KoreshInfo

SYARAT-SYARAT GURU PROFESIONAL DAN CIRI-CIRI PROFESI KEGURUAN

SYARAT-SYARAT GURU PROFESIONAL DAN CIRI-CIRI PROFESI KEGURUAN (Dr. Rusman, M.Pd) § Kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang...

Thursday, 4 February 2016

Pengertian Motivasi, Bentuk-Bentuk Motivasi Belajar, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Belajar dan Strategi Pemberian Motivasi Oleh Guru



Pengertian Motivasi, Bentuk-Bentuk Motivasi Belajar,
 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Belajar dan Strategi Pemberian Motivasi Oleh Guru

Pengertian Motivasi
Motivasi berasal dari bahasa latin Movereartinya menggerakkan. Motivasi adalah suatu energi penggerak,  pengarah dan memperkuat tingkah laku. Motivasi belajar dapat dilihat dari karakter tingkah laku siswa yang menyangkut minat, ketajaman perhatian, konsentrasi dan tekun mencapai tujuan.[1]
 Motivasi adalah gejala psikologis dalam bentuk dorongan yang timbal balik pada diri seseorang baik sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. [2]
Menurut Mahfudh Shalahuddin, motivasi adalah dorongan dari dalam yang digambarkan sebagai harapan, keinginan dan sebagainya, yang bersifat menggiatkan atau menggerakkan individu untuk bertindak atau bertingkah laku, guna memenuhi kebutuhan[3].
Selanjutnya menurut Dimyati dan Mudjiono, motivasi adalah dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia termasuk perilaku belajar[4].
Menurut Sardiman A.M , motivasi adalah serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang itu mau dan ingin melakukan sesuatu, bila ia tidak suka, maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu[5].
Menurut J. Ravianyo dalam bukunya yang berjudul, “Produktivitas dan Tenaga Kerja Indonesia”; pengertian motivasi sebagai kondisi mental yang mendorong aktivitas dan memberikan kekuatan yang mengarah untuk mencapai kebutuhan, memberikan kepuasan atau mengurangi ketikdakseimbangan”[6].
 Selanjutnya menurut Sumardi Suryabrata, motivasi adalah keadaan dalam pribadi orang yang mendorong individu untuk melakukan aktivitas-akativitas tertentu guna mencapai sesuatu tujuan”[7].
Menurut Badudu-Zain dalam kamus Umum Bahasa Indonesia dikatakan bahwa:  ”Motivasi adalah niat, dorongan dasar untuk berbuat sesuatu.”[8]
Supriyono Widodo mengemukakan bahwa “Motivasi adalah suatu energi penggerak, pengarah dan memperkuat tingkah laku”.[9]
Motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandal dengan timbulnya afektif (perasaan) dan reaksi untuk mencapai tujuan.
Dalam motivasi terkandung adanya keinginan untuk mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan sikap dan perilaku individu belajar[10]. Kartono memandang motivasi sebagai dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia.[11]
Noor, melihat ada tiga kompnen utama yang terkandung dalam kata motivasi yaitu kebutuhan, dorongan, tujuan. Dorongan dalam hal ini dipahami oleh Noor sebagai “kekuatan mental untuk melakukan kegiatan dalam rangka memenuhi harapan”. Artinya sebagai kekuatan mental, dorongan berorientasi pada pemenuhan harapan atau pencapaian tujuan. Dorongan yang berorientasi pada tujuan tersebut dilihat oleh Noor sebagai inti dan motivasi.[12]
Motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non intelektual. Perannya yang khas adalah dalam hal penambahan gairah, merasa senang dan semangat dalam belajar. Siswa yang memiliki motivasi yang kuat, akan memiliki banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar[13]
Ardhana  mengemukakan: “Motivasi adalah keadaan dalam pribadi orang  yang mendorong individu untuk melakukan aktivitas tertentu untuk mencapai tujuan.[14] “Motivasi dapat dipandang sebagai suatu istilah umum yang menunjuk kepada pengaturan tingkah laku individu dimana kebutuhan-kebutuhan-kebutuhan atau dorongan-dorongan dari dalam dan intensif (semacam hadiah) dari lingkungan mendorong individu untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhannya atau untuk berusaha menuju tercapainya tujuan yang diharapkan. Apabila organisme manusia berada dalam kesiapan untuk merespon kepada situasi dan terdapat perangsang yang sesuai, maka organisme “dimotivasi” atau didorong oleh  suatu desakan untuk berbaur dalam suatu kegiatan yang memuaskan. Terus berlangsungnya fungsi suatu desakan terlepas dari satu atau dua pengalaman frustrasi, adalah suatu bukti adanya dorongan kuat yang menyebabkan individu menuju pada pencapaian suatu tujuan khusus. Ketetapan atau terus berlangsungnya hingga tercapainya sesuatu hasil yang diharapkan adalah suatu sifat yang penting dari motivasi”.[15]
Menghubungkannya dengan kegiatan belajar di sekolah, “Motivasi itu berhubungan erat dengan tujuan yang ingin dicapai oleh seorang siswa melalui kegiatan belajar yang sedang diikutinya”.[16] Secara etimologis, motivasi merupakan bentukan dari kata motif. Berasal dari Bahasa Inggris yaitu “motive is causing movement, reason for doing something”.[17] Yang berarti motif adalah penyebab pergerakan, alasan untuk melakukan sesuatu. Sedangkan motivasi adalah bentuk kata benda dari motif, dengan demikian secara singkat dapat dikatakan bahwa motivasi adalah sesuatu yang dapat menimbulkan penyebab untuk melakukan pergerakan, atau alasan untuk melakukan sesuatu.
Eysenck (dkk) mengatakan bahwa, “Motivasi adalah suatu proses menentukan  tingkatan kegiatan, intensitas, konsistensi, serta arah umum dari tingkah laku manusia”.[18] Hal ini lebih mengarah kepada kegiatan belajar secara spesifik, sehingga guru tidak dapat menyimpulkan secara sembarangan saja mengenai keadaan siswa apakah siswa tersebut memiliki motivasi atau tidak. Hal ini dikarenakan motivasi itu adalah kondisi internal siswa yang tidak dapat dilihat begitu saja dari keadaan fisik siswa misalnya: ekspresi wajah, gerakan tubuh atau tutur kata. Dari pendapat Eysenck tersebut, dapat ditarik suatu asumsi bahwa bisa saja seorang siswa yang kelihatan “tidak bermotivasi” sesungguhnya bermotivasi tetapi tidak pada tingkatan yang diharapkan oleh sang pengajar.
Thomas M. Risk mendefinisikan motivasi adalah: “usaha yang disadari oleh pihak guru untuk menimbulkan motif-motif pada diri peserta didik/pelajar yang menunjang kegiatan ke arah tujuan-tujuan belajar”. [19]
Dari beberapa pendapat motivasi dapat di definisikan:
1.      Suatu perubahan tenaga dalam diri seseorang
2.      Setiap perubahan, motivasi berakibat pada perubahan tenaga di dalam sistem fisiologis dari organisme manusia.
3.      Ditandai oleh dorongan efektif, lebih bersemangat.
4.      Ditandai oleh reaksi-reaksi mencapai tujuan, yaitu tindakan nyata.

Jenis Motivasi
Secara umum, dalam hubungannya dengan belajar, para ahli sepakat mengklasifikasikan motivasi ke dalam dua jenis menurut timbulnya, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.
Muhibbin Syah mengatakan secara umum motivasi diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu:
(1)   Motivasi intrinsik. Adalah hal dan keadaan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar. Yang tergolong ke dalam klasifikasi ini adalah : perasaan menyenangi materi dan kebutuhannya terhadap materi tersebut misalnya materi pelajaran tersebut berhubungan dengan cita-cita masa depan siswa yang bersangkutan.[20]
(2)   Motivasi Ekstrinsik. Adalah hal dan keadaan yang datang dari luar individu siswa yang mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar. Yang tergolong ke dalam motivasi eksternal ini adalah: pujian dan hadiah, peraturan/tata tertib sekolah, suri teladan orang tua/guru, dan lain-lain.[21] Seorang guru sebaiknya memahami juga, bahwa motivasi ekstrinsik, hanya efektif jika adanya perangsang-perangsang dari luar yang mengakibatkan seorang siswa mengubah tingkah lakunya secara efektif. Dalam kegiatan belajar mengajar, motivasi ekstrinsik seringkali hanya memegang peranan yang kecil, namun seringkali seorang guru menganggap dirinya mampu mengubah motivasi internal dengan upaya tertentu (memberi hadiah atau hukuman). Motivasi ekstrinsik ini, hanya akan efektif jika motivasi intrinsik siswa mengalami perubahan dengan sendirinya melalui sejumlah pengalaman. Maka, seorang guru sebaiknya tidak terlalu terpaku merencanakan motivasi eksternal yang terlalu berlebihan, agar tidak membuat siswa hanya membeo tingkah laku atau kemampuan yang dimilikinya.
Oemar Hamalik memperjelas: “motivasi intrinsik sebagai sound motivation yang artinya adalah motivasi yang riil, yang memiliki nilai-nilai yang sesungguhnya. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang berasal dari luar situasi belajar-mengajar”.[22]
Sardiman A. M mengatakan motivasi terdiri dari:
-         Motivasi Instrinsik
Motivasi Intrinsik adalah suatu motif atau dorongan yang berasal dan dalam diri seseorang untuk melaksanakan suatu kegiatan. Sardiman menandaskan bahwa motivasi intrinsik adalah motif-motif yang tidak perlu dirangsang dan luar, karena dalam din setiap mdividu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Motivasi intrinsik adalah hal keadaan yang berasal dan dalam din siswa sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar. Termasuk dalam motivasi intrinsik siswa adalah perasaan menyenangi materi dan kebutuhannya terhadap materi tersebut misalnya untuk kehidupan masa depan siswa yang bersangkutan.
-         Motivasi Ekstrinsik
      Motivasi ekstrinsik adalah motif atau dorongan yang datang dari luar dirinya atau dorongan itu datang dan orang lain. Tujuan dan motivasi ekstrinsik ini adalah untuk membangkitkan minat seseorang agar lebih rajin dalam melakukan pekerjaannya. Motivasi ekstrinsik ini aktif apabila ada rangsangan dari luar dirinya yang dilakukan oleh orang-orang yang peduli akan perkembangan pribadinya[23]
Motivasi ekstrinsik ini perlu diperhatikan terutama bagi pendidik sebagai :orang yang paling bertanggung jawab dalam pembentukan pribadi anak-anak. Memang hasrat di dorong agar mau belajar atau mau melakukan sesuatu kegiatan Motivasi ekstrinsik juga termasuk yang dipelajan (learned motives) karena motif ini dapat dimiliki seseorang melalui proses kematangan, latihan, melalui belajar.
Motivasi ekstrinsik adalah hal atau keadaan yang datang dan luar individu siswa yang juga mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar, pujian dan hadiah, peraturan/tata tertip sekolah, sikap teladan dan orang tua, guru dan seterusnya merupakan contoh-contoh konkret motivasi ekstrinsik yang dapat menolong siswa dalam belajar[24]
Purwanto menggo1ongkan motif-motif tersebut menjadi tiga golongan yaitu :
  1. Motif-motif atau kebutuhan organis, misal kebutuhan untuk makan, kebutuhan untuk bernafas.
  2. Motif darurat misalnya, dorongan untuk menyelamatkan diri, dorongan untuk membalas, dorongan untuk berusaha.
  3. Motif obyektif, yang menyangkut kebutuhan untuk melakukan manipulasi’ untuk menarik perhatian.[25]
Hilgard sebagaimana dikutip oleh S. Nasution mengatakan bahwa: “Learning is the process by which an activity originates or changed through training procedures (whether laboratory or is the natural environment) as distinguished from changes by factors not attributable to training”.[26] Yang artinya, belajar adalah suatu proses yang mana aktivitas yang dihasilkan atau prosedur perubahan melalui latihan (baik di laboratorium maupun di lingkungan alami) sebagaimana terlihat dari perubahan-perubahan yang tidak dapat dihubungkan dengan pelatihan dimaksud. Hal ini menunjukkan bahwa belajar berhubungan erat dengan melatih diri untuk menguasai sejumlah keahlian. Dan keahlian tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari setelah selesai belajar, sekalipun persoalan yang dihadapi tidak seperti yang dihadapi ketika sedang belajar. Dengan memperhatikan hal di atas, maka guru dengan segala upayanya untuk membuat siswa belajar adalah motivasi ekstrinsik bagi siswa. Guru perlu juga memperhatikan bahwa pikiran atau persepsi sendiri sering lebih kuat dari kebenaran yang letaknya di luar diri sendiri.
Oleh karena itu, tugas guru sangat berat untuk memberikan upaya yang maksimal dalam rangka menimbulkan motivasi yang sama kuatnya dengan motivasi yang berasal dari dalam diri sendiri.

Bentuk-Bentuk Motivasi Belajar
Menurut Sudirman A.M, ada beberapa bentuk dan cara yang menumbuhkan motivasi yaitu:
1.      Memberi angka
2.      Hadiah
3.      Saingan/Kompetisi
4.      Harga diri
5.      Menilai ulangan
6.      Mengetahui hasil
7.      Pujian
8.      Hukuman
9.      Hasrat untuk belajar
10.  Minat
11.  Tujuan yang diakui.”[27]

a.       Memberi Angka
Angka dalam hal ini merupakan simbol dari nilai kegiatan belajar. Angka-angka yang baik bagi para siswa merupakan motivasi yang sangat kuat.  Namun sebagai guru haruslah mengetahui bahwa pemaparan angka-angka seperti itu belum merupakan hasil belajar yang sejati, hasil belajar yang bermakna, langkah yang dilakukan adalah guru memberi angka.  Angka dapat dikaitkan dengan value yang terkandung dalam setiap pengetahuan yang diajarkan kepada siswa sehingga tidak sekedar kognitif saja, tetapi keterampilan dan afektifnya.
b.      Hadiah
Hadiah dapat sebagai motivasi, tetapi tidak selalu demikian, karena hadiah untuk sebuah pekerjaan, mungkin tidak akan menarik bagi seseorang yang tidak senang dan tidak berkat untuk pekerjaan tersebut.
c.       Saingan/ Kompetisi
Saingan/kompetisi dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong belajar siswa.  Persaingan individual maupun persaingan kelompok dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
d.      Harga Diri
Membutuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan kepentingan tugas dan menerimanya sebagai tantangan sehingga bekerja keras dengan mempertahankan harga dirinya adalah salah satu bentuk motivasinya yang cukup penting. Seseorang akan berusaha dengan segenap tenaga untuk memacu prestasi yang baik dengan menjaga harga dirinya.
e.       Menilai Ulangan
Para siswa akan menjaga giat belajarnya kalau mengetahui akan adanya ulangan. Oleh karena itu memberi ulangan itu juga merupakan sarana motivasi, tetapi guru juga terlalu sering memberi ulangan karena bisa membosankan siswa. Maka sebelum ulangan guru sebaiknya terlebih dahulu memberitahukan akan adanya ulangan.
f.        Mengetahui Hasil
Dengan mengetahui hasil pelajaran apalagi kalau terjadi kemajuan akan mendorong siswa untuk lebih giat belajar.  Semakin mengetahui grafik hasil belajar meningkat, maka akan ada motivasi pada diri siswa untuk belajar terus menerus dengan harapan-harapan hasilnya terus meningkat.
g.       Pujian
Apabila ada siswa yang sukses atau berhasil menyelesaikan tugasnya dengan baik perlu diberikan pujian. Pujian ini adalah bentuk reinforcement yang positif sekaligus merupakan motivasi. Pemberiannya harus tepat, dengan pujian yang tepat akan nampak suasana yang menyenangkan dan mempertimbangkan gairah belajar.
h.       Hukuman
Hukuman sebagai reinforcement yang negatif, tetapi kalau diberikan secara tepat, dan bijak akan menjadi alat motivasi. Oleh karena itu guru harus memahami prinsip-prinsip pemberian hukuman.
i.         Hasrat Untuk Belajar
Hasrat untuk belajar adalah unsur kesengajaan, ada maksud untuk, hal ini lebih baik, bila dibandingkan segala sesuatu kegiatan yang tanpa maksud. Hasrat berarti ada pada diri seseorang.
j.        Minat
Motivasi erat hubungan dengan minat, motivasi muncul karena adanya kebutuhan. Begitu juga dengan minat, sehingga tepatlah bahwa minat merupakan alat motivasi yang pokok dalam proses belajar.
k.      Tujuan yang diakui
Rumusan tujuan yang diakui akan terima baik oleh siswa dan akan merupakan alat motivasi yang sangat penting sekali dengan memahami tujuan yang harus dicapai karena disana sangat berguna dan menguntungkan maka akan timbul gairah untuk terus belajar. Guru mengembangkan dan mengarahkan hingga dapat melahirkan hasil belajar yang bermakna.

Motivasi yang diberikan oleh guru kepada anak didik supaya anak didik dapat terdorong untuk belajar di sekolah adalah dengan memberi angka kepada siswa sebagai simbol atau nilai kegiatan di dalam belajar. Hadiah yang diberikan sebagai penghargaan atau supaya pekerjaan belajarnya yang membuat siswa termotivasi, saingan/kompetisi di dalam proses belajar mengajar mengarahkan anak didik untuk lebih meningkatkan prestasi, ego involmen (harga diri) yang dimiliki siswa hendaknya dapat digunakan guru untuk meningkatkan hasil belajar siswa yang akan dicapai dengan memberi ulangan sebagai evaluasi di dalam mencapai hasil belajar yang dilakukan oleh guru dapat mendorong anak didik untuk termotivasi dan bisa menjawab ulangan yang diberikan mengetahui hasil belajar seseorang anak.  Apabila mengetahui hasil belajar dari evaluasi yang diberikan akan semangat meningkatkan belajarnya serta adanya peran serta orang tua.  Dengan lambang tanda tangan orang tua untuk setiap hasil ulangan, pujian seorang guru diberikan kepada anak didik merupakan reinforcement yang positif sekaligus motivasi yang baik, hukuman merupakan reinforcement yang negatif tetapi guru harus memberikan secara tepat dan bijak. Hasrat belajar yang dimiliki anak didik dapat menghasilkan motivasi untuk hasil belajar siswa, minat guru dapat memotivasi siswa dengan melihat minat yang dimiliki anak didik. Guru dapat mengajar untuk memberikan pengetahuan untuk mencapai tujuan belajar, guru haruslah dapat mengarahkan siswa yang rajin menjadi belajar lebih bermakna sehingga hasilnyapun akan bermakna bagi kehidupan.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Belajar
Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi manusia untuk belajar. Motivasi belajar terjadi dari tindakan perbuatan persiapan mengajar.  Menurut Dimyati faktor-faktor yang mempengaruhi belajar adalah sebagai berikut :
1.      Cita-cita/aspirasi jiwa
2.      Kemampuan siswa
3.      Kondisi siswa
4.      Kondisi lingkungan siswa
5.      Unsur-unsur dinamis dalam belajar dan pembelajaran
6.      Upaya guru dalam mengelola kelas.”[28]
1).    Cita-cita / Aspirasi Siswa
Motivasi belajar tampak pada keinginan anak yang sejak kecil, seperti keinginan bermain.  Keberhasilan mencapai keinginan tersebut menumbuhkan keinginan bergiat.  Bahkan dikemudian hari menimbulkan  cita-cita dalam kehidupan. Timbulnya cita-cita dibarengi oleh perkembangan akal, moral, kemauan, bahasa dan nilai-nilai kehidupan.
2).    Kemampuan  Siswa
Keinginan seorang anak perlu dibarengi kemampuan dan kecakapan mencapainya. Keinginan membaca perlu dibarengi kemampuan mengenal dan mengucapkan huruf ”R”.  Misalnya dapat dibatasi dengan diri melatih ucapan ”R” yang benar.  Latihan berulang kali menyebabkan bentuknya kemampuan mengucapkan ”R”.  Dengan kemampuan pengucapan huruf ”R” akan terpenuhi keinginan akan kemampuan belajar yang memperkuat anak-anak untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangan.
3).    Kondisi Siswa
Kondisi siswa yang meliputi kondisi jasmani dan rohani mempengaruhi motivasi belajar.  Seorang yang sakit, lapar atau marah-marah akan mengganggu perhatian belajar.  Sebaliknya seorang siswa yang sehat, kenyang, dan gembira akan memusatkan perhatian pada pelajaran dan akan termotivasi untuk belajar.
4).    Kondisi Lingkungan Siswa
Lingkungan siswa dapat berubah keadaan alam, lingkungan tempat tinggal, pergaulan sebaya dan kehidupan masyarakat.  Sebagai anggota masyarakat, maka siswa dapat terpengaruh oleh lingkungan sekitar, bencana alam, tempat tinggal yang kumuh, ancaman teman yang nakal akan mengganggu kesungguhan belajar, sebaliknya kampus, sekolah yang indah, pergaulan siswa yang rukun akan memperkuat motivasi belajar.  Dengan lingkungan yang aman, tenteram, tertib dan indah maka semangat belajar akan mudah diperkuat.
5).    Unsur-Unsur Dinamis dalam Belajar dan Pembelajaran
Siswa memiliki perasaan, perhatian, kemauan, ingatan dan pikiran yang mengalami perubahan berkat pengalaman hidup, pengalaman teman sebayanya berpengaruh pada motivasi dan perilaku belajar. Lingkungan siswa yang berupa lingkungan alam, tempat tinggal dan pergaulan juga mengalami perubahan.  Lingkungan budaya siswa yang berupa surat kabar, majalah, rasio, ke semua lingkungan tersebut mendinamiskan motivasi belajar.
6).    Upaya Guru Dalam Mengelola Kelas
Upaya guru dalam membelajarkan siswa terjadi di sekolah maupun di luar sekolah. Upaya pembelajaran di sekolah meliputi hal-hal sebagai berikut:
a.       Menyelenggarakan tertib belajar di sekolah
b.      Membina disiplin belajar dalam setiap kesempatan
c.       Membina belajar tertib bergaul
d.      Membina belajar tertib lingkungan sekolah
Raymond dan Judith mengungkapkan ada empat pengaruh utama dalam motivasi belajar seorang anak yaitu:
  1. Budaya, masing-masing kelompok atau etnis telah menetapkan dan menyatakan secara tidak langsung nilai-nilai yang berkenaan dengan pengetahuan baik dalam pengertian akademis maupun tradisional. Nilai-nilai itu terungkap melalui pengaruh  agama, undang-undang politik untuk pendidikan serta melalui harapan-harapan orang tua yang berkenaan dengan persiapan anak-anak mereka dalam hubungannya dengan sekolah. Hal-hal ini akan mempengaruhi motivasi belajar anak.
  2. Keluarga, berdasarkan penelitian orang tua memberi pengaruh utama dalam memotivasi belajar seorang anak. Pengaruh mereka terhadap perkembangan motivasi belajar anak-anak memeberi pengaruh yang sangat kuat dalam setiap perkembangannya dan akan terus berlanjut sampai habis masa SMA dan sesudahnya.
  3. Sekolah, ketika sampai pada motivasi belajar, para gurulah yang membuat sebuah perbedaan. Dalam banyak hal mereka tidak sekuat seperti orang tua. Tetapi mereka bisa membuat kehidupan sekolah mnjadi menyenangkan atau menarik. Dan kita bisa mengingat seorang guru yang mernenuhi ruang kelas dengan kegembiraan dan harapan serta membukakan pintu-pintu kita untuk menemukan pengetahuan yang mengagumkan.
  4. Diri anak itu sendini, murid-murid yang mempunyai kemungkinan paling besar untuk belajar dengan serius, belajar dengan baik  dan masih bisa menikmati belajar, memiliki perilaku dan karakter pintar, berkualitas, mempunyai identitas, bisa mengatur din sendiri sudah pasti mempengaruhi motivasi belajarnya.[29]
Dilihat dan peranannya, maka orang tua dan guru paling berpengaruh dalam rangka memotivasi belajar siswa. Kerja sama antara kedua komponen mi akan menghasilkan kekuatan luar biasa yang bisa menumbuhkan motivasi belajar anak. Untuk menghasilkan kolaborasi dalam rangka mencapai tujuan yang baik maka pola kerja sama antara keduanya harus dirancang sedemikian rupa. Kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh orang tua dan guru harus teridentifikasi dengan jelas. Karena dengan memahami kekuatan dan kelemahan guru dan orang tha akan dapat membuat rancangan yang tepat untuk menumbuhkan motivasi anak.
Menurut pendapat Fo’arota Telaumbanua mengemukakan : “Motivasi sangat penting untuk dipahami karena melalui motivasi manusia terdorong untuk melakukan suatu pekerjaan”.[30] Lebih lanjut dikemukakan bahwa :”Timbulnya motivasi didasarkan atas dorongan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang dimiliki oleh setiap individu yaitu keinginan untuk berbuat dan bertindak.”[31] Memberikan motivasi kepada siswa berarti menggerakkan siswa untuk melakukan sesuatu dan ingin melakukan sesuatu. Pada tahap awal hal ini akan menyebabkan siswa merasa ada kebutuhan dan ingin melakukan sesuatu kegiatan belajar. Supaya kebutuhan itu menjadi jelas dalam diri siswa untuk membangun  motivasi maka lebih lanjut ada beberapa kebutuhan dasar yang dimiliki oleh peserta belajar antara lain :
a.      Kebutuhan untuk membuat sesuatu secara efektif
b.      Kebutuhan untuk menyenangkan orang lain
c.      Kebutuhan untuk mencapai hasil
d.      Kebutuhan untuk mengatasi kesulitan
Faktor yang paling kuat dalam mempengaruhi motivasi adalah “kebutuhan”. Setiap tindakan yang merupakan perwujudan dari motivasi adalah didasari pada kebutuhan. Manusia tidak akan termotivasi untuk mencapai suatu tujuan atau melakukan suatu tindakan, jika ia tidak membutuhkan sesuatu dari tindakan serta pikirannya itu. Menurut Maslow [32], ada 7 kebutuhan manusia yang harus dipenuhi, yang diyakini menjadi motivasi dalam setiap tindakan manusia yaitu:
1.      Kebutuhan fisiologis. Yaitu kebutuhan jasmani manusia misalnya, kebutuhan akan makanan, minum, tidur, istirahat, dan kesehatan. Untuk dapat belajar dengan baik, siswa harus dalam keadaan sehat-sehat saja, tidak kelaparan, kehausan, yang dapat mengganggu keinerja otaknya dalam belajar.

2.  Kebutuhan akan keamanan. Manusia membutuhkan ketentraman dan keamanan jiwa. Perasaan kecewa, dendam, takut akan kegagalan, ketidakseimbangan mental dan goncangan-goncangan emosi yang lain dapat mengganggu aktivitas belajar seseorang. Untuk meningkatkan cara belajar siswa lebih efektif, maka siswa harus dapat menjaga keseimbangan emosi, sehingga perasaan aman dapat tercapai dan konsentrasi pikiran dapat dipusatkan pada materi pelajaran yang ingin dipelajari.
3.    Kebutuhan akan kebersamaan dan cinta. Manusia dalam hidup membutuhkan kasih sayang dari orang tua, saudara dan teman-teman yang lain. Di samping itu, ia akan merasa berbahagia jika dapat membantu dan memberikan cinta kasih pada orang lain pula. Belajar bersama akan membuka pikiran siswa, serta meningkatkan ketajaman berpikir siswa.
4.   Kebutuhan akan status. Tiap orang menginginkan segala usahanya berhasil. Untuk kelancaran belajar, perlu optimisme, percaya diri, dan keyakinan akan dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik. Siswa harus mendapat insentif bahwa, apa yang dipelajarinya kelak akan berguna bagi dirinya sendiri.
5. Kebutuhan akan self-actualisation. Belajar yang lebih efektif dapat diciptakan untuk memenuhi kebutuhan sendiri, image seseorang. Tiap-tiap orang tentu berusaha untuk memenuhi keinginan yang dicita-citakannya. Oleh karena itu siswa harus yakin bahwa dengan belajar yang baik akan membantunya mencapai cita-cita yang diinginkannya.
6.     Kebutuhan untuk mengetahui dan mengerti. Yaitu kebutuhan manusia untuk memuaskan rasa ingin tahu, mendapatkan pengetahuan, informasi, dan untuk mengerti sesuatu. Untuk mencapai hal ini, maka harus ditanamkan kepada siswa bahwa, satu-satunya cara untuk memuaskan rasa ingin tahunya akan sesuatu adalah dengan belajar.
7. Kebutuhan estetika. Yaitu kebutuhan yang dimanifestasikan sebagai kebutuhan akan keteraturan, keseimbangan dan kelengkapan dari suatu tindakan. Hal ini hanya mungkin akan terwujud jika siswa belajar tak henti-hentinya, tidak hanya dalam pendidikan formal saja tetapi juga setelah selesai, setelah bekerja, berkeluarga serta berperan dalam masyarakat.
Dengan kebutuhan seorang siswa dapat memperbaharui motivasi intrinsiknya jika ia dapat melihat dengan cermat apa yang paling dibutuhkannya saat ini (dalam jangka waktu pendek). Juga jika siswa dapat melihat atau mempunyai visi atau cita-cita mengenai hidupnya di masa yang akan datang (dalam jangka panjang).
Menurut pendapat Malcom Brownlee, Faktor-Faktor Mempengaruhi Motivasi Belajar
a.       Faktor Guru
Seseorang dikatakan sebagai guru tidak cukup “tahu” sesuatu materi yang akan diajarkan, tetapi pertama kali ia harus merupakan seseorang yang memang memiliki “kepribadian guru” denga segala ciri tingkat kedewasaannya dan memiliki kepribadian
Untuk itu perlu dikemukakan dalam pembahasan ini sepuluh kompetensi guru yang berkaitan erat dengan tugasnya membentuk motivasi belajar siswa di sekolah antara lain :
1)      Menguasai bahan atau materi pengajaran
2)      Mengelola program belajar mengajar
3)      Pengelolaan kelas
4)      Menggunakan Media dan sumber belajar
5)      Menguasai landasan-landasan kependidikan
6)      Mengelola interaksi belajar-mengajar
7)      Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran
8)      Mengenal fungsi dan program bimbingan & Penyuluhan
9)      Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah
10)  Mengenal prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna kepentingan pengajaran

b.      Faktor Orangtua
Faktor orangtua dalam keluarga sangat menentukan juga karena mereka adalah mitra para guru dalam bekerja bersama-sama untuk tujuan tersebut. Orangtua tidak cukup puas hanya menyerahkan urusan dan tanggung jawab ini pada guru. 

c.       Faktor Lingkungan Masyarakat
Faktor lingkungan masyarakat tempat berdomisili siswa menajadi unsur yang turut dipetimbangkan dalam proses pembentukan motivasi siswa, karena siswa juga adalah bagian ataupun warga dari suatu masyarakat.  Malcom Brownlee mengemukakan konsep yang memperlihatkan ketergantungan ini dengan mengemukakan “Manusia dalam msyarakat dan masyarakat dalam manusia”[33]
Lebih lanjut dijelaskan bahwa konsep manusia dalam masyarakat mengisyaratkan ketergantungan bahwa individu sebagai bagian dalam komunitas yang mmiliki sistim nilai sosial yang saling mengikat dan mempengaruhi setiap individu yang hidup bersama dalam sebuah komunitas, baik komunitas masyarakat kota ataupun masyarakat desa dan atau kelompok belajar seperti siswa pada suatu sekolah.

Fungsi Motivasi Belajar
Sardiman A.M, mengemukakan tiga fungsi motivasi, yaitu:
1.      Mendorong manusia untuk berbuat baik, yakni sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi.
2.      Menentukan arah perubahan, yakni kearah tujuan yang hendak dicapai.
3.      Menyeleksi perbuatan, yakni perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. [34]
Jadi, motivasi itu diberikan untuk :
a.       Membangkitkan minat belajar siswa
b.      Memberikan kesempatan kepada siswa dalam memperoleh hasil yang lebih baik.
c.       Memberikan penguatan kepada siswa.
d.      Melaksanakan evaluasi.
Fungsi motivasi sebagai pendorong usaha dalam mencapai prestasi, karena seseorang melakukan usaha harus mendorong keinginannya, dan menentukan arah perbuatannya kearah tujuan yang hendak dicapai.  Sehingga siswa dapat menyeleksi perbuatan untuk menentukan apa yang harus dilakukan yang bermanfaat  bagi tujuan yang hendak dicapainya.

Strategi Pemberian Motivasi Oleh Guru
Menurut Nasution ada empat strategi dasar dalam proses belajar mengajar yakni sebagai berikut:
1.      Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagaimana yang diharapkan.
2.      Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat.
3.      Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan tehnik belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan oleh guru dalam menunaikan kegiatan mengajarnya.
4.      Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta standart keberhasilan sehingga dapat dijadiakn pedoman oleh guru dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya akan dijadikan unpanbalik buat penyempurnaan sistem instruksional yang bersangkutan secara keseluruhan.[35]
Motivasi belajar yang disampaikan oleh guru dapat diukur dengan spesifikasi dan kwalifikasi perubahan tingkah laku yang bagaimana diinginkan sebagai hasil belajar mengajar yang dilakukan itu. Disini terlihat apa yang dijadikan sebagai sasaran dari kegiatan belajar mengajar. Sasaran yang dituju harus jelas dan terarah. Oleh karena itu tujuan pengajaran yang dirumuskan harus jelas dan konkrit, sehingga mudah dipahami oleh anak didik. Bila tidak maka kegiatan belajar mengajar tidak punya arah dan tujuan yang pasti. Akibat selanjutnya perubahan yang diharapkan terjadi pada anak didik pun sukar diketahui, karena penyimpangan-penyimpangan dari kegiatan belajar mengajar. Karena itu, rumusan tujuan yang operasional dalam belajar mengajar mutlak dilakukan oleh guru sebelum tugasnya dilakukan.
Guru dalam memotivasi belajar siswa harus memilih cara pendekatan belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif untuk mencapai sasaran. Bagaimana cara guru memandang suatu persoalan, konsep, pengertian dan teori apa yang digunakan dalam memecahkan suatu kasus, akan mempengaruhi hasilnya. Suatu masalah yang dipelajari oleh dua orang dengan pendekatan yang berbeda, akan menghasilkan kesimpulan yang tidak sama. Norma-norma sosial seperti baik, benar, adil dan sebagainya akan melahirkan kesimpulan yang berbeda dan bahkan mungkin bertentangan bila dalam cara pendekatannya menggunakan berbagai disiplin ilmu.
Pengertian konsep dan teori ekonomi tentang baik, benar atau adil, tidak sama dengan baik, benar atau adil menurut pengertian konsep dan teori antropologi. Juga akan tidak sama apa yang dikatakan baik, benar atau adil kalau seorang guru menggunakan konsep agama, karena pengertian konsep dan teori agama mengenai baik, benar atau adil itu jelas berbeda dengan konsep ekonomi maupun antropologi. Demikian juga halnya dengan cara pendekatan yang digunakan terhadap kegiatan belajar-mengajar.
Memilih dan menetapkan prosedur, metode dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif. Metode atau teknik penyajian untuk memotivasi anak didik agar mampu menerapkan pengetahuan dan pengalamannya untuk memecahkan masalah, berbeda dengan cara atau metode supaya anak didik terdorong dan mampu berpikir bebas dan cukup keberanian untuk mengemukakan pendapatnya sendiri. Perlu dipahami bahwa suatu metode mungkin hanya cocok dipakai untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi untuk sasaran yang berbeda, guru hendaknya jangan menggunakan teknik penyajian yang sama. Bila beberapa tujuan yang ingin diperoleh, maka guru dituntut untuk memiliki kemampuan tentang penggunaan berbagai metode atau mengkombinasikan beberapa metode yang relevan. Cara penyajian yang satu mungkin lebih menekankan kepada peranan anak didik, sementara teknik penyajian yang lain lebih terpokus kepada peranan guru atau alat-alat pengajaran seperti: buku atau mesin komputer misalnya. Adapula metode yang lebih berhasil bila dipakai buat anak didik dalam jumlah yang terbatas, atau cocok untuk mempelajari materi tertentu. Demikian juga bila kegiatan belajar mengajar berlangsung di dalam kelas, di Perpustakaan, lab dan tempat lain, tentu metode yang diperlukan agar tujuan tercapai. Tujuan Instruksional yang ingin dicapai tidak selalu tunggal (satu), tetapi mungkin berbagai tujuan atau sasaran. Oleh karena itu guru membutuhkan Media dalam mengajar.
Menerapkan norma-norma atau kriteria keberhasilan sehingga guru mempunyai pegangan yang dapat menjadi tolak ukur untuk menilai sampai dimana keberhasilan kegiatan yang telah dilakukan. Suatu program dapat diketahuai berhasil atau tidak, setelah dilakukan evaluasi. Sehingga sistem penilaian dalam kegiatan belajar mengajar merupakan salah satu strategi yang tidak bisa dipisahkan dengan strategi dasar yang lain.
Apapun yang harus dinilai dan bagaimana penilaian itu harus dilakukan termasuk kemampuan guru dalam menilai. Seorang anak didik dapat dikategorikan sebagai anak didik yang berhasil, harus dilihat dari berbagai segi. Dapat dilihat dari ketekunan mengikuti tatap muka di kelas, perilaku sehari-hari, ulangan, kepemimpinan, prestasi olehraga, keterampilan dan sebagainya. Atau dapat dilihat dari gabungan dari berbagai aspek misalnya kognitif, afektif dan psikomotoriknya.

Teori-Teori Motivasi
Ada beberapa teori tentang motivasi, diantaranya:
1.      Teori Motivasi dari Maslow
Maslow dalam Mulyasa  menyusun suatu  teori tentang kebutuhan dasar biologis/fisik manusia yang bersifat hierarkhis, dan dikelompokkan menjadi 5 tingkatan.[36]
1.      Kebutuhan fisik (physiologycal needs)
2.      Kebutuhan akan rasa aman (safety needs)
3.      Kebutuhan akan kasih sayang (belongingness and love needs)
4.      Kebutuhan akan rasa harga diri (Self esteem needs)
5.      Kebutuhan akan aktualisasi diri (Need for self actialization)
2.      Teori X dan Teori Y
Douglass McGregor dalam Sugema mengemukakan dua pandangan yang jelas-jelas berbeda secara mendasar mengenai manusia, satu negative, yaitu ditandai sebagai teori X dan yang lain pada dasarnya positif yang ditandai sebagai teori Y”[37]
Teori X mengandaikan bahwa kebutuhan urutan/orde rendah mendominasi individu-individu yang lebih suka diarahkan dan lebih mengutamakan keselamatan diatas segalanya. Teori Y mengandaikan bahwa kebutuhan urutan/orde tinggi mendominasi individu-individu yang lebih suka mengarahkan upaya mereka sendiri dan kreatif ditempat kerja untuk mencapai tujuan organisasi.
3.      Teori dua factor (Two faktor Theory)
Frederick Herberg  dalam sugema “mengatakan bahwa manusia mempunyai dua kategori kebutuhan yang berbeda yang  terpisah satu sama lain, dampaknya terhadap perilaku dengan cara yang berbeda”.
 Ia menekunkan bahwa jika orang merasa puas dengan pekerjaan mereka, mereka mengkaitkan lingkungan dimana mereka bekerja. Disisi lain, jika orang merasa puas tentang pekerjaan mereka, ini harus dikaitkan dengan kerja itu sendiri. Herberg menanamkan kategori pertama dengan fakta-fakta higiene, sebab menggambarkan lingkungan orang, dan memberikan fungsi utama mencegah ketidak puasan pekerja. Ia menanamkan kategori kedua dengan motivator kebutuhan, karena tampaknya efektif dalam memotivasi orang agar kinerjanya prima.
4.      ERG dari Clayton Aldefer.
Aldefer dalam sugema mengajukan teori alternatif terhadap teori hierarki kebutuhan Maslow, menurutnya terhadap tiga kelompok kebutuhan manusia.
1.        Kebutuhan akan keberadaan (existency needs). Kebutuhan ini untuk tetap exist secara fisik. Untuk exist kita perlu makan, minum, pakaian, perumahan, kondisi kerja yang aman, dan lain-lain.
2.        Kebutuhan untuk berhubungan (relatedness needs). Kebutuhan ini adalah bahwa setiap individu perlu untuk dapat  berhubungan dengan baik dan wajar dengan orang-orang lain (interpersonal relationship)
3.        Kebutuhan untuk berkembang (Growth needs). Kebutuhan ini adalah bahwa setiap individu memiliki keinginan, kebutuhan untuk mengembangkan atau meningkatkan diri sesuai dengan kemampuan dan cita-citanya.

5.      Motivasi berprestasi dari McClelland
Mc Clelland dalam sugema mengemukakan dan mengelompokkan kebutuhan ke dalam tiga kelompok.
1.      Kebutuhan untuk berprestasi (n – Ach)
2.      Kebutuhan untuk berafiliasi (n – Aff)
3.      Kebutuhan untuk berkuasa (n – Pow)
Teori-teori  tersebut diatas merupakan pengantar untuk lebih memahami motivasi, bagaimana seseorang termotivasi untuk melakukan sesuatu dan ditingkatan mana motivasi yang dimilikinya berada.

Ciri – ciri Siswa Yang Memiliki Motivasi Belajar
Sardiman AM [38] mengatakan bahwa motivasi yang ada pada diri seseorang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a.         Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus dalam waktu yang lama,tidak pernah berhenti sebelum selesai)
b.        Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekasputus asa). Tidak memerlukan dorongan luar untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak lekas puas dengan prestasi yang telah dicapainya)
c.         Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah: “untuk orang dewasa” (misalnya: masalah pembangunan, agama, politik, ekonomi, pemberantasan korupsi, pemberantasan segala tindak kriminal, amoral dan sebagainya).
d.        Lebih senang bekerja mandiri
e.         Cepat bosan pada tugas-tugas rutin (hal-hal yang bersifat mekanis,berulang-ulang begitu saja sehingga kurang kreatif)
f.          Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan sesuatu)
g.         Tidak mudah melepaskan hal yang diyakininya.
h.         Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.





[1]  Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar,  (Jakarta :CV.Rajawali), 2006

[2]  Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar,  (Jakarta :CV.Rajawali), 2006

[3] Mahfudh Shlmahuddin, Psikologi Pendidikan, (Surabaya : PT. Bina Ilmu,1990), hlm 114

[4] Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta :PT.Rineka Cipta, 2009), hlm 80

[5] Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta :CV.Rajawali , 2006), hlm 74

[6] Ravianto, Produktivitas dan Tenaga Kerja Indonesia, (Usaha Nasional Indonesia, 1995), hlm.18

[7] Sumardi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Rajawali Pers, 1994), hlm. 3

[8]  Badudu  Zain, Kamus Umum bahasa Indonesia (Jakarta: Sinar Harapan, 1996) hlm. 909

[9] Supriyono Widodo, Psikologi belaja, (Solo :Rineka Cipta 2003), hlm 83

[10] Dimiyanti dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta : Rineka Cipta, 2002), hlm 80

[11] Kartini Kartono dan Dali Gulo, Kamus Psikologi (Bandung : Pioner Jaya, 1987), hlm 290

[12] M. Noor, Himpunan Istilah Psikologi (Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya,  1997), hlm 123
[13] Sardiman, AM. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000) hlm 73

[14] Ardhana ,Wayan, Pokok-pokok ilmu jiwa bumi, (Surabaya : Usaha Nosional Ari Kunto1985), hlm 165

[15] Ardhana. Wayan, Pokok-pokok ilmu jiwa bumi, (Surabaya : Usaha Nosional Ari Kunto, 1985), hlm 16

[16] A. Ahmadi, Pendidikan Dari Masa Ke Masa, (Bandung: CV Armiko, 1987), hlm. 109

[17] Webster’s English Dictionary, (Jakarta, Karisma Publishing Group, 2006), hlm. 309
[18] Kumpulan Teori-Teori Tentang Belajar, ttp., hlm 172.

[19] Thomas M. Risk, Models For Teaching , (Texas:Austin University, 1956), hlm 32
[20] Mohibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999), hal  137

[21] Mohibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 137.
[22] Oemar Hamalik, Proses Belajar-Mengajar, (Jakarta: Penerbit Bumi Aksara, 2001), hlm. 163

[23] Sardiman, AM. Integrasi dan Motivasi Belajar, (Jakarta, PT.Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 89

[24] Mohibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm : 137
[25] M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 1996) hlm 64

[26] S. Nasution, Didaktik Azas-Azas Mengajar (Bandung: Penerbit Jemmars), tt., hlm. 29

[27] Sardiman, AM. Integrasi dan motivasi belajar, (Jakarta, PT.Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 95
[28] Dimyati.  Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta, PT Bumi Aksara, 2006), hlm. 97.
[29] Raymond J.W dan Judith J.H, hlm. 24

[30] Fo’arota Telaumbanua, Motivasi Kerja, Iklim Organisasi, Kinerja Pegawai (Jakarta : FKIP Universitas Kristen Indonesia 2005) hlm. 37

[31] Fo’arota Telaumbanua, Motivasi Kerja, Iklim Organisasi, Kinerja Pegawai (Jakarta : FKIP Universitas Kristen Indonesia 2005) hlm. 37

[32] Kumpulan Teori-Teori tentang Belajar, hlm. 76.
[33] Malcom Brownlee, Pengambilan Keputusan Etis  (Jakarta : BPK.Gunung Mulia, 1993) hlm 147-150

[34] Sardiman, AM. Integrasi dan Motivasi Belajar, (Jakarta, PT.Raja Grafindo Persada, 2003), hlm.84
[35] Nasution, Kurikulum dan pengajara (Bandung, Bumi aksara, 1989),  hal. 79
[36] Maslow, Mulyasa, E.Menjadi Guru Profesi (Menciptakan Pembelajaran Kreatif Dan Menyenangkan) Bandung . PT.Remaja Rosda Karya Offset, 2005), hlm 175

[37] Sugema, Bambang dan Sutrisno, Motivasi Dalam Organisasi, ( Lembaga Administrasi Negara, 2000) hlm 15
[38] Sardiman AM, Integrasi dan Motivasi Belajar (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006) hal.21

Tuesday, 2 February 2016

Metode Resitasi Merupakan Salah Satu Metode Mengajar Yang Efektif Diterapkan Dalam Proses Belajar Mengajar



Metode Resitasi Merupakan Salah Satu Metode Mengajar Yang Efektif Diterapkan Dalam Proses Belajar Mengajar

Pengertian Metode Pembelajaran Menurut Para Ahli
Menurut B.S. Sijabat “Metode mengajar ialah cara atau prosedur dalam mengelola interaksi antara guru dan peserta didiknya bagi berlangsungnya peristiwa belajar.”[1]
Menurut W. Gulo, “mendefenisikan metode pengajaran adalah cara yang digunakan untuk mencapai tujuan pengajaran, metode pengajaran adalah alat untuk mengoperasionalkan apa yang direncanakan dalam strategi.[2]
Sedangkan menurut Azhar metode adalah cara yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Ini berlaku bagi guru (metode mengajar), maupun bagi murid (metode belajar). Semakin baik metode yang dipakai semakin efektif pencapaian tujuan.[3]
Syaiful Bahri Djamarah mengatakan bahwa, “metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.”[4]
Suprihadi Saputro menjelaskan bahwa “metode adalah cara, yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Metode adalah cara-cara yang dilaksanakan untuk mengadakan interaksi belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan pengajaran.”[5]
Menurut Suryobroto, “metode pengajaran adalah cara-cara pelaksanaan dari pada proses pengajaran atau soal bagaimana tekniknya suatu bahan pelajaran diberikan di sekolah”.[6]

Jenis – jenis Metode Mengajar
Menurut E. Mulyasa, beberapa jenis metode pembelajaran yang dapat dipilih oleh guru, yakni sebagai berikut :
1.      Metode Demonstrasi;
2.      Metode Inquiri;
3.      Metode Penemuan (metode discovery);
4.      Metode Eksperimen;
5.      Metode Pemecahan Masalah;
6.      Metode Karyawisata;
7.      Metode Perolehan Konsep;
8.      Metode Penugasan (Metode Resitasi);
9.      Metode Ceramah;
10.  Metode Tanya Jawab;
11.  Metode Diskusi.[7]

Menurut K.O. Gangel, terdapat banyak jenis metode mengajar yang dapat diterapkan oleh guru untuk berkomunikasi, berinteraksi dengan peserta didiknya, yakni:
1.      Metode yang hanya menekankan komunikasi satu arah, yaitu dari pihak guru kepada peserta didiknya. Metode yang termasuk ke dalamnya ialah ceramah, kuliah, cerita, demonstrasi dan metode audio visual.
2.      Metode yang membangun komunikasi satu arah, yaitu dari peserta didik kepada pengajarnya. Metode yang termasuk ke dalamnya ialah laporan tugas membaca, laporan hasil riset, studi kasus, studi kelompok, studi mandiri, percobaan lapangan, surat-menyurat, survey lapangan, mengikuti buku pegangan, hafalan, tes, paper, serta tulisan refleksi.
3.      Metode yang membangun komunikasi dua arah, yaitu terjadinya relasi dan interaksi dialogis antara guru dan peserta didik serta di antara sesama murid. Ada tiga kategori metode yang termasuk dapat menciptakan relasi dan interaksi dialogis itu : Diskusi kelompok, drama, metode proyek.[8]

Dari jenis-jenis metode mengajar yang dirumuskan K.O. Gangel, metode resitasi yang dibahas dalam penelitian ini termasuk jenis metode yang membangun komunikasi satu arah, yaitu dari peserta didik kepada pengajarnya.

a.      Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Memilih Metode Pembelajaran
Menurut Andar Ismail, “Guru bertanggung jawab memilih metode yang hendak dipakai dalam menyampaikan pengajarannya.”[9] Menurut pendapat Ronald Hayman, “Metode dipilih oleh guru dan bukan oleh nara didik, hal ini disebabkan oleh karena gurulah yang hendak melakukan pembimbingan kepada naradidik.”[10]
Menurut Hayman terdapat sembilan hal yang perlu diperhatikan oleh seorang guru dalam memilih metode pembelajaran, yakni :
1.      Sesuai dengan kemampuan guru yang mengajar.
2.      Sesuai dengan kemampuan naradidik.
3.      Sesuai dengan tujuan pelajaran.
4.      Sesuai dengan waktu dan kondisi tempat yang tersedia.
5.      Sesuai dengan pokok bahasan yang akan disampaikan.
6.      Sesuai dengan jumlah naradidik dalam kelompok.
7.      Sesuai dengan minat dan pegalaman naradidik.
8.      Sesuai dengan kedekatan relasi naradidik dengan pokok bahasan
9.      Sesuai dengan kedekatan relasi guru dengan naradidik.[11]

Menurut Robert J. Choun bahwa pemilihan metode mengajar yang tepat ditentukan oleh berbagai faktor, yakni:
1.      Kemampuan dan keterampilan guru menggunakan metode yang ditetapkannya.
2.      Tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik. (usia, kognitif, spiritual).
3.      Besarnya ruangan belajar dan kelompok.
4.      Tujuan pelajaran.
5.      Keterlibatan peserta didik.
6.      Kesesuaian dengan bahan pengajaran.
7.      Fasilitas yang tersedia
8.      Waktu yang tersedia.
9.      Variasi pengalaman belajar.
10.  Keterampilan tertentu dari peserta didik.[12]
b.      Petunjuk Dasar dalam Memilih Metode yang Tepat
Menurut Andar Ismail terdapat beberapa petunjuk dasar dalam memilih metode yang tepat, yakni:
1.      Pahami tujuan pelajaran yang hendak disampaikan. Metode yang tepat dipilih berdasarkan tujuan dan isi pelajaran yang hendak disampaikan.
2.      Keterlibatan naradidik. Arti belajar akan menjadi semakin efektif dengan keterlibatan langsung dari naradidik dalam pembelajaran.
3.      Faktor Usia dan latar belakang naradidik. Pendidikan, kebudayaan, pekerjaan serta lingkungan naradidik.
4.      Faktor besarnya kelas / Kelompok. Metode ada yang diciptakan untuk digunakan pada kelompok besar dan digunakan pada kelompok kecil.
5.      Faktor waktu yang tersedia. Perlu diketahui berapa lama waktu yang tersedia untuk menyampaikan pelajaran.
6.      Faktor bahan / sumber yang tersedia. Misalnya buku-buku, alat peraga
7.      Kepemimpinan, beberapa metode memerlukan keterampilan khusus dari pemimpinannya.
8.      Memakai metode yang bervariasi. Satu kegiatan pembelajaran dapat dilakukan dengan memakai beberapa metode sekaligus.
9.      Susunan ruangan / formasi.[13]

c.       Metode Resitasi
Salah satu jenis metode yang ditawarkan oleh para ahli, yang dapat diterapkan dalam proses belajar mengajar, dimana metode tersebut mampu melibatkan siswa secara aktif guna menunjang kelancaran proses belajar mengajar adalah metode resitasi (metode penugasan).
Menurut J.S. Badudu, dalam ‘Kamus Kata-kata Serapan Asing Dalam Bahasa Indonesia’ defenisi Resitasi adalah bacaan yang disampaikan (dari hafalan) di depan umum; 2. hafalan yang diucapkan (missal oleh murid-murid) di depan kelas. [14]


Resitasi berasal dari bahasa Inggris ‘to cite yang artinya mengutip ‘re' yang artinya kembali. Jadi resitasi artinya siswa mengutip atau mengambil sendiri bagian-bagian pelajaran itu dari buku-buku tertentu, lalu belajar sendiri dan berlatih hingga sampai siap sebagaimana mestinya.[15]
Menurut Nana Sudjana, “tugas atau resitasi tidak sama dengan pelajaran rumah tetapi jauh lebih luas dari itu. Tugas dapat merangsang anak untuk lebih aktif belajar baik secara individual maupun kelompok.[16]
Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Azwan Zain, “Metode resitasi adalah metode Penyajian bahan dimana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Masalah tugas yang diberikan siswa dapat dilakukan di kelas, di halaman sekolah, di laboratorium, di perpustakaan, di bengkel, di rumah siswa atau dimana saja asal tugas itu dapat dikerjakan.[17]
Syaiful sejalan dengan Imansjah Alipandie, dalam bukunya yang berjudul “Didaktik Metodik Pendidikan Umum” mengemukakan bahwa :
Metode resitasi adalah cara untuk mengajar yang dilakukan dengan jalan memberi tugas khusus kepada siswa untuk mengerjakan sesuatu di luar jam pelajaran. Pelaksanaannya bisa dirumah, diperpustakaan, dilaboratorium, dan hasilnya dipertanggungjawabkan.[18]

Sudirman, mengemukakan pengertian metode penugasan/resitasi adalah cara penyajian bahan pelajaran di mana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar.[19]

Slameto mengemukakan :
Metode resitasi adalah cara penyampaian bahan pelajaran dengan memberikan tugas kepada siswa untuk dikerjakan di luar jadwal sekolah dalam rentangan waktu tertentu dan hasilnya harus dipertanggungjawabkan kepada guru.[20]

Mulyani dan Johan Permana H, mengemukakan pengertian “metode resitasi adalah metode pemberian tugas atau penugasan diartikan sebagai suatu cara interaksi belajar mengajar yang ditandai dengan adanya tugas dari guru yang dikerjakan peserta didik di sekolah ataupun di rumah secara perorangan atau kelompok.[21]
Roymond mengemukakan pengertian metode resitasi yang agak berbeda, menurutnya “metode pembelajaran resitasi adalah suatu metode pengajaran dengan mengharuskan siswa membuat resume dengan kalimat sendiri.[22]

d.      Kelebihan / Kelemahan Metode penugasan/resitasi:
Sudirman dalam ‘Ilmu Kependidikan’ menguraikan kelebihan – kelemahan penerapan metode resitasi dalam proses belajar mengajar, yakni :
Kelebihan dari Metode Resitasi, yakni :
  1. Tugas lebih merangsang siswa untuk untuk belajar lebih banyak, baik pada waktu di kelas maupun di luar kelas. Metode ini dapat mengembangkan kemandirian siswa yang diperlukan kehidupan kelak.
  2. Tugas dapat lebih meyakinkan tentang apa yang dipelajari dari guru, lebih memperdalam, memperkaya atau memperluas pandangan tentang apa yang dipelajari.
  3. Tugas dapat membina kebiasaan siswa untuk mencari dan mengolah sendiri informasi dan komunikasi.
  4. Metode ini dapat membuat siswa bergairah dalam belajar karena kegiatan belajar dilakukan dengan berbagai variasi sehingga tidak membosankan.[23]


Sedangkan kelemahan dari Metode Resitasi, yakni :
  1. Siswa sulit dikontrol, apa benar mengerjakan tugas ataukan orang lain.
  2. Tidak mudah memberikan tugas yang sesuai dengan perbedaan individu siswa.
  3. Sering memberikan tugas yang monoton, sehingga membosankan.[24]

Imanjah Alipandie, juga merumuskan kelebihan dan kelemahan dalam proses belajar mengajar sebagai berikut
“Adapun kelebihan metode resitasi adalah 1). anak menjadi terbiasa mengisi waktu luangnya, 2). memupuk rasa tanggung jawab, 3). melatih anak berfikir kritis, 4). tekun, giat dan rajin. Sedangkan kelemahan metode resitasi antara lain : 1). tidak jarang pekerjaan yang ditugaskan itu diselesaikan dengan jalan meniru, 2). karena perbedaan individual anak, tugas diberikan secara umum mungkin beberapa orang diantaranya merasa sukar sedang yang lain merasa mudah menyelesaikan tugas itu dan apabila tugas sering diberikan maka ketenangan mental pada siswa terpengaruh.[25]

Roymond mengutip pendapat Djamarah yang merumuskan kelebihan dan kelemahan dari metode resitasi, yakni sebagai berikut :
Kelebihan metode resitasi adalah :
1.      Pengetahuan yang diperoleh peserta didik dari hasil belajar sendiri akan dapat diingat lebih lama.
2.      Peserta didik memiliki peluang untuk meningkatkan keberanian, inisiatif, bertanggung jawab dan mandiri.
Sedangkan kelemahan Metode Resitasi adalah :
1.      Kadang kala peserta didik melakukan penipuan yakni peserta didik meniru hasil pekerjaan orang lain tanpa mau bersusah payah mengerjakan sendiri.
2.      Kadang kala tugas dikerjakan oleh orang lain tanpa pengawasan.
3.      Sukar memberikan tugas yang memenuhi perbedaan individual.[26]

Langkah – Langkah Pelaksanaan Metode Resitasi
Langkah-langkah pelaksanaan metode resitasi, yakni sebagai berikut :
  1. Merencanakan resitasi secara matang.
  2. Tugas yang diberikan hendaklah didasarkan atas minat dan kemampuan anak didik.
  3. Tugas yang diberikan berkaitan dengan materi pelajaran yang telah diberikan.
  4. Jenis tugas yang diberikan kepada siswa itu hendaknya telah dimengerti betul oleh siswa, agar tugas dapat dilaksanakan secara baik.
  5. Jika tugas yang diberikan itu bersifat tugas kelompok maka pembagian tugas (materi tugas) harus diarahkan, termasuk batas waktu penyelesaiannya.
  6. Guru dapat membantu penyediaan alat dan sarana yang diperlukan dalam pemberian tugas.
  7. Setiap hasil kerja PR murid-murid harus dikoreksi dengan teliti, diberi nilai dan kertasnya dikembalikan, untukmemberi rangsangan/dorongan.
  8. Perkembangan nilai prestasi murid-murid perlu dicatat pada buku catatan nilai guru agar diketahui grafik belajar mereka.
  9. Tugas yang diberikan dapat merangsang perhatian siswa dan realistis.[27]

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, mengemukakan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam langkah-langkah dalam pelaksanaan metode pemberian tugas (resitasi) antara lain :
  1. Fase Pemberian Tugas
Tugas yang diberikan kepada siswa hendaknya mempertimbangkan :
a.       Tujuan yang akan dicapai;
b.      Jenis tugas jelas dan tepat sehingga anak mengerti apa yang ditugaskan tersebut;
c.       Sesuai dengan kemampuan siswa;
d.      Ada petunjuk atau sumber yang dapat membantu pekerjaan siswa;
e.       Sediakan waktu yang cukup untuk mengerjakan tugas tersebut.

Dalam fase ini tugas yang diberikan kepada setiap anak didik harus jelas dan petunjuk-petunjuk yang diberikan harus terarah.
  1. Langkah Pelaksanaan Tugas
a.       Diberikan bimbingan atau pengawasan oleh guru.
b.      Diberikan dorongan sehingga anak mau bekerja.
c.       Dikerjakan oleh siswa sendiri, tidak menyuruh orang lain.
d.      Dianjurkan agar siswa mencatat hasil-hasil yang dia peroleh dengan baik dan sistematik

Dalam fase ini anak didik belajar (melaksanakan tugas) sesuai tujuan dan petunjuk-petunjuk guru.
  1. Fase Mempertanggungjawabkan Tugas
a.       Laporan siswa baik lisan atau tertulis dari apa yang telah dikerjakannya.
b.      Ada tanya jawab diskusi kelas.
c.       Penilaian hasil pekerjaan siswa baik dengan tes maupun non tes atau cara lainnya. [28]

Dalam fase ini anak didik mempertanggungjawabkan hasil belajarnya baik berbentuk laporan lisan maupun tertulis. Karena tugas yang dikerjakan pada akhirnya akan dipertanggung jawabkan maka siswa akan terdorong untuk mengerjakan secara sungguh-sungguh. Dengan metode ini sehingga pengalaman siswa dalam mempelajari sesuatu lebih mendalam.

Sudirman juga merumuskan langkah-langkah yang ditempuh dalam pendekatan pelaksanaan metode resitasi (pemberian tugas), yaitu :
1.      Tugas yang diberikan harus jelas;
2.      Tempat dan lama waktu penyelesaian tugas harus jelas.
3.      Tugas yang diberikan terlebih dahulu dijelaskan/diberikan petunjuk yang jelas, agar siswa yang belum mampu memahami tugas itu berupaya untuk menyelesaikannya.
4.      Guru harus memberikan bimbingan utamanya kepada siswa yang mengalami kesulitan belajar atau salah arah dalam mengerjakan tugas.
5.      Memberi dorongan terutama bagi siswa yang lambat atau kurang bergairah mengerjakan tugas. [29]

Prosedur Penerapan Metode Resitasi yang Perlu Diperhatikan
Menurut Sri Anitah Wiryawan, adapun prosedur metode resitasi yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan pengajaran antara lain :
“1). memperdalam pengertian siswa terhadap pelajaran yang telah diterima, 2). melatih siswa ke arah belajar mandiri, 3). dapat membagi waktu secara teratur, 4). memanfaatkan waktu luang, 5). melatih untuk menemukan sendiri cara-cara yang tepat untuk menyelesaikan tugas dan 6). memperkaya pengalaman di sekolah melalai kegiatan di luar kelas. [30]

B.S. Sidjabat menguraikan beberapa prinsip yang perlu diperhatikan, yakni :
1).    Harus jelas bagi peserta didik apa manfaat, tujuan, serta bentuk dari tugas. Misalnya : apakah paper / makalah, laporan bacaaan dan lain-lain.
2).    Harus dijelaskan bagaimana pekerjaan itu dapat direncanakan dan dikerjakan, serta bagaimana hasil kerjanya akan dinilai, apakah perlu diadakan pertemuan selama berlangsungnya penelitian dan penulisan?[31]


[1] B.S. Sidjabat, Mengajar Secara Profesional, (Bandung : Yayasan Kalam Hidup, 1993), hal. 229.

[2] W. Gulo, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : Grasindo), hal.4

[3] Muhammad Azhar, Proses belajar Mengajar Pola CBSA (Surabaya: Usaha Nasional, 1993), hal. 95
[4] Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), hal. 53

[5] Surihadi Saputro, Dasar- Dasar Metodologi Pengajaran Umum (IKIP Malang, 1993), hal.143

[6] Suryobroto. B. Mengenal Metode Pengajaran di Sekolah dan Pendekatan Baru Dalam Proses Belajar Mengajar. (Yokyakarta, 1986), hal.3
[7] E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2005), hal.107.

[8] B.S. Sijadbat, Mengajar Secara Profesional, (Bandung : Yayasan Kalam Hidup, 1993), hal. 231
[9] Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2004), hal.91

[10] Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2004), hal.91

[11] Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2004), hal.92

[12] B.S. Sijadbat, Mengajar Secara Profesional, (Bandung : Kalam Hidup, 1993), hal.239.

[13] Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2004), hal.97

[14]  J.S. Badudu, Kamus Kata-kata Serapan Asing Dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta : Kompas, 2003), hal. 304
[16] Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru, 1989), hal. 81.

[17] Syaiful Bahri Djamarah dan Azwan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), edisi revisi, hal. 85.

[18] Alipandie, Imansyah, Didaktik Metodik Pendidikan, (Surabaya : Penerbit Usaha Nasional, 1984), hal.91

[19] Sudirman, dkk,  Ilmu Pendidikan, (Bandung : Rosda Karya, 1984), hal. 141

[20] Slameto. Proses Belajar Mengajar dalam Sistem Kredit (SKS). (Jakarta : Penerbit Bumi Aksara, 1990), hal.115.

[21] Mulyani. S dan Johar Permana, Strategi Belajar Mengajar, (JATENG: DEPDIKBUD Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 1999), hal. 151.

[22] Simamora, Roymond H, Buku Ajar Pendidikan Dalam Keperawatan. (Jakarta : EGC, 2009), hal.58
[23] Sudirman, dkk,  Ilmu Pendidikan, (Bandung : Rosda Karya, 1984), hal. 142

[24] Ibid.

[25] Alipandie, Imansyah, Didaktik Metodik Pendidikan,  (Surabaya: Penerbit Usaha Nasional, 1984), hal.92
[26] Simamora, Roymond H. Buku Ajar Pendidikan Dalam Keperawatan, (: EGC, 2009), hal.58

[28] Syaiful Bahri Djamarah, dan Aswan Zain, op. cit, hal. 86
[29] Sudirman, dkk,  Ilmu Pendidikan, (Bandung : Rosda Karya, 1984), hal. 145

[30] Sri Anitah Wiryawan. Strategi Belajar Mengajar. Depdikbuda. Uiversitas Terbuka, (Jakarta, 1990), hal. 30

[31] B.S. Sijadbat, Mengajar Secara Profesional, (Bandung : Yayasan Kalam Hidup, 1993), hal.259