekatan relasi naradidik dengan pokok bahasan
9.      Sesuai dengan kedekatan relasi guru dengan naradidik.[11]

Menurut Robert J. Choun bahwa pemilihan metode mengajar yang tepat ditentukan oleh berbagai faktor, yakni:
1.      Kemampuan dan keterampilan guru menggunakan metode yang ditetapkannya.
2.      Tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik. (usia, kognitif, spiritual).
3.      Besarnya ruangan belajar dan kelompok.
4.      Tujuan pelajaran.
5.      Keterlibatan peserta didik.
6.      Kesesuaian dengan bahan pengajaran.
7.      Fasilitas yang tersedia
8.      Waktu yang tersedia.
9.      Variasi pengalaman belajar.
10.  Keterampilan tertentu dari peserta didik.[12]
b.      Petunjuk Dasar dalam Memilih Metode yang Tepat
Menurut Andar Ismail terdapat beberapa petunjuk dasar dalam memilih metode yang tepat, yakni:
1.      Pahami tujuan pelajaran yang hendak disampaikan. Metode yang tepat dipilih berdasarkan tujuan dan isi pelajaran yang hendak disampaikan.
2.      Keterlibatan naradidik. Arti belajar akan menjadi semakin efektif dengan keterlibatan langsung dari naradidik dalam pembelajaran.
3.      Faktor Usia dan latar belakang naradidik. Pendidikan, kebudayaan, pekerjaan serta lingkungan naradidik.
4.      Faktor besarnya kelas / Kelompok. Metode ada yang diciptakan untuk digunakan pada kelompok besar dan digunakan pada kelompok kecil.
5.      Faktor waktu yang tersedia. Perlu diketahui berapa lama waktu yang tersedia untuk menyampaikan pelajaran.
6.      Faktor bahan / sumber yang tersedia. Misalnya buku-buku, alat peraga
7.      Kepemimpinan, beberapa metode memerlukan keterampilan khusus dari pemimpinannya.
8.      Memakai metode yang bervariasi. Satu kegiatan pembelajaran dapat dilakukan dengan memakai beberapa metode sekaligus.
9.      Susunan ruangan / formasi.[13]

c.       Metode Resitasi
Salah satu jenis metode yang ditawarkan oleh para ahli, yang dapat diterapkan dalam proses belajar mengajar, dimana metode tersebut mampu melibatkan siswa secara aktif guna menunjang kelancaran proses belajar mengajar adalah metode resitasi (metode penugasan).
Menurut J.S. Badudu, dalam ‘Kamus Kata-kata Serapan Asing Dalam Bahasa Indonesia’ defenisi Resitasi adalah bacaan yang disampaikan (dari hafalan) di depan umum; 2. hafalan yang diucapkan (missal oleh murid-murid) di depan kelas. [14]


Resitasi berasal dari bahasa Inggris ‘to cite yang artinya mengutip ‘re' yang artinya kembali. Jadi resitasi artinya siswa mengutip atau mengambil sendiri bagian-bagian pelajaran itu dari buku-buku tertentu, lalu belajar sendiri dan berlatih hingga sampai siap sebagaimana mestinya.[15]
Menurut Nana Sudjana, “tugas atau resitasi tidak sama dengan pelajaran rumah tetapi jauh lebih luas dari itu. Tugas dapat merangsang anak untuk lebih aktif belajar baik secara individual maupun kelompok.[16]
Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Azwan Zain, “Metode resitasi adalah metode Penyajian bahan dimana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Masalah tugas yang diberikan siswa dapat dilakukan di kelas, di halaman sekolah, di laboratorium, di perpustakaan, di bengkel, di rumah siswa atau dimana saja asal tugas itu dapat dikerjakan.[17]
Syaiful sejalan dengan Imansjah Alipandie, dalam bukunya yang berjudul “Didaktik Metodik Pendidikan Umum” mengemukakan bahwa :
Metode resitasi adalah cara untuk mengajar yang dilakukan dengan jalan memberi tugas khusus kepada siswa untuk mengerjakan sesuatu di luar jam pelajaran. Pelaksanaannya bisa dirumah, diperpustakaan, dilaboratorium, dan hasilnya dipertanggungjawabkan.[18]

Sudirman, mengemukakan pengertian metode penugasan/resitasi adalah cara penyajian bahan pelajaran di mana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar.[19]

Slameto mengemukakan :
Metode resitasi adalah cara penyampaian bahan pelajaran dengan memberikan tugas kepada siswa untuk dikerjakan di luar jadwal sekolah dalam rentangan waktu tertentu dan hasilnya harus dipertanggungjawabkan kepada guru.[20]

Mulyani dan Johan Permana H, mengemukakan pengertian “metode resitasi adalah metode pemberian tugas atau penugasan diartikan sebagai suatu cara interaksi belajar mengajar yang ditandai dengan adanya tugas dari guru yang dikerjakan peserta didik di sekolah ataupun di rumah secara perorangan atau kelompok.[21]
Roymond mengemukakan pengertian metode resitasi yang agak berbeda, menurutnya “metode pembelajaran resitasi adalah suatu metode pengajaran dengan mengharuskan siswa membuat resume dengan kalimat sendiri.[22]

d.      Kelebihan / Kelemahan Metode penugasan/resitasi:
Sudirman dalam ‘Ilmu Kependidikan’ menguraikan kelebihan – kelemahan penerapan metode resitasi dalam proses belajar mengajar, yakni :
Kelebihan dari Metode Resitasi, yakni :
  1. Tugas lebih merangsang siswa untuk untuk belajar lebih banyak, baik pada waktu di kelas maupun di luar kelas. Metode ini dapat mengembangkan kemandirian siswa yang diperlukan kehidupan kelak.
  2. Tugas dapat lebih meyakinkan tentang apa yang dipelajari dari guru, lebih memperdalam, memperkaya atau memperluas pandangan tentang apa yang dipelajari.
  3. Tugas dapat membina kebiasaan siswa untuk mencari dan mengolah sendiri informasi dan komunikasi.
  4. Metode ini dapat membuat siswa bergairah dalam belajar karena kegiatan belajar dilakukan dengan berbagai variasi sehingga tidak membosankan.[23]


Sedangkan kelemahan dari Metode Resitasi, yakni :
  1. Siswa sulit dikontrol, apa benar mengerjakan tugas ataukan orang lain.
  2. Tidak mudah memberikan tugas yang sesuai dengan perbedaan individu siswa.
  3. Sering memberikan tugas yang monoton, sehingga membosankan.[24]

Imanjah Alipandie, juga merumuskan kelebihan dan kelemahan dalam proses belajar mengajar sebagai berikut
“Adapun kelebihan metode resitasi adalah 1). anak menjadi terbiasa mengisi waktu luangnya, 2). memupuk rasa tanggung jawab, 3). melatih anak berfikir kritis, 4). tekun, giat dan rajin. Sedangkan kelemahan metode resitasi antara lain : 1). tidak jarang pekerjaan yang ditugaskan itu diselesaikan dengan jalan meniru, 2). karena perbedaan individual anak, tugas diberikan secara umum mungkin beberapa orang diantaranya merasa sukar sedang yang lain merasa mudah menyelesaikan tugas itu dan apabila tugas sering diberikan maka ketenangan mental pada siswa terpengaruh.[25]

Roymond mengutip pendapat Djamarah yang merumuskan kelebihan dan kelemahan dari metode resitasi, yakni sebagai berikut :
Kelebihan metode resitasi adalah :
1.      Pengetahuan yang diperoleh peserta didik dari hasil belajar sendiri akan dapat diingat lebih lama.
2.      Peserta didik memiliki peluang untuk meningkatkan keberanian, inisiatif, bertanggung jawab dan mandiri.
Sedangkan kelemahan Metode Resitasi adalah :
1.      Kadang kala peserta didik melakukan penipuan yakni peserta didik meniru hasil pekerjaan orang lain tanpa mau bersusah payah mengerjakan sendiri.
2.      Kadang kala tugas dikerjakan oleh orang lain tanpa pengawasan.
3.      Sukar memberikan tugas yang memenuhi perbedaan individual.[26]

Langkah – Langkah Pelaksanaan Metode Resitasi
Langkah-langkah pelaksanaan metode resitasi, yakni sebagai berikut :
  1. Merencanakan resitasi secara matang.
  2. Tugas yang diberikan hendaklah didasarkan atas minat dan kemampuan anak didik.
  3. Tugas yang diberikan berkaitan dengan materi pelajaran yang telah diberikan.
  4. Jenis tugas yang diberikan kepada siswa itu hendaknya telah dimengerti betul oleh siswa, agar tugas dapat dilaksanakan secara baik.
  5. Jika tugas yang diberikan itu bersifat tugas kelompok maka pembagian tugas (materi tugas) harus diarahkan, termasuk batas waktu penyelesaiannya.
  6. Guru dapat membantu penyediaan alat dan sarana yang diperlukan dalam pemberian tugas.
  7. Setiap hasil kerja PR murid-murid harus dikoreksi dengan teliti, diberi nilai dan kertasnya dikembalikan, untukmemberi rangsangan/dorongan.
  8. Perkembangan nilai prestasi murid-murid perlu dicatat pada buku catatan nilai guru agar diketahui grafik belajar mereka.
  9. Tugas yang diberikan dapat merangsang perhatian siswa dan realistis.[27]

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, mengemukakan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam langkah-langkah dalam pelaksanaan metode pemberian tugas (resitasi) antara lain :
  1. Fase Pemberian Tugas
Tugas yang diberikan kepada siswa hendaknya mempertimbangkan :
a.       Tujuan yang akan dicapai;
b.      Jenis tugas jelas dan tepat sehingga anak mengerti apa yang ditugaskan tersebut;
c.       Sesuai dengan kemampuan siswa;
d.      Ada petunjuk atau sumber yang dapat membantu pekerjaan siswa;
e.       Sediakan waktu yang cukup untuk mengerjakan tugas tersebut.

Dalam fase ini tugas yang diberikan kepada setiap anak didik harus jelas dan petunjuk-petunjuk yang diberikan harus terarah.
  1. Langkah Pelaksanaan Tugas
a.       Diberikan bimbingan atau pengawasan oleh guru.
b.      Diberikan dorongan sehingga anak mau bekerja.
c.       Dikerjakan oleh siswa sendiri, tidak menyuruh orang lain.
d.      Dianjurkan agar siswa mencatat hasil-hasil yang dia peroleh dengan baik dan sistematik

Dalam fase ini anak didik belajar (melaksanakan tugas) sesuai tujuan dan petunjuk-petunjuk guru.
  1. Fase Mempertanggungjawabkan Tugas
a.       Laporan siswa baik lisan atau tertulis dari apa yang telah dikerjakannya.
b.      Ada tanya jawab diskusi kelas.
c.       Penilaian hasil pekerjaan siswa baik dengan tes maupun non tes atau cara lainnya. [28]

Dalam fase ini anak didik mempertanggungjawabkan hasil belajarnya baik berbentuk laporan lisan maupun tertulis. Karena tugas yang dikerjakan pada akhirnya akan dipertanggung jawabkan maka siswa akan terdorong untuk mengerjakan secara sungguh-sungguh. Dengan metode ini sehingga pengalaman siswa dalam mempelajari sesuatu lebih mendalam.

Sudirman juga merumuskan langkah-langkah yang ditempuh dalam pendekatan pelaksanaan metode resitasi (pemberian tugas), yaitu :
1.      Tugas yang diberikan harus jelas;
2.      Tempat dan lama waktu penyelesaian tugas harus jelas.
3.      Tugas yang diberikan terlebih dahulu dijelaskan/diberikan petunjuk yang jelas, agar siswa yang belum mampu memahami tugas itu berupaya untuk menyelesaikannya.
4.      Guru harus memberikan bimbingan utamanya kepada siswa yang mengalami kesulitan belajar atau salah arah dalam mengerjakan tugas.
5.      Memberi dorongan terutama bagi siswa yang lambat atau kurang bergairah mengerjakan tugas. [29]

Prosedur Penerapan Metode Resitasi yang Perlu Diperhatikan
Menurut Sri Anitah Wiryawan, adapun prosedur metode resitasi yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan pengajaran antara lain :
“1). memperdalam pengertian siswa terhadap pelajaran yang telah diterima, 2). melatih siswa ke arah belajar mandiri, 3). dapat membagi waktu secara teratur, 4). memanfaatkan waktu luang, 5). melatih untuk menemukan sendiri cara-cara yang tepat untuk menyelesaikan tugas dan 6). memperkaya pengalaman di sekolah melalai kegiatan di luar kelas. [30]

B.S. Sidjabat menguraikan beberapa prinsip yang perlu diperhatikan, yakni :
1).    Harus jelas bagi peserta didik apa manfaat, tujuan, serta bentuk dari tugas. Misalnya : apakah paper / makalah, laporan bacaaan dan lain-lain.
2).    Harus dijelaskan bagaimana pekerjaan itu dapat direncanakan dan dikerjakan, serta bagaimana hasil kerjanya akan dinilai, apakah perlu diadakan pertemuan selama berlangsungnya penelitian dan penulisan?[31]


[1] B.S. Sidjabat, Mengajar Secara Profesional, (Bandung : Yayasan Kalam Hidup, 1993), hal. 229.

[2] W. Gulo, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : Grasindo), hal.4

[3] Muhammad Azhar, Proses belajar Mengajar Pola CBSA (Surabaya: Usaha Nasional, 1993), hal. 95
[4] Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), hal. 53

[5] Surihadi Saputro, Dasar- Dasar Metodologi Pengajaran Umum (IKIP Malang, 1993), hal.143

[6] Suryobroto. B. Mengenal Metode Pengajaran di Sekolah dan Pendekatan Baru Dalam Proses Belajar Mengajar. (Yokyakarta, 1986), hal.3
[7] E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2005), hal.107.

[8] B.S. Sijadbat, Mengajar Secara Profesional, (Bandung : Yayasan Kalam Hidup, 1993), hal. 231
[9] Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2004), hal.91

[10] Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2004), hal.91

[11] Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2004), hal.92

[12] B.S. Sijadbat, Mengajar Secara Profesional, (Bandung : Kalam Hidup, 1993), hal.239.

[13] Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2004), hal.97

[14]  J.S. Badudu, Kamus Kata-kata Serapan Asing Dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta : Kompas, 2003), hal. 304
[16] Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru, 1989), hal. 81.

[17] Syaiful Bahri Djamarah dan Azwan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), edisi revisi, hal. 85.

[18] Alipandie, Imansyah, Didaktik Metodik Pendidikan, (Surabaya : Penerbit Usaha Nasional, 1984), hal.91

[19] Sudirman, dkk,  Ilmu Pendidikan, (Bandung : Rosda Karya, 1984), hal. 141

[20] Slameto. Proses Belajar Mengajar dalam Sistem Kredit (SKS). (Jakarta : Penerbit Bumi Aksara, 1990), hal.115.

[21] Mulyani. S dan Johar Permana, Strategi Belajar Mengajar, (JATENG: DEPDIKBUD Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 1999), hal. 151.

[22] Simamora, Roymond H, Buku Ajar Pendidikan Dalam Keperawatan. (Jakarta : EGC, 2009), hal.58
[23] Sudirman, dkk,  Ilmu Pendidikan, (Bandung : Rosda Karya, 1984), hal. 142

[24] Ibid.

[25] Alipandie, Imansyah, Didaktik Metodik Pendidikan,  (Surabaya: Penerbit Usaha Nasional, 1984), hal.92
[26] Simamora, Roymond H. Buku Ajar Pendidikan Dalam Keperawatan, (: EGC, 2009), hal.58

[28] Syaiful Bahri Djamarah, dan Aswan Zain, op. cit, hal. 86
[29] Sudirman, dkk,  Ilmu Pendidikan, (Bandung : Rosda Karya, 1984), hal. 145

[30] Sri Anitah Wiryawan. Strategi Belajar Mengajar. Depdikbuda. Uiversitas Terbuka, (Jakarta, 1990), hal. 30

[31] B.S. Sijadbat, Mengajar Secara Profesional, (Bandung : Yayasan Kalam Hidup, 1993), hal.259

STRATEGI PEMBELAJARAN



STRATEGI PEMBELAJARAN
Pengertian Strategi Pembelajaran, Komponen Pembelajaran, Jenis-Jenis Strategi Pembelajaran, Kriteria Pemilihan Strategi Pembelajaran, Strategi Pembelajaran Yang Efektif

a.      Pengertian Strategi Pembelajaran
Istilah strategi pada mulanya digunakan dalam dunia kemiliteran. Strategi berasal dari bahasa Yunani strategos yang berarti jenderal atau panglima, sehingga strategi diartikan sebagai ilmu kejenderalan atau ilmu kepanglimaan.[1] Strategi dalam pengertian kemiliteran ini berarti cara penggunaan seluruh kekuatan militer untuk mencapai tujuan perang. Tujuan perang itu sendiri tidak ditentukan oleh militer, tetapi oleh politik.  Artinya tujuan sudah ditetapkan oleh politik, maka militer harus memenangkannya.
Menurut Wina Sanjaya, dalam dunia pendidikan, strategi diartikan sebagai “a plan method, or series of activities designed to achieves a particular educational goal (perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang di desain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”[2]. Pembelajaran yang diidentikkan dengan kata “mengajar” berasal dari kata dasar “ajar” yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui (diturut)  ditambah dengan awalan “pe” dan akhiran “an menjadi “pembelajaran”, yang berarti proses, perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan sehingga anak didik mau belajar [3].
Istilah strategi dibedakan dengan taktik. Strategi dalam dunia kemiliteran berhubungan dengan perang, yaitu cara paling efektif untuk memenangkan perang. Sedangkan taktik berhubungan dengan pertempuran yang harus dilakukan untuk melaksanakan peperangan itu. Jadi kalau strategi itu adalah ilmu peperangan, maka taktik itu adalah ilmu pertempuran.
Di dalam perkembangannya pengertian strategi tersebut kemudian diterapkan dalam dunia pendidikan. W. Gulo mengutip definisi strategi menurut Ensiklopedia Pendidikan, strategi ialah the art of bringing forces to the battle field in favourable position. Jelas dalam pengertian ini strategi adalah suatu seni, yaitu seni membawa pasukan ke dalam medan tempur dalam posisi yang paling menguntungkan.[4]
Dalam perkembangan selanjutnya strategi tidak lagi hanya seni, tetapi sudah merupakan ilmu pengetahuan yang dapat dipelajari. Dengan demikian, istilah strategi yang diterapkan dalam dunia pendidikan, khususnya dalam kegiatan pembelajaran adalah suatu seni dan ilmu untuk membawakan atau menyampaikan pengajaran di kelas sedemikian rupa sehingga tujuan pengajaran yang telah ditetapkan dapat dicapai secara efektif. 
Untuk melaksanakan suatu strategi tertentu diperlukan seperangkat metode pengajaran. Suatu program yang diselenggarakan oleh guru dalam satu kali tatap muka, guru bisa melaksanakan beberapa metode seperti ceramah, diskusi kelompok, dan tanya jawab. Keseluruhan metode itu termasuk media pendidikan yang digunakan untuk menggambarkan strategi pembelajaran. Dengan demikian, strategi dapat diartikan sebagai rencana kegiatan untuk mencapai sesuatu. Sedangkan metode ialah cara untuk mencapai sesuatu. Jadi metode pengajaran termasuk dalam perencanaan atau strategi pembelajaran.
Sedangkan Pembelajaran merupakan terjemahan dari kata “instruction” yang dalam bahasa Latin “instructus” atau “Intruere” yang berarti menyampaikan pikiran, dengan demikian arti Pembelajaran adalah menyampaikan pikiran atau ide yang telah diolah secara bermakna melalui pembelajaran. Pengertian ini lebih mengarah kepada guru sebagai pelaku perubahan.[5]
Kegiatan pembelajaran sesungguhnya dirancang untuk  memberikan pengalaman belajar  yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi  antar-siswa dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka mencapai kompetensi dasar. Pengalaman belajar yang dimaksud  dapat terwujud  melalui penggunaan strategi pembelajaran  yang bervariasi dan berpusat pada siswa  (student centered). Pengalaman belajar ini memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai oleh siswa.
Lebih lanjut Bambang Warsita mengatakan ada lima prinsip yang menjadi landasan pengertian pembelajaran, yakni:
1.        Pembelajaran sebagai usaha untuk memperoleh perubahan perilaku. Prinsip ini mengandung makna bahwa ciri utama proses  pembelajaran itu adalah adanya perubahan perilaku dalam diri siswa.
2.        Hasil pembelajaran ditandai dengan perubahan perilaku secara keseluruhan. Prinsip ini mengandung makna bahwa perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran  meliputi semua aspek perilaku dan bukan hanya satu atau dua aspek saja. Perubahan itu meliputi kognitif, afektif, dan psikomotorik.
3.        Pembelajaran merupakan suatu proses. Prinsip ini mengandung makna bahwa pembelajaran itu merupakan suatu aktivitas yang berkesinambungan, di dalam aktivitas itu terjadi  adanya tahapan-tahapan aktivitas  yang sistematis dan terarah. Jadi, pembelajaran bukan sebagai suatu rangkaian aktivitas-aktivitas yang dinamis dan saling berkaitan.
4.        Proses pembelajaran terjadi karena adanya sesuatu yang mendorong dan adanya suatu tujuan yang akan dicapai. Prinsip ini mengandung makna bahwa aktivitas pembelajaran  itu terjadi karena adanya  kebutuhan yang harus dipuaskan  dan adanya tujuan yang akan dicapai.  Jadi, belajar tidak mungkin akan efektif tanpa adanya dorongan atau motivasi dan tujuan.
5.        Pembelajaran merupakan  bentuk pengalaman. Pengalaman pada dasarnya  adalah kehidupan melalui situasi yang nyata dengan tujuan tertentu, pembelajaran merupakan bentuk interaksi individu dengan lingkungannya sehingga banyak memberikan pengalaman dari situasi nyata.[6]


b.      Komponen Pembelajaran
Secara umum, komponen strategi pembelajaran dapat dikelompokkan  sebagai berikut:
1.      Komponen pertama yaitu urutan (sequence) kegiatan pembelajaran
Mengurutkan kegiatan pembelajaran dapat memudahkan guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajarannya, guru dapat mengetahui cara memulainya, menyajikannya, dan menutup pelajaran. Oleh karena itu, untuk memudahkan pada komponen ini dapat dibagi lagi menjadi subkomponen, sebagai berikut:
1)      Subkomponen pendahuluan; merupakan kegiatan awal dalam pembelajaran. Kegiatan ini mempunyai tujuan untuk memberikan motivasi  kepada siswa, memusatkan perhatian siswa agar siswa bisa mempersiapkan dirinya untuk menerima pelajaran dan juga mengetahui kemampuan siswa atau apa yang telah dikuasai siswa sebelumnya  dan berkaitan dengan materi pelajaran yang akan disampaikan. Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini adalah memberikan gambaran singkat tentang isi pelajaran, menjelaskan relevansi isi pelajaran baru dengan pengalaman siswa dan menjelaskan dengan tujuan.
2)      Subkomponen penyajian; kegiatan ini merupakan  inti dari kegiatan pembelajaran. Dalam kegiatan ini siswa akan ditanamkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang telah dimiliki dikembangkan pada tahap ini. Tahap-tahapnya adalah menguraikan materi pelajaran, memberikan contoh atau ilustrasi dan memberikan latihan yang disesuaikan dengan materi pelajaran.
3)      Subkomponen penutup; merupakan kegiatan akhir dalam urutan kegiatan pembelajaran. Dilaksanakan untuk memberikan  penegasan atau kesimpulan dan penilaian terhadap penguasaan materi pelajaran yang telah diberikan, baik tes formatif dan umpan balik (follow up). Selanjutnya adalah kegiatan tindak lanjut.
2.      Komponen kedua yaitu metode pembelajaran
Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan pesan pembelajaran kepada siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Guru harus dapat memilih metode yang tepat dengan materi pelajaran agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Oleh sebab  itu,  guru harus pandai memilih dan menggunakan metode-metode pembelajaran yang sesuai dengan materi dan karakteristik siswa.
Macam-macam metode pembelajaran antara lain; a) metode ceramah, b) metode demonstrasi, c) metode discovery, d) metode simulasi, e) metode diskusi, f) metode praktikum, g) metode studi mandiri, h) metode bermain peran, i) metode studi kasus.
Dengan demikian, di dalam pembelajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan, mengembangkan metode untuk mencapai hasil  pembelajaran yang diinginkan. Pembelajaran lebih menekankan pada cara-cara untuk mencapai tujuan dan berkaitan dengan bagaimana cara mengorganisasikan isi pembelajaran, menyampaikan isi pembelajaran dan mengelola pembelajaran.
3.      Komponen ketiga yaitu media yang digunakan
Media adalah segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi pembelajaran. Media dapat berbentuk guru, alat-alat elektronik, media cetak, media audio, media audiovisual (video), dan lain sebagainya.
Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih media pembelajaran adalah: 1) ketepatan dengan tujuan pembelajaran, 2) dukungan terhadap isi pelajaran, 3) kemudahan memperoleh media, 4) keterampilan guru dalam menggunakan media, 5) ketersediaan waktu dalam menggunakannya, 6) sesuai dengan taraf berpikir siswa.
Media pembelajaran mempunyai nilai-nilai praktis berupa kemampuan untuk: 1) membuat konsep yang abstrak menjadi konkrit, 2) melampaui batas indra, waktu, dan ruang, 3) menghasilkan seragaman pengamatan, 4) memberi kesempatan pengguna mengontrol arah  maupun kecepatan belajar, 5) membangkitkan keinginan dan motivasi belajar, dan 6) dapat memberikan pengalaman belajar yang menyeluruh dari yang abstrak sampai yang konkrit.
4.      Komponen keempat yaitu waktu tatap muka
Guru harus tahu alokasi waktu yang diperlukan dalam menyelesaikan pembelajaran dan waktu yang digunakan guru dalam menyampaikan informasi pembelajaran. Sehingga proses pembelajaran berjalan sesuai dengan target yang ingin dicapai.
5.      Komponen kelima yaitu pengelolaan kelas
Pengelolaan kelas adalah serangkaian tindakan guru yang ditunjukkan untuk mendorong munculnya tingkah laku siswa yang diharapkan dan menghilangkan tingkah laku  siswa  yang tidak diharapkan, menciptakan hubungan interpersonal yang baik dan iklim sosio-emosional yang positif, serta menciptakan dan memelihara organisasi  kelas yang produktif dan efektif. Dengan kata lain, pengelolaan kelas adalah usaha guru menciptakan, memelihara, dan mengembangkan iklim belajar yang kondusif.[7]

c.       Jenis-Jenis Strategi Pembelajaran
Ada strategi pembelajaran yang dikelompokkan berdasarkan komponen yang mendapat tekanan dalam program pengajaran.  Dalam hal ini dikenal tiga macam strategi pembelajaran yaitu:
1.      Strategi pembelajaran yang berpusat pada guru
2.      Strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik
3.      Strategi pembelajaran yang berpusat pada materi[8]

d.      Kriteria Pemilihan Strategi Pembelajaran
Bambang Warsita menjelaskan bahwa Kriteria strategi pembelajaran adalah aturan tentang menentukan peringkat-peringkat kondisi sesuatu atau rentangan-rentangan nilai agar data yang diperoleh dari lapangan dapat dipahami oleh orang lain  dan bermakna  bagi pengambilan keputusan dalam rangka memilih strategi pembelajaran yang terbaik, tepat, dan sesuai  dengan kebutuhan dan kondisi peserta didik.[9] Model pembelajaran semacam ini hanya dapat terlaksana dengan  baik apabila guru mampu mengembangkan strategi pembelajaran yang efektif. Artinya bahwa di dalam setiap kegiatan pembelajaran guru pasti menggunakan berbagai strategi, namun strategi itu belum tentu semua sama efektifnya dalam mencapai tujuan pembelajaran. Untuk itu, dibutuhkan kreativitas guru dalam mengembangkan dan memilih strategi pembelajaran yang efektif. 
Bambang Warsita mengutip Mayer, menjelaskan beberapa kriteria yang dapat digunakan dalam memilih strategi pembelajaran yakni:
1.      Berorientasi pada tujuan pembelajaran
2.      Pilih metode dan teknik pembelajaran yang sesuai dengan ketrampilan yang diharapkan dapat memiliki peserta didik saat bekerja nanti (berorientasi pada dunia kerja).
3.      Gunakan media pembelajaran yang sebanyak dan sevariasi mungkin untuk memberikan rangsangan pada semua indra peserta didik.[10]
Berdasarkan kriteria penggunaan media di atas, maka pemilihan strategi pembelajaran pada dasarnya membandingkan antara satu jenis strategi pembelajaran dengan jenis strategi pembelajaran yang lain. Memilih strategi pembelajaran hendaknya tidak dilakukan dengan sembarangan, tetapi hendaknya dilakukan atas kriteria, tolok ukur atau standar tertentu.

e.      Strategi Pembelajaran Yang Efektif
Mengajar adalah membimbing siswa  agar mengalami proses belajar, dan dalam belajar siswa menghendaki hasil belajar yang efektif bagi dirinya. Oleh sebab itu, untuk melaksanakan pengajaran yang efektif diperlukan syarat-syarat sebagai berikut[11]:
1)      Belajar secara aktif, baik mental maupun fisik;
2)      Guru harus mempergunakan banyak metode pada waktu mengajar;
3)      Motivasi guru; 
4)      Kurikulum yang baik dan seimbang;
5)      Guru perlu mempertimbangkan perbedaan individual;
6)      Membuat perencanaan sebelum mengajar;
7)      Pengaruh guru yang sugestif  perlu diberikan kepada siswa;
8)      memiliki keberanian menghadapi siswa dan masalah yang timbul pada waktu proses pembelajaran;
9)      Menciptakan suasana demokratis di sekolah;
10)  Guru mampu merangsang siswa untuk berpikir;
11)  Pelajaran siswa yang diberikan perlu diintegrasikan;
12)  Pelajaran di sekolah perlu dihubungkan dengan kehidupan yang nyata;
13)  Guru memberi kesempatan/kebebasan kepada siswa untuk dapat menyelidiki, mengamati, dan mencari pemecahan sendiri dalam belajar;
14)  Pengajaran Remedial.
            Slameto lebih lanjut mengatakan bahwa dalam pengajaran yang efektif, guru dituntut untuk mempertimbangkan hal-hal berikut[12]:
1)      Penguasaan bahan pelajaran;
2)      Cinta kepada yang diajarkan;
3)      Pengalaman pribadi  dan pengetahuan yang telah dimiliki siswa;
4)      Variasi Metode; 
5)      Seorang guru harus sadar bahwa dirinya tidak mungkin  menguasai  bahan pelajaran jadi  harus selalu  menambah ilmunya;           
6)      Memberikan pengetahuan yang actual dengan penuh persiapan;
7)      Berani memberikan pujian;
8)      Guru mampu menimbulkan semangat belajar secara individual kepada siswa.



[1] W. Gulo, Strategi Belajar-Mengajar, (Jakarta: Grasindo, 2008), hlm. 1
[2] Wina Sanjaya. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta:  Kencana, 2006), hal. 124. 
[3] Suharto. Kamus Bahasa Indonesia Terbaru, (Surabaya:  Indah 1996), hal. 92.
[4] W. Gulo, Strategi Belajar-Mengajar, (Jakarta: Grasindo, 2008), hlm. 2
[5] Bambang Warsita, Teknologi Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm. 265 
[6] Bambang Warsita, Teknologi Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm. 267

[7] Bambang Warsita, Teknologi Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm  272-274
[8] Endang S. Hartanto, Diktat Strategi Pembelajaran, (Jakarta: STT SETIA, 2008), hlm. 5
[9]  Bambang Warsita, Teknologi Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm. 283
[10]  Bambang Warsita, Teknologi Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm. 284   
[11] Slameto, Belajar dan factor-faktor yang mempengaruhinya, (Jakarta: rineka Cipta, 2003), hlm. 92-94
[12] Slameto, Belajar dan factor-faktor yang mempengaruhinya, (Jakarta: rineka Cipta, 2003), hlm. 95-96