KoreshInfo

SYARAT-SYARAT GURU PROFESIONAL DAN CIRI-CIRI PROFESI KEGURUAN

SYARAT-SYARAT GURU PROFESIONAL DAN CIRI-CIRI PROFESI KEGURUAN (Dr. Rusman, M.Pd) § Kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang...

Wednesday 24 February 2016

PERTUMBUHAN IMAN, (Pengertian Pertumbuhan dan Iman)



PERTUMBUHAN IMAN

1)      Pengertian Pertumbuhan dan Iman
            Kata pertumbuhan berasal dari kata ‘tumbuh’ yang artinya ‘hidup’ dan ‘bertumbuh sempurna’.  Pertumbuhan juga diartikan untuk menyatakan sesuatu keadaan kemajuan.  Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata pertumbuhan berasal dari kata ‘tumbuh’ yang artinya ‘bertunas, menjadi tanaman baru, beranjak dewasa, menjadi tumbuh besar.’[1]
Secara etimologi Iman (bahasa Yunani: πίστινpisti) adalah rasa percaya kepada Tuhan. Iman sering dimaknai “percaya” (kata sifat) dan tidak jarang juga diartikan sebagai kepercayaan (kata benda).[2]
Arti kata ‘Iman’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kepercayaan terhadap Tuhan.[3] Seseorang yang memiliki ketetapan hati dalam kepercayaan kepada Allah. Iman kepada Allah berarti iman kepada FirmanNya[4] kata Iman (Faith) memiliki arti sebagai suatu kebenaran yang objektif, yang diwahyukan yang dipercaya (Fides qual) atau penyerahan diri secara pribadi kepada Allah (Fidesque)[5].
            Pengertian iman dalam Perjanjian Lama, yakni: Perkataan ‘iman’ dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Ibrani ‘aman’ yang dapat diterjemahkan dengan ‘firmness’ atau keteguhan, kekokohan dan ketetapan.[6]
Dalam Perjanjian Baru, perkataan yang dipergunakan menerangkan ‘iman’ atau ‘kepercayaan’ adalah ‘pistis’ (bahasa Yunani), berasal dari kata Pisteno, yang artinya ‘saya percaya’ atau ‘saya mempercayai’[7]
Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Dasar keyakinan ini adalah Firman Allah (Ibrani 11:1). Dalam Ibrani 11:1 dikatakan: “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat”. Iman mengandung unsur ilahi dan kemanusiaan. Iman adalah karunia Allah dan juga tindakan manusia. Dasar iman adalah Firman Allah (Roma 4: 20-21). Tujuan iman adalah iman kepada Yesus Kristus. Iman yang menyelamatkan adalah iman kepada Yesus Kristus sebagai Juruselamat.
  Menurut Arthurpink sebagaimana dikutip Wofford, “iman adalah dimana ketaatan adalah bunga dan buah yang indah yang terjadi jika iman itu telah dinyatakan dalam kenyataan.”[8]
Menurut Andrew iman adalah: “Kepastian bahwa apa yang dikatakan Allah itu benar.  Apabila Allah menyatakan bahwa sesuatu akan terjadi, iman itu bersukacita walaupun tidak melihat tanda-tanda apapun mengenai hal itu.  Bagi iman semuanya sama-sama pasti.  Iman selalu hanya menurut pada apa yang telah dikatakan Allah serta bersandar pada kuasa dan kesetiaanNya untuk menggenapi firmanNya.[9]
Pengertian Iman menurut Thomas H. Groome, “Iman sebagai yang utama, maksudnya disini adalah iman merupakan inti manusia yang mendasar, disposisi fundamental dan membentuk segala sesuatu yang datang setelah iman.” 
            Definisi Iman menurut Ichwei G. Indra, “dalam Ibr. 11:1 ada dua hal tentang iman, yakni pertama iman adalah ‘dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan. Kedua iman adalah bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.”[10]
Thomas H. Groome, dalam Daniel Nuhamara mengklaim bahwa, iman Kristen sebagai suatu pengalaman yang nyata mempunyai tiga dimensi yang esensial, yakni:1). Suatu keyakinan / kepercayaan; 2). Suatu hubungan memercayakan diri; 3).Suatu kehidupan yang dijalani dalam kasih agape.[11]
1.      Iman sebagai kepercayaan (Believing)
Iman Kristen lebih dari sekedar kepercayaan, walaupun demikian harus dikatakan bahwa iman Kristen mempunyai dimensi kepercayaan apabila ia mendapatkan perwujudannya dalam kehidupan manusia. Aktivitas dari iman Kristen menghendaki agar didalamnya ada suatu keyakinan dan percaya tentang kebenaran-kebenaran yang diakui sebagai esensi dalam iman kristiani. Dimensi iman sebagai kepercayaan tertuju pada dimensi kognitif.
2.      Iman sebagai keyakinan (Trusting)
Dimensi iman sebagai keyakinan tertuju pada dimensi afektif yaitu mengambil mengambil bentuk dalam hubungan memercayakan diri, serta yakin akan Allah yang pribadi, yang menyelamatkan melalui Yesus Kristus.
3.      Iman sebagai tindakan (Doing)
Iman Kristen sebagai suatu respons terhadap kerajaan Allah dalam Yesus Kristus, harus mencakup pelaksanaan kehendak Allah. Dimensi tindakan ini memperoleh perwujudan dalam kehidupan yang dijalani dalam kasih agape, yakni mengasahi Allah dengan jalan mengasihi sesama manusia.


2)      Dasar – Dasar Pertumbuhan Iman
            Yang dimaksud dengan ‘dasar-dasar iman’ disini adalah cara-cara yang dapat  menumbuhkan / menguatkan iman. Menurut Ichwei G. Indra, dalam Alkitab sedikitnya terdapat 7 cara yang dapat menguatkan iman[12], yakni:.
1.    Ucapan syukur kepada Allah (Mzm 50:23)
Salah satu cara untuk dapat menguatkan iman adalah dengan menaikkan pujian dan menyampaikan ucapan syukur kepada Allah.
2.    Mengakui Dosa Kepada Allah (Mzm.32:3, 5)
Ketika Daud memberitahukan dosa dan salahnya kepada Allah, ia bukan hanya beroleh pengampunan dosa, tetapi imannya juga dikuatkan.
3.    Berdoa Kepada Allah (Yes.40:31)
Berdoa adalah hal yang paling penting, apalagi saat menantikan Tuhan dengan tenang dan teratur didalam doa. Tanpa berdoa, iman tidak akan ada.
4.    Berpegang pada Firman Allah (Roma 10:17)
Iman timbul dari pendengaran, jika menginginkan iman tumbuh dan dikuatkan, renungkanlah dan berpeganglah selalu pada Firman Allah.
5.    Gunakanlah Iman (Mat.25:29)
Iman harus digunakan, maka kehidupan akan berkemenangan setiap hari.
6.    Saksikanlah Iman (Rm.10:10)
Maksudnya adalah kesaksian tentang apa yang telah dilakukan Allah.
7.    Layanilah dengan Iman (Yak.2L:17)
Bekerja terus dan melayani Tuhan dan sesama dengan bersandar kepada pimpinan Roh kudus yang senantiasa memberikan kekuatan iman.

Pertumbuhan Iman
Pertumbuhan iman adalah suatu proses dimana seseorang sudah menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya (Yohanes 1:12), diberi kuasa jadi anak Allah, lalu rindu mendengar, menerima dan memahami kebenaran Firman Allah dalam hidupnya setiap hari (1 Korintus 10:17), selanjutnya di dalam diri orang tersebut, kebenaran Firman Tuhan mengakar dan bertumbuh hingga dapat menghasilkan buah yang sesuai dengan kehendak Allah (Matius 3:8). Nacy Poyah mengatakan dalam bukunya bahwa: “Hidup di dalam iman kepada Kristus bagaikan tunas yang baru, terus bertumbuh dan berbuah. Bertumbuh dalam pengenalan yang benar akan Allah, sehingga hidup umat berkenan kepada Allah dalam segala hal dan terus mengarah kepada Kristus (Efesus 4:13-16). Berbuah dalam kesaksian hidup yang baik, untuk memuliakan namaNya (Yohanes 15:7; Efesus 2:10)”.[13]
1.      Iman timbul karena seseorang mendengar Firman Kristus 
Iman timbul dari pendengaran oleh Firman Kristus. (Rom. 10:17)
2.      Iman timbul dari Berita Injil:
Hanya, hendaklah hidupmu berpadanan dengan Injil Kristus, supaya, apabila aku datang aku melihat, dan apabila aku tidak datang aku mendengar, bahwa kamu teguh berdiri dalam satu roh, dan sehati sejiwa berjuang untuk iman yang timbul dari Berita Injil, (Filp 1:27).
Bagaimana iman dapat tumbuh, sebagai contohnya dapat dilihat pada kisah seorang wanita yang sakit pendarahan selama 12 tahun (Mark. 5:25-29) Adalah di situ seorang perempuan yang sudah dua belas tahun lamanya menderita pendarahan. Ia telah berulang-ulang diobati oleh berbagai tabib, sehingga telah dihabiskannya semua yang ada padanya, namun sama sekali tidak ada faedahnya malah sebaliknya keadaannya makin memburuk. Dia sudah mendengar berita-berita tentang Yesus, maka di tengah-tengah orang banyak itu ia mendekati Yesus dari belakang dan menjamah jubah-Nya. Sebab katanya: “Asal ku jamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh.” Seketika itu juga berhentilah pendarahannya dan ia merasa, bahwa badannya sudah sembuh dari penyakitnya. Kalimat “Dia sudah mendengar berita-berita tentang Yesus,” menjelaskan darimana iman perempuan itu mulai tumbuh. Kabar-kabar yang dia dengar dari banyak orang bahwa Yesus menyembuhkan semua orang dan semua penyakit membuat perempuan malang itu memiliki harapan baru dan keyakinan baru bahwa penyakitnya pasti dapat sembuh asalkan dia ketemu Yesus Kristus, bahkan dia berkata dalam hati “Asal ku jamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh.” (ayat 28).
Dalam buku Pendidikan Agama Kristen ‘Hidup dalam Anugrah-Nya’ dirangkum beberapa cara untuk menumbuhkan iman agar dapat terus hidup dalam Yesus Kristus dan bahkan berbuah sesuai dengan yang diharapkan-Nya, yakni sebagai berikut:
1.      Berdoa
Martin Luther menyebut doa adalah nafas hidup orang percaya. Dalam doa dapat menyampaikan pengakuan akan kuasa dan kemuliaan serta kekudusan Tuhan, pergumulan sebagai orang beriman, dan juga memohon pengampunan dosa kepadaNya.
2.      Membaca Firman Tuhan.
Manusia mengenal Allah yang menyatakan diriNya dalam sejarah keselamatan melalui Firman dan karyaNya. KaryaNya dinyatakan melalui para nabi dan utusannya, dan dikumpulkan dalam Alkitab. Membaca Alkitab adalah upaya dalam mengenal Allah, menggali yang kehendak Allah.
3.      Beribadah. Ibadah adalah pengabdian hidup dan pelayanan terhadap Tuhan dan sesama. Ibadah adalah aktivitas hidup beriman. Ibadah adalah perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Tuhan.[14]
Fowler dalam Thomas H. Groome, mengindikasikan bahwa ada enam tahap yang berbeda yang dapat dikenali dan dilihat dalam kemampuan beriman manusia yang berkembang, dimana setiap tahap memiliki strukturnya sendiri, setiap tahapan saling berhubungan secara hierarki dan berurutan.
Adapun keenam tahapan tersebut adalah sebagai berikut:”[15]
1.      Tahapan Pertama: Iman intuitif (Proyektif)
Tahapan dimana iman seseorang kira-kira dari usia empat sampai delapan tahun, iman kepercayaan dibentuk secara intuitif dan dengan cara meniru suasana hati, contoh dan tindakan – tindakan iman orang-orang lain yang dapat dilihat, terutama orang tua.  
2.      Tahapan Kedua: Mitis / Harfiah
Tahapan ini terjadi kira-kira antara usia tujuh atau delapan sampai sebelas atau dua belas tahun. Tahapan ini adalah tahapan iman afiliatif dimana seseorang datang dengan lebih sadar untuk bergabung dan menjadi anggota komunikasi iman.
3.      Tahapan ketiga: Sintetis / Konvensional
Tahapan ini biasanya mulai pada usia 11 atau 12 tahun, bisa bertahan secara permanen. Pada tahap ketiga, iman menafsirkan, menghubungkan diri dengan dan membuat makna keluar dari kehidupan sesuai dengan petunjuk. Tahapan ini adalah tahapan konvensional atau bersifat menyesuaikan diri.
4.      Tahapan keempat:  Individual / Reflektif
Tahapan ini muncul hanya pada usia 35 sampai 40 tahun, dan banyak orang dewasa tidak pernah mencapai tahap ini. Tahapan ini adalah kemampuan baru untuk berdiri sendiri, dan kelompok miliknya dipilih berdasarkan refleksi dan bukan hanya diterima.
5.      Tahapan kelima: Iman Konjungtif
Kegiatan iman pada tahap ini jarang muncul sebelum setengah baya. Iman pada tahap kelima melibatkan pemakaian kembali pola-pola komitmen dan cara-cara membuat masa lampau, hal tersebut adalah untuk memperoleh kembali kebenaran-kebenaran lama dengan cara yang baru.
6.      Tahapan keenam: Iman yang Mengacu Pada Universalitas
Orang yang berada pada tahapan keenam ini tinggal di dunia sebagai orang yang hadir untuk mengubah (transform). Pada tahap keenam, diri sendiri “Menggunakan dan digunakan untuk mengubah realitas masa kini ke arah keadaan yang sebenarnya yang transenden.
Dalam istilah spiritual, tahap keenam adalah keadaan penyatuan yang paling sempurna dengan Allah yang dapat dilakukan dalam kekekalan.
Melalui pemberitaan dan pengajaran firman Tuhan yang disampaikan dalam persekutuan yang beribadah, pengetahuan yang benar tentang anak Allah semakin mendalam, dan berkat kuasa Roh Kudus iman jemaat semakin bertumbuh.  Dalam kitab Roma 10:17 dikatakan:  “Jadi, iman timbul dari pendengaran, pendengaran oleh firman Tuhan.”
Kolose 2:6-7 adalah nasehat agar berakar dalam Kristus, bertambah teguh, jangan goyah, bertumbuh dengan baik. Berikut ini adalah tahapan iman yang bertumbuh, yakni:
1.      Iman yang berpengalaman (experience)
Selama percaya dan berdoa, dia memiliki pengalaman yang baru.
2.      Iman yang memiliki kepribadian (personal)
Orang percaya yang dewasa, adalah orang yang menjadi hamba Yesus Kristus dikuasai olehNya dan kepribadiannya seperti kepribadian Yesus.
3.      Iman Komunitas (community)
Orang beriman tidak hidup sendiri, tetapi hidup serasi dalam kehidupan iman.
4.      Iman yang dimiliki (owned)
Iman yang bisa mengorbankan diri dan menyerahkan diri untuk orang lain. Kehidupan yang berkoban yang mencapai tahap pelayanan.
5.      Iman Internasional (world)
Orang yang memiliki iman seperti ini adalah orang yang mengkhawatirkan dunia dengan imannya.[16]
Robert J. Keeley, [17]memaparkan program yang menolong orang dewasa menemukan cara untuk terhubung dengan anak-anak secara sistematis akan bermanfaat dan tidak bertentangan dengan bimbingan pribadi..
1.      Mengenal Firman Tuhan
Salah satu hal yang mengagumkan tentang Alkitab adalah seseorang dapat membaca Firman Tuhan, dan tanpa bantuan orang lain, menemukan siapa Tuhan dan mengenal Yesus Kristus sebagai juruselamat. Alkitab adalah kitab yang begitu kaya dan menakjubkan sehingga kita dapat selalu belajar darinya dan makin mengenal Tuhan dan diri sendiri. Penggunaan tafsiran, penelitian, kajian arkeologis, dan buku sejarah akan menghasilkan pemahaman yang lebih dalam dan menyeluruh mengenai waktu dan tempat dari setiap kisah yang ditulis.  Melalui Alkitab dapat belajar melihat orang-orang dan kisah-kisah tersebut sebagai orang-orang riil dan pengalaman mereka sebagai pengalaman riil. Pemahaman ini merupakan bagian penting dari persiapan untuk melayani anak-anak, karena jika ingin menghdirkan Firman Tuhan sebagai dokumen yang hidup dan memberi hidup kepada anak-anak, kita perlu mengenal kebenaran itu.
2.      Mengenal Anak-anak
Untuk melayani anak-anak, terlebih dahulu harus memahami mereka, kebutuhan khusus mereka, dan kemampuan mereka, kita dapat belajar tentang anak-anak dalam Alkitab. Ada sejumlah perikop dimana anak-anak memainkan peran dan perikop lainnya ketika Yesus berbicara tentang anak-anak. Namun, Alkitab tidak ditulis sebagai buku pelajaran mengenai perkembangan anak, jadi perlu memperhatikan pendapat psikolog dan pakar pendidikan mengenai anak-anak. Banyak hal mengenai cara belajar dan cara berpikir anak telah ditulis. Teori perkembangan kognitif menjelaskan bahwa kemampuan anak untuk berpikir terus bertumbuh dan berubah seiring dengan pertambahan usia. Kita juga perlu memahami bagaimana anak-anak berubah secara emosional, sosial dan moral sementara mereka bertumbuh menjadi dewasa.
Robert J. Keeley menguraikan enam prinsip dalam pelayanan kepada anak-anak, antara lain:
1.      Iman anak-anak perlu dipupuk melalui seluruh komunitas iman, bukan hanya melalui orang tua si anak.
2.      Anak-anak perlu menjadi bagian dari seluruh kehidupan berjemaat yang utuh.
3.      Anak-anak perlu tahu bahwa Tuhan itu misterius
4.      Kisah-kisah dalam Alkitab adalah kunci untuk menolong anak-anak mengenal Tuhan, dan mengenal diri mereka sebagaimana adanya.
5.      Iman dan perkembangan moral sama penting, tetapi keduanya tidak sama.
6.      Anak-anak harus menjadi bagian dalam ibadah jemaat[18]

Bertumbuh dalam iman adalah tujuan setiap orang percaya, bertumbuh dalam iman adalah kehendak Allah dalam hidup orang percaya. Namun sering sekali iman kita tidak dapat bertumbuh dengan baik dan benar karena ada hambatan atau rintangan yang menghalangi. Berikut akan diuraikan aspek-aspek penghambat dalam pertumbuhan iman, yakni:
1.      Dosa
Menurut Charles Ryrie, defenisi dosa tidak mencapai sasaran, kebejatan, pemberontakan, kesalahan, memilih jalan yang tidak benar, penyimpangan terhadap hukum dan kesenjangan meninggalkan jalan yang benar.[19]
2.      Tidak memiliki persekutuan dengan Tuhan
3.      Tidak percaya kepada Firman Allah.
4.      Hidup dalam daging
Orang Kristen duniawi mengikuti keinginan daging (Gal.5:19-21). Menurut Charles Ryrie cara orang Kristen duniawi merusak empat hal dalam hidup orang percaya, yaitu: 1). Persekutuanl; 2). Sukacita; 3). Cara hidup; 4).Dosa-dosa mengakibatkan kurangnya kepercayaan dalam doa.[20]



[1]Badudu-zain, 989.
       [3] Kamisa,  Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya :  Kartika Surabaya, 1997), h. 239
       [4] Billy Joe Daugherty,  Kuasa Iman, (Bandung :  Yayasan Kalam Hidup, 2004), h. 4
      [5]  Gerald Licollins. Edward G. Farrugia,  Kamus Teologia, (Yogyakarta :  Kanasius, 1996), h. 113
[6] F.C. Grand dan H.H. Rawley, Dictionary Of The Bible, Edisi II,  (Original Editor : James Hastings) T dan T Clark and Charles Scribner).

       [7] Xavier Leon-Dufour,  Eksiklopedia Perjanjian Baru, (Yogyakarta :  Kansius, 1990), h 281.

[8]Wofford.  Kepemimpinan yang Mengubahkan, (Yogyakarta:  Andi, 1990),  h 133.

[9]Wofford.  Kepemimpinan Yang Mengubahkan, (Yogyakarta:  Andi, 1990), h 133.

[10] Ichwei G. Indra, Dinamika Iman, (Bandung: Yayasan Kalam Kudus, 1993), h.10.

[11] Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK,  (Bandung: Jurnal Info Media, 2007), h. 43
[12] Ichwei G. Indra, Dinamika Iman, (Bandung: Yayasan Kalam Kudus, 1993), h.15
[13] Nacy Poyah dan Bentty Simanjuntak, Bahan PA Mengenai Allah, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), h. 30
[14] Kelompok Kerja PAK-PGI, Pendidikan Agama Kristen untuk Kelas 8 SMP, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), h.41

[15] Thomas H. Groome,  , h.100.
[16] Woo Young Kim, Yesuslah Jawaban, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2005), h.160
[17] Robert J. Keeley, Menjadikan Anak-Anak Kita Bertumbuh Dalam Iman,  (Yogyakarta: Andi, 2009), h. 9
[18] Robert J. Keeley, Menjadikan Anak-Anak Kita Bertumbuh Dalam Iman,  (Yogyakarta: Andi, 2009),, h.13

[19] Charles Ryrie, Teologia Dasar, (Yogyakarta: Andi, 1993), h .28

[20] Charles Ryrie, Teologia Dasar, (Yogyakarta: Andi, 1993), h. l35.

Tuesday 23 February 2016

BEBERAPA PENGERTIAN MEDIA PEMBELAJARAN MENURUT BEBERAPA PARA AHLI



1.      Pengertian Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata “medium”, yang berarti perantara atau pengantar.[1] Media adalah perantara atau pengantar pesan dari si pengirim (komunikator atau sumber/source) kepada si penerima (komunikan atau audience/receiver).
Kata ”media” berasal dari bahasa latin Medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara, atau pengantar. Menurut KBBI, media dapat diartikan sebagai perantara, penghubung; alat (sarana) komunikasi seperti koran, majalah, radio, televisi, film, poster, dan spanduk, yang terletak diantara dua pihak (orang, golongan, dan sebagainya). Istilah media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari medium. Secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Pengertian umumnya adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan informasi dari sumber informasi kepada penerima informasi.
Berikut ini akan dipaparkan beberapa pengertian media menurut rumusan para ahli yakni sebagai berikut :
Menurut Azhar Arsyad dalam bukunya mengatakan : “Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari “Medium” yang secara harfiah berarti “Perantara” atau “Pengantar” yaitu  perantara  atau  pengantar  sumber  pesan dengan penerima pesan“[2]
Gagne mengartikan media sebagai berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar.
Menurut Dede Rosyada, media berasal dari bahasa latin yakni medius secara harafiah diartikan tengah, pengantar atau perantara berarti berada di dua posisi antara guru dan bahasanya.[3]
Menurut Heinich dan Molenda, dkk. (1996), media diartikan sebagai alat komunikasi yang membawa pesan dari sumber ke penerima; alat komunikasi berisi pesan, yang memungkinkan peserta didik dapat berinteraksi dengan pesan secara langsung.[4]
Heinich, Molenda, dan Russel menyatakan bahwa : “A medium (plural media) is a channel of communication, example include film, Television, diagaram, printed materials, computers, and instructors. (media adalah saluran komunikasi termasuk film, televisi, diagram, materi tercetak, komputer, dan instruktur) batasan media sebagai segala bentuk saluran yang dipergunakan untuk menyampaikan memberikan pesan atau informasi. NEA (National Education Assosiation) memberikan batasan media sebagai bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak, audio visual, serta peralatannya.[5]
Dikaitkan dengan pembelajaran, media dimaknai sebagai alat komunikasi yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk membawa informasi berupa materi ajar dari pengajar kepada peserta didik sehingga peserta didik menjadi lebih tertarik untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Dalam mengajar, panca indra dan seluruh kesanggupan seorang perlu dirangsang, digunakan dan dilibatkan sehingga ia tak hanya mengetahui, melainkan dapat memakai dan melakukan apa yang dipelajari. Panca indra yang paling umum dipakai dalam mengajar adalah mendengar. Melalui mendengar anak mengikuti peristiwa demi peristiwa dan ikut merasakan seolah-olah anak melihat sesuatu dari apa yang diceritakan. Namun menurut ilmu pendidikan berpendapat bahwa hanya 20% dari apa yang didengar yang dapat diingat kemudian hari. Kesan yang lebih dalam dapat dihasilkan jikalau apa yang diceritakan “dilihat” melalui sebuah gambar, model atau benda. Dengan demikian melalui mendengar dan melihat akan diperoleh kesan yang lebih dalam. Menurut Asnawir “Media pembelajaran (alat peraga) seperti :gambar, peta, papan tulis, box pasir, dan lain-lain dapat menolong anak untuk mengingat dengan lebih baik, yaitu mampu mengingat sampai 50% dari apa yang didengar dan dilihatnya”.[6]
Jhon D. Lutheru,  menyatakan bahwa “Sebelum kata media atau istilah media yang menjadi popular dalam dunia pendidikan dewasa ini khususnya dalam interaksi belajar-mengajar, maka istilah yang cenderung memiliki pengertian yang mula-mula dikenal orang dengan istilah (Audio Visual Aids / Alat Pandang Dengar)” selanjutnya disebut Intructional Material, dan kini yang lazim digunakan dalam dunia Pendidikan Nasional adalah Media Pendidikan atau Media Pembelajaran (Instructional Media)[7].
Menurut E. De Corte media pembelajaran sebagai suatu sarana non personal (bukan manusia) yang digunakan atau disediakan oleh tenaga pengajar, yang memegang peranan dalam proses belajar-mengajar untuk mencapai tujuan instruksional.[8]
Sri Anitah dan Noorhadi mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah setiap orang, bahan, alat atau peristiwa yang dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa menerima pengetahuan, keterampilan, dan sikap.[9]
Benson H. Clarence mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah suatu alat yang membantu pengajar untuk menyampaikan kepada pelajar menegani fakta-fakta, keterampilan,sikap, pengatahuan, pengertian dan penghargaan.[10]
Oemar Hamalik,  menyatakan bahwa “ Media Pemebalajaran adalah alat Metode, dan teknik yang digunakan dalam rangka mengekfektifan komunikasi dan interaksi antara guru dan murid dalam proses Pendidikan dan Pengajaran Sekolah[11].
Selanjutnya Sudjarwa, mengemukakan bahwa “Media Instruksional” adalah segala wujud yang dapat dipakai sumber belajar yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan murid, sehingga mendorong terjadinya proses belajar-mengajar ke tingkat yang lebih efektif sebagai berikut :
a.       “Media adalah alat yang dapat membantu interaksi belajar-mengajar yang berfungsi menjelaskan makna pesan yang ditampilkan sehingga pengajaran dapat tercapai dengan sempurna”.
b.      Media Pembelajaran dapat digunakan dalam rangka hubungan (Interkasi) dalam pengajaran antara guru dan murid.
c.       Media berperan sebagai alat perangsang belajar dan dapat menumbuhkan motivasi belajar sehingga murid tidak mudah bosan dalam mengikuti proses belajar-mengajar”. [12]
Menurut Miarso media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan  untuk menyalurkan pesan serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar yang disengaja, bertujuan, dan terkendali.[13]
Menurut Gerlach mengemukakan secara umum bahwa media pembelajaran itu meliputi orang, bahan, peralatan, atau kegiatan yang menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap, yang dikondisikan untuk menambah pengetahuan dan wawasan, mengubah sikap siswa, atau untuk menambah keterampilan.[14]
Blattner Doris mengemukakan bahwa media pembelajaran atau sering disebut dengan alat peraga sangat penting untuk dipakai dalam tiap pelajaran, sebab siswa dapat mengingat 50% dari bahan pelajaran yang kelihatan, tetapi kira-kira hanya 10% dari bahan pelajaran lisan. Media pembelajaran yang biasanya digunakan untuk siswa adalah: gambar, papan tulis, benda alam, bagan, papan flannel, peta dan temple.[15]
Menurut Ibrahim dan Nana Syahodiah defenisi media pembelajaran sebagai berikut: “Media pembelajaran merupakan suatu alat yang digunakan untuk menyalurkan pesan atau isi pelajaran, merangsang pikiran, perasaan, perhatian siswa, sehingga dapat mendorong proses belajar mengajar”.[16]
Menurut Gerlach & Ely (dalam Arsyad, 2002), “bahwa media jika dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi, yang menyebabkan siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap”.[17] Dalam pengertian ini guru, buku teks dan lingkungan sekolah merupakan media. Secara cenderung diartikan untuk menangkap, memproses dan menyusun kembali informasi visual atau verbal”.
Menurut Hamalik (1994) “bahwa dengan penggunaan alat bantu berupa media komunikasi, hubungan komunikasi akan dapat berjalan dengan lancar dan dengan hasil yang maksimal”. [18]
Menurut National Education Association NEA (dalam Sadiman, dkk., 1990), “media adalah bentuk-bentuk komunikasi baik yang tercetak maupun audio visual beserta peralatannya[19].
Media merupakan bagian integral dalam proses belajar mengajar.  Arief  S. Sardiman mengatakan: “Istilah media berasal dari Bahasa Latin yakni Medium yang secara harafiah berarti perantara atau pengantara.”[20]
Menurut Flemming yang dikutip oleh Arif S. Sardiman, mengatakan: “Media yang sering diganti dengan kata mediator di samping sebagai sistim penyampai atau pengantar juga sebagai penyebab atau alat yang turut campur tangan dalam dua pihak utama dalam proses belajar mengajar siswa.
Selanjutnya Santoso S. Hamidjojo yang dikutip oleh Latuheru, mengatakan: “Media pembelajaran adalah media yang penggunaannya diintegrasikan dengan tujuan dan isi pengajaran yang dimaksudkan untuk mempertinggi mutu kegiatan belajar mengajar.”[21]
Menurut Buckminster Fuller dalam Haney & Ulmer, media adalah orang tua ketiga (guru adalah orang tua kedua).[22]

Untuk melihat jenis – jenis media pembelajaran kunjungi silahkan “www.koreshinfo.blogspot.com”





[1] Arif S.Sadiman. Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2006), h.6

[2] Azhar Arsyad, Media Pembelajaran, (PT. Raja Grafindo Persada,  2007)  h.3
[3] Dede Rosyada, Media Pembelajaran,( Jakarta: Gaung Persada Press, 2008), h.7

[4] Bambang Warsita,  Teknologi Pembelajaran: Landasan dan Aplikasinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 121-125.

[5] Aect (Assosiation of Education and Communication Technology, 1977)

[6] H.Asnawir, Media Pembelajaran, (Jakarta: Delia Citra Utama, J, 2002), h. 68-70

[7] Jhon.D.Lutheru , Pengertian Media Pembelajaran. 1999,  h. 15

[8] W. S. Winkel,  Psikologi Pengajaran, (Yogyakarta: Media Abadi, 2005), h. 318-319.

[9] Udin Saripudin, Modul: Perencanaan Pengajaran, (Jakarta: Dirjen Bimas dan UT, 1996), h. 186.

[10] Benson H.,Clerence,Teknik Mengajar , ( Jakarta, Gandum Mas, 2000 ), h. 44

[11] Oemar Hamalik ,  Proses Belajar Mengajar.  (Bandung : Bumi Aksara 2008 ), h. 200

[12] Sudjarwa , Media Instruksional. (Jakarta : KBK 1992 ), h.258
[13] Bambang Warsita, Teknologi Pembelajaran: Landasan dan Aplikasinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 122.

[14] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 163.

[15] Blattner. Doris, Metode Mengajar Anak-anak Sekolah Minggu (Lembaga Literatur Baptis, 2006) h. 143

[16] Ibrahim R. dan Nana Syaodiah S, (Jakarta: Perencanaan Pengajaran, 2003), h. 112
[17] Arsyad A. (Media Pembelajaran, edisi 1. Jakarta PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h. 23

[18]Hamalik, O. (Media Pendidikan, cetakan ke-7, Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 1994)

[19]Sadiman, A.S., Rahardjo, R., Haryono, A., & Rahadjito (Media Pendidikan: Pengertian, pengembangan dan pemanfaatannya, edisi 1, Jakarta: penerbit CV. Rajawali, 1990)

[20] Arief S Sardiman. Media Pembelajaran,  (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1969), h. 6

[21] Latuheru. Media Pembelajaran Dalam  Proses Belajar Mengajar Masa kini, (Jakarta; Depdiknas, 1988), h. 14

[22] Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, (Bandung: Imperial Bhakti Utama, 2007), h. 208