KoreshInfo

SYARAT-SYARAT GURU PROFESIONAL DAN CIRI-CIRI PROFESI KEGURUAN

SYARAT-SYARAT GURU PROFESIONAL DAN CIRI-CIRI PROFESI KEGURUAN (Dr. Rusman, M.Pd) § Kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang...

Showing posts with label Bob Sadino "Mereka Bilang Saya Gila" memilih miskin. Show all posts
Showing posts with label Bob Sadino "Mereka Bilang Saya Gila" memilih miskin. Show all posts

Friday 23 October 2015

Ringkasan Buku "Mereka Bilang saya Gila" BOB SADINO



BOB SADINO
Mereka Bilang Saya Gila
 
  Bagian I
MEMILIH MISKIN
Bob Sadino, lahir dengan nama Bambang Mustari Sadino di Tanjung Karang, Lampung pada 9 Maret 1933. Sejak kecil ia hidup ditengah - tengah keluarga yang berkecukupan, memiliki kehidupan dan lingkungan pergaulan relatif baik. Lulus SMA tahun 1953 Bob Sadino langsung bekerja di Unilever tetapi sempat berhenti beberapa bulan karena kuliah di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Karena tidak betah hanya berkubang dengan teori di bangku kuliah, kemudian Bob Sadino bergabung lagi di Perusahaan Unilever untuk beberapa tahun lamanya sampai akhirnya ia meloncat ke perusahaan pelayaran dan ekspedisi yaitu Djakarta Llyod. Selama bekerja di perusahaan pelayaran dan ekspedisi, Bob Sadino sering singgah di Benua Eropa. Bob Sadino sempat tinggal dan bekerja selama sembilan tahun di Hamburg dan Amsterdam, dengan besaran gaji di Eropa, membuat kehidupan Bob Sadino relatif serba berkecukupan, siang kerja malam pesta dan dansa.
            Bekerja di perusahaan orang konsekuensinya harus diperintah oleh atasan yang justru sering kali membuat Bob Sadino merasa tertekan, apalagi Bob Sadino mempunyai atasan yang menurutnya ‘goblok’. Akhirnya Bob Sadino tanpa rencana memutuskan keluar dari pekerjaannya dan meninggalkan fasilitas dan kenyaman hidup yang ia miliki saat itu. Ia pulang ke Jakarta tahun 1967 dan harus memulai kembali hidupnya dari nol.
            Sesungguhnya, keluar dari zona kenyamanan dan masuk ke alam kehidupan ‘antah berantah’ itulah yang menjadi titik berangkat krusial dalam sejarah Bob Sadino. Hal ini tentu mengherankan dan bagi kebanyakan orang pasti dianggap mengada-ada dikarenakan bahwa Bob Sadino adalah orang punya dan cukup segalanya, dari kecil berkecukupan terus, tetapi memutuskan untuk memiskinkan diri.
            Resiko atas pilihannya menjadi manusia merdeka, dan memilih untuk hidup miskin Bob Sadino harus menyambung hidup keluarganya dengan pekerjaan apa saja. Sebagai supir taksi gelap di Jakarta, namun karier taksi gelap harus macet dalam tempo setahun karena taksi tertabrak dan rusak, dan tidak ada dana untuk memperbaikinya. Kemudian Bob Sadino harus bekerja menjadi kuli bangunan dengan upah hanya seratus rupiah setiap harinya. Disinilah ia merasakan arti kemelaratan yang sesungguhnya. Kadang makan cuma pakai lauk ikan asin, kadang harus cari lauk dengan memancing ikan di rawa – rawa di daerah Kemang.
            “Apa yang kau cari Bob?”. Barang kali, itulah pertanyaan yang terus – menerus mendera gendang telinga Bob.
            Teman – teman sepergaulan Bob di Eropa, kakak-kakaknya yang hidup berkecukupan mendengar kabar keadaan Bob jadi sangat prihatin dan bermaksud menawarkan bantuan dengan setengah memaksa kepada Bob, tapi jawaban Bob sangat tegas, “satu – satunya bantuan yang saya perlukan adalah jangan bantu saya.” Dengan penuh kesadaran Bob yang merasa terlampau lama hidup dalam kemanjaan ia nyatakan sikapnya untuk tetap bebas tanpa pengaruh dan kendali siapapun.
            Berbekal karunia pancaindera dan akal, ia terus mencari celah untuk mengubah kehidupannya. Sampai suatu ketika, mata Bob tertuju pada perbedaan antara telur ayam lokal dengan telur ayam negeri, ia juga melihat adanya suatu peluang untuk memasarkannya ditempat tinggalnya daerah Kemang, Jakarta Selatan, yang sejak dulu banyak dihuni kaum ekspatriat.
            Bob meminta sahabatnya di Belanda mengirimkan anak-anak ayam petelur serta ayam broiler. Berbekal beberapa puluh anak ayam itulah Bob merajut peruntungannya tanpa bekal pengetahuan tentang beternak ayam. Namun Bob yakin bahwa informasi dan pengetahuan bisa didapatkannya dari majalah-majalah kejuruan terbitan Belanda. Akhirnya anak-anak ayam itupun berkembang dan menghasilkan telur untuk dijual. Awalnya Bob menjual telur-telur tersebut dengan mengayunkan kaki sendiri dari pintu ke pintu yang dibantu oleh istrinya.
            Sedikit demi sedikit pelanggan telur yang kebanyakan kaum ekspatriat pun bertambah, pelanggan lokal juga semakin mengenal dan menyukai telur ayam negeri. Akhirnya dengan memanfaatkan teras dan garasi Bob Sadino membuka toko Kemchicks. Produk yang dijual semakin beragam dan itu menandai kibaran bendera sukses Bob Sadino.
            Merdeka dalam pilihan dan sikap adalah awal dari perubahan apapun, termasuk awal perubahan bagi kehidupan wiraswasta, memiliki sesuatu yang tidak bisa dipengaruhi oleh apapun dan siapapun, intinya harus memerdekakan diri dulu sebelum melangkah ke dunia entrepreneur.
            Dunia entrepreneur adalah dunia yang penuh dengan tantangan maupun peluang. Bob Sadino mengawalinya dengan memilih memiskinkan diri, Bob menganggap miskin waktu itu adalah tantangan, challenge. Saat miskin Bob Sadino merasakan powernya orang miskin. Menurut Bob Sadino ada power dalam kemiskinan, itu tantangan, powerful seperti magma yang sedang bergejolak di dalam gunung berapi.”
            Bob Sadino memutuskan untuk memiskinkan diri adalah untuk mengosongkan gelas kehidupannya supaya gelas itu bisa kembali menerima isi-isi baru, pengalaman-pengalaman baru, serta berbagai variasi baru.
            Merefleksi pengalamannya sendiri, Bob merasakan bahwa orang miskin hanya punya sedikit pilihan hidup, bahkan kadang sama sekali tidak punya pilihan alias tidak ada kuasa untuk memilih. Bob mengatakan bahwa kondisi tidak ada pilihan ini mengandung power atau kekuatan yang luar biasa. Misalnya pilihan yang harus dilakukan hanya berwiraswata, maka wiraswasta itulah kekuatan satu-satunya untuk mengubah hidupnya.

           

Bagian II
RODA BOB SADINO

            Menurut Bob Sadino, “ada yang salah dengan sistem pendidikan kita, dan para sarjana yang nganggur itu adalah produk sistem pendidikan kita. Kebanyakan orang pintar yang hanya tahu ilmu, tapi tidak bisa praktik. Menurutnya sebaiknya orang-orang yang ada di kuadran TAHU yang ada di sekolah – sekolah dan di kampus – kampus terus menerus menyeberang ke kuadran BISA, di kuadran JALANAN atau kuadrannya MASYARAKAT. Melalui kuadaran BISA itulah kelak para mahasiswa menjadi manusia – manusia yang terampil dan ahli.
Untuk mengomunikasikan gagasan – gagasan Bob Sadino terpaksa membuat model atau konsep supaya kerangka pikirnya bisa terkomunikasi secara lebih jelas lagi. Model kompetensi yang diciptakan oleh Bob Sadino diberi nama Roda Bob Sadino (RBS).  
Pada prinsipnya, RBS adalah suatu diagram yang menggambarkan perputaran kehidupan seseorang, yang didalamnya berlangsung proses pembelajaran berupa dialektika atau sintesis antara ilmu / teori dan praktek, yang pada akhirnya menggambarkan tingkat kemampuan, kecakapan, atau kompetensi seseorang. Model RBS ini semula dititikberatkan untuk menggambarkan proses pembelajaran dalam  dunia entrepreneur. Tapi pada perkembangannya, model ini bisa ditarik untuk menganalisis berbagai permasalahan masyarakat sejauh permasalahan itu bersangkut – paut dengan kompetensi seseorang. 
Konsep RBS digambarkan dalam sebuah lingkaran menyerupai roda yang dibagi menjadi empat kuadran. Masing-masing kuadran pada dasarnya menggambarkan tingkat kompetensi sekaligus wilayah pembelajaran seseorang. Kuadran pertama, yang terletak disebelah kiri bawah disebut dengan kuadran TAHU. Berikutnya, kuadran kedua terletak di sebelah kanan bawah dan disebut kuadran BISA. Kuadran ketiga terletak di sebelah kanan atas dan disebut kuadran TERAMPIL. Sementara kuadran keempat yang terletak di sebelah kiri disebut dengan kuadran AHLI.



Adapun yang dimaksud dari masing-masing kuadran tersebut yakni :
  1. Kuadran Tahu
Digunakan oleh Bob Sadino untuk menggambarkan proses belajar di sekolah pada umumnya atau kampus pada khususnya. Bob Sadino sering menyebutkan kuadran pertama dengan kuadran KAMPUS atau kuadran SEKOLAH.
Di kampus atau di sekolah seseorang belajar berbagai macam teori sampai kemudian lulus dengan mendapatkan gelar. Titik berat dari proses pembelajaran di kuadran pertama ini adalah mengetahui sebanyak mungkin teori dan informasi.
Kelemahan utama kuadran TAHU ini adalah pada soal praktik di lapangan atau dalam kehidupan riil di tengah – tengah masyarakat. Teori yang dikuasai tidak otomatis dapat diaplikasikan di masyarakat. Hal tersebut disebabkan oleh sifat teori yang umumnya selalu tertinggal oleh dinamika masyarakat. Karena teori biasanya disusun berdasarkan riset atau fakta dan informasi yang sudah berlalu cukup lama.
  1. Kuadran BISA
Kuadran BISA disebut juga kuadran MASYARAKAT atau kuadran JALANAN. Kuadran ini menggambarkan bagaimana orang-orang yang tidak sekolah belajar melakukan atau mengerjakan sesuatu pekerjaan di berbagai bidang dan tidak menyandarkan diri pada teori-teori tertentu karena memang tidak menguasai teori. Wilayah belajar mereka adalah dalam dunia praktik dalam kehidupan rill atau di tengah – tengah masyarakat.
Orang-orang di kuadran BISA dapat saja mengerjakan pekerjaannya dengan benar, tetapi bisa pula melakukan kesalahan dan ini menjadi sumber pembelajaran yang utama. Karena proses belajar dalam bentuk praktik yang berulang – ulang itulah orang-orang yang sebelumnya tidak bisa menjadi bisa. Dari sisi praktis, orang-orang di kuadran BISA adalah orang-orang yang kompeten. Mereka bisa melakukan atau mengerjakan sesuatu pekerjaan, dan oleh karenanya mereka pasti tahu tentang apa yang dikerjakannya.



  1. Kuadran TERAMPIL
Kuadran ini biasanya merupakan tempat orang-orang yang sudah melewati kuadran TAHU maupun kuadran BISA. Menurut Bob, idealnya orang-orang yang di kuadran TAHU terus – menerus menguji teori-teorinya di kuadran BISA, begitu juga sebaliknya. Dialektika kedua kuadran tersebut akan meningkatkan efektifitas teori maupun cara kerja masing-masing kuadran. Hasil proses dialektika antara kedua kuadran di atas umunya akan mengarahkan orang-orang yang tahu teori untuk terus menguji efektifitas teorinya. Orang-orang yang bisa karena diasah oleh praktik dapat semakin efektif bekerja karena dikuatkan oleh teori dan metode yang aplikabel. Hasil dari proses saling menguatkan ini adalah meningkatnya kemampuan seseorang, sehingga kinerjanya bisa dipertanggungjawabkan. Maka masyarakat menyebut orang tersebut sebagai orang yang skillfull atau terampil dibidangnya.
Bob mengategorikan orang kuadran TERAMPIL ini sebagai respons-able dan accountable. Respons-able berarti memiliki kemampuan merespon setiap permasalahan dengan tepat. Accountable berarti memiliki kemampuan mengatasi persoalan secara bertanggungjawab.
  1. Kuadran AHLI
Orang-orang dari kuadran TERAMPIL akan memasuki kuadran keempat yaitu kuadran AHLI, atau kuadran EXPERT, atau kuadran PROFESIONAL. Bob Sadino sering menyebut kuadran ini kuadran ENTREPRENEUR. Penghuni kuadran AHLI ini adalah mereka yang selain telah berhasil meningkatkan keterampilannya, responsive dan bertanggung jawab, juga karena mampu memberikan manfaat kepada banyak orang, serta diakui kompetensinya oleh masyarakat luas.
Sebenarnya antara kuadran TERAMPIL dan kuadran AHLI tipis sekali bedanya, tapi perbedaan yang sangat prinsip dan jelas adalah bahwa predikat AHLI itu merupakan pengakuan yang diberikan masyarakat luas, bukan klaim pribadi. Para penghuni kuadran AHLI inilah yang sejatinya bisa menjadi teladan, role model, atau penyuluh bagi orang-orang yang masih berada di kuadran TAHU maupun BISA, supaya mereka dapat naik ke kuadran berikutnya. 
Idealnya setiap orang berproses atau berputar (melawan arah jarum jam), serta berdialektika sepanjang hayat dalam lingkaran kuadaran – kuadran tadi. Dimulai dari kuadran TAHU yang menyeberang ke kuadran BISA dan dari kuadran BISA menyeberang ke kuadran TAHU, untuk meningkatkan efektifitas masing-masing. Pada tingkat berikutnya dari kuadran BISA terus berproses meningkatkan kemampuan sehingga orang bisa masuk ke kuadran TERAMPIL. Setelah semakin meningkat kompetensinya kuadran TERAMPIL bergeser ke kuadran AHLI dan dari kuadran AHLI akhirnya masuk lagi ke kuadran TAHU, lalu perputarannya kembali dari awal.
Dari kacamata Roda Bob Sadino (RBS) ini jelaslah bahwa akar masalah sarjana yang menganggur adalah karena kuadaran TAHU enggan menyeberang ke kuadran BISA. Akar masalah pendidikan kita adalah karena kurikulum maupun tenaga pengajarnya tidak diacukan pada prinsip dialektika antara teori dan praktek. Akar kemiskinan masyarakat salah satunya juga karena para sarjana yang tidak kompeten. Mereka gagal menciptakan lapangan kerja bagi diri sendiri, terlebih bagi orang lain. Sementara orang-orang kuadran TAHU yang menerobos ke kuadran TERAMPIL atau kuadran AHLI telah menghasilkan ahli-ahli yang tidak kompeten. Dan akhirnya merekalah yang memberikan panduan, penyuluhan dan bimbingan yang menyesatkan bagi orang-orang di kuadran bawah.
Bob memandang bahwa spirit entrepreneurship harus mulai dikembangkan di sekolah – sekolah kejuruan dan terutama sekali di kampus-kampus, kalau tidak ingin sekolah atau perguruan tinggi hanya mencetak pengangguran.


Bagian III
REVOLUSI SISTEM PENDIDIKAN

            Bob Sadino sering mengungkapkan ilustrasi sederhana untuk menunjukkan, betapapun banyaknya pengetahuan dan teori yang dikuasai, kalau tidak mampu mengaplikasikannya tidak ada gunanya.
Menurut Bob Sadino sistem pendidikan kita salah, ia memberikan referensi sekolah tinggi yang benar itu seperti sekolah tinggi kedokteran. Karena sejak awal, selain belajar teori juga belajar praktik. Terus berproses hingga akhir masa studi.
Sistem pendidikan di Indonesia menurut Bob Sadino bukan pendidikan tapi pengajaran. Artinya para guru hanya memindahkan isi kepala si guru ke kepala si murid.
Bagi Bob Sadino, memandang persoalan sistem pendidikan di Indonesia beserta outputnya itu tidaklah terlalu rumit. Ia berangkat dari perspektif entrepreneur yang besar dan matang di kuadran BISA, di kuadran jalanan atau masyarakat. Bahwa, pendidikan harus didasarkan pada teori yang dipraktikkan. Untuk itu seorang pengajar / pendidik harus benar-benar menguasai pengetahuan dan keterampilan yang diajarkan kepada para muridnya, tidak sekedar memberitahu, tetapi harus memberi contoh melakukannya. Dalam pandangan Bob Sadino basic dasar ilmu pendidikan adalah mendidik dengan keteladanan, tidak hanya lewat mulut atau verbal saja.  
Sistem pendidikan di Eropa berbeda dengan sistem pendidikan di Indonesia, di Eropa mengajarkan keterampilan dengan memberi contoh konkret. Ketika guru ingin menjelaskan cara mengerjakan sesuatu, maka guru tersebut mempraktekkannya terlebih dahulu, dan para murid tinggal mencontoh cara yang benar.
Di Indonesia pernah muncul konsep pendidikan link and match pada zaman menteri pendidikan dijabat Prof. Dr. Ir. Wardiman Djoyonegoro alumnus dari Jerman. Tujuannya sangat baik, yaitu mendekatkan dunia pendidikan dengan kebutuhan riil masyarakat akan tenaga – tenaga terampil. Namun konsep pendidikan tersebut terlupakan begitu saja.
Bob menunjukkan situasi di Indonesia berbeda dengan negara – negara di Eropa dimana tenaga-tenaga kerja level rendahan justru sulit didapat. Perusahaan – perusahaan mendapatkan insentif pajak bila menerima siswa-siswa magang. Tenaga-tenaga terampil disana mendapat upah yang sangat baik, sekalipun mereka bukan sarjana, ini menunjukkan iklim simbiosis mutu alis antara kalangan bisnis dengan masyarakat pendidikan pada umumnya.
Hal tersebut tentu sangat berbeda di Indonesia, yang terjadi adalah sebaliknya, pengangguran tidak terdidik begitu besar jumlahnya, sarjana nganggur juga tidak kalah banyaknya, tidak sedikit lulusan perguruan tinggi yang bersedia bekerja di posisi yang tidak sesuai dengan jurusan pendidikan mereka serta mau digaji rendah.
Menurut  Bob Sadino cara mengurai kompleksitas masalah pengangguran dan kemiskinan begitu sederhana. Saat angka pengangguran tak terdidik maupun terdidik membengkak seperti sekarang, dan kondisi ekonomi pada umumnya semakin sulit, maka tersedianya tenaga terampil yang siap diserap oleh pasar kerja adalah solusi paling mendesak. Memberantas kemiskinan dan mengurangi angka pengangguran butuh revolusi pendidikan, tetapi sejatinya bisa dilihat dari perspektif yang sesederhana itu.

            
Bagian IV
MAHASISWA WIRASWASTA

            Demonstrasi yang dilakukan oleh para mahasiswa untuk menyampaikan / mempertahankan aspirasi masyarakat, tentu menjadi suatu kekhawatiran bagi para orang tua. Ditambah lagi demonstrasi yang berujung pada suatu kericuhan bahkan menjurus ke anarkis. Sebagai seorang entrepreneur Bob Sadino mengemukakan gerakan – gerakan mahasiswa sekarang ini seharusnya diarahkan pada aktivitas yang lebih konstruktif. Menurutnya selain berdemonstrasi ada pilihan lain bagi mahasiswa yaitu berwiraswasta.
            Lagi-lagi menurut Bob Sadino sistem pendidikan di Indonesia benar-benar tidak ideal, “pendidikan hanya memindahkan isi otak pengajar kepada mahasiswa yang tidak lain adalah sampah, sampah informasi, sampah teori dari buku – buku.
            Menurut Bob Sadino seharusnyalah para guru dan para pengajar itu bisa memberikan lead, memimpin yaitu mampu memberikan contoh. Tenaga pengajar harus bisa menjadi role model. Misalnya kalau si pengajar mengajarkan kewiraswastaan ya pengajarnya haruslah seorang wiraswasta.
            Hampir disetiap kesempatan mengisi kuliah umum dan seminar di kampus-kampus, Bob sering memprovokasi para mahasiswa dan dosennya untuk berani mengambil keputusan drastis. Ia sering merujuk buku karya Edy Zaqeus yang berjudul, “Kalau Mau Kaya Ngapain Sekolah”
            Pada setiap kesempatan Bob Sadino selalu meneror mahasiswa, “Kalau anda ingin menjadi entrepreneur keluar sekarang juga dari kampus, dan jangan pernah kembali lagi! Karena anda ingin jadi entrepreneur kan? Buat apa sekolah, anda tidak akan kaya, dan anda bukannya tambah pintar, tapi akan tambah bodoh karena di luar sana ada hampir satu setengah juta sarjana menganggur. Bukankah itu berarti anda kuliah disini untuk jadi calon penganggur, jadi seperti mereka mau nggak? Kalau enggak mau keluar….!!
            Untuk setiap provokasi yang dilontarkan oleh Bob Sadino, ia menghimbau mahasiswa supaya pernyataan – pernyataannya tidak ditelan mentah – mentah. “Saya yakin saya berhadapan dengan orang-orang pintar, semestinya mereka mau menganalisis pernyataan tersebut, lihatlah cara berpikir saya, lihat apa yang ingin saya sampaikan.
            Bob Sadino sering meneror mahasiswa keluar dari kampus, Bob mengaku tidak pernah menyatakan sekolah atau kampus itu jelek. Dalam hal ini Bob mengemukakan bahwa pilihan keluar dari kampus itu sama nilainya dengan tetap bertahan di kampus untuk meraih gelar sarjana. Namun kalaupun gelar sarjana adalah pilihan yang diambil, akan lebih baik kalau mereka para sarjana itu bermanfaat bagi diri sendiri maupun masyarakatnya, bukan malah menjadi beban masyarakat.
Ketika menyatakan bahwa informasi, buku-buku atau teori – teori yang diajarkan para dosen itu adalah sampah, ia juga mengaku tidak pernah menyatakan sampah itu tidak bermanfaat. Sampah kalau diolah dengan benar, pasti ada manfaatnya dan itu sudah terbukti. Ia meneror para mahasiswa supaya mereka berproses, berpikir, dan berani menggeser paradigmanya. Bahwa titel sarjana, menguasai teori, atau jadi orang yang serba tahu itu tidak cukup untuk bergelut dengan tantangan di masyarakat.
            Dari setiap teror, provokasi yang dilontarkan Bob Sadino kepada mahasiswa Bob Sadino ingin menyampaikan bahwa teori dan praktek harus bertemu, berdialektika, sehingga menumbuhkan keterampilan.
Upaya – upaya mengurangi beban pengangguran dari kalangan terdidik sesungguhnya bisa dimulai dengan mengenalkan semangat wiraswasta di kalangan mahasiswa. Energi mahasiswa yang sangat berlebih itu mestinya juga diarahkan kepada aktivitas – aktivitas kewiraswastaan. Gejala yang tumbuh di kota – kota besar sudah menunjukkan bahwa ada cukup mahasiswa yang bergerak ke arah tersebut. Bob Sadino mengemukakan kalau orang-orang pintar (mahasiswa) yang berwiraswata, efek demonstrasinya akan sangat besar.

  
Bagian V
THE HEART OF THE ENTREPRENEUR

            Menurut Bob Sadino untuk menjadi seorang entrepreneur sukses, jangan jadi orang pintar yang banyak tahu saja. Tapi jadilah orang bodoh yang serba bisa. Kalau orang pintar tahu belum tentu bisa tapi kalau orang BISA sekalipun dia bodoh pasti dia tahu.
             Kesejatian seorang entrepreneur yaitu, menjadi manusia merdeka dalam berpikir, bersikap dan bertindak. Bob mengingatkan untuk menjadi seorang entrepreneur pertama-tama harus berani menjadi manusia bebas merdeka. Kebebasan adalah jantungnya sang wiraswasta, the heart of the entrepreneur. Bebas dari belenggu rasa takut, bebas dari harapan berlebihan dan bebas dari belenggu pikiran sendiri.
            Berikut ini adalah arti kebebasan menurut Bob Sadino, pertama orang yang berwiraswasta harus berani membebaskan dirinya dari rasa takut. Banyak ragam rasa takut, seperti takut memulai usaha, takut ambil keputusan, takut ambil peluang, takut menanggung resiko, takut gagal, takut menderita, dan masih banyak lagi takut lainnya. Rasa takut tidak membawa seseorang beranjak sejengkal pun dari tempatnya yang semula. Oleh sebab itu, kalau mau bergerak lebih jauh, mau berpetualang di dunia wiraswasta, usir jauh-jauh belenggu rasa takut itu.
Berikutnya belenggu kedua adalah terlalu banyak berharap, jika mau berwiraswasta, buang jauh-jauh harapan yang terlalu berlebihan. Ini kedengarannya paradoks dengan anggapan umum bahwa harapanlah yang mendrive seseorang supaya dapat bertindak penuh semangat dan pantang menyerah. Bahkan dalam ilmu manajemen modern, harapan itu tidak ubahnya target atau sasaran pencapaian yang harus dimiliki oleh setiap orang yang ingin maju. Disini harapan adalah bagian tidak terpisahkan dari rencana kesuksesan seseorang. Bob Sadino mengemukakan seorang entrepreneur jangan terlalu banyak berharap semakin banyak berharap semakin banyak kecewa, semakin sedikit berharap semakin sedikit kecewa. Menurutnya anjuran ilmu manajemen modern merupakan sebuah jebakan yang membahayakan.
Bob Sadino mengharapkan untuk menjadi seorang entrepreneur harus membebaskan diri dari harapan – harapan berlebihan. Tanpa harapan berlebihan orang bisa berwiraswasta seperti tanpa beban sehingga langkah-langkah dan pilihan – pilihan menjadi lebih bisa dinikmati.
Belenggu yang ketiga adalah pikiran sendiri. Banyak orang yang hendak menjadi entrepreneur tidak menyadari bahwa pikiran sendiri bisa sedemikian membelenggu atau menghambat langkah ke depan. Belenggu pikiran itu bisa berupa teori – teori, konsep – konsep, persepsi – persepsi, pengalaman – pengalaman atau bahkan keyakinan – keyakinan sendiri. Dimana belenggu pikiran itu berasal dari dalam diri. Bisa pula berasal dari luar.
Belenggu pikiran berasal dari dalam bila itu muncul dari proses – proses pengalaman, persepsi dan keyakinan pribadi. Sementara belenggu pikiran dari luar bisa berbentuk teori-teori, konsep – konsep atau termasuk pikiran – pikiran orang lain yang mengendap lama di pikiran sampai kemudian tanpa disadari terasa sebagai pikiran sendiri.
 Salah satu belenggu pikiran sendiri bisa ditelusuri dari adanya doktrin ilmu manajemen modern yang menyatakan bahwa resiko usaha harus diperkecil dengan perencanaan sematang mungkin, semakin matang dan detail perencanaan dibuat, semakin kecil pula resiko kegagalan yang harus ditanggung. Banyak teori dasar dalam ilmu manajemen yang justru membelenggu orang yang hendak terjun berwiraswasta salah satunya contoh di atas. Menurut Bob dalam berwiraswasta kata ‘harus’ tidak ada dalam wiraswasta karena itu akan membelenggu pikiran orang.
            Tiga belenggu di ataslah yang selama menjadi penghalang utama bagi para sarjana yang matang di kuadran TAHU tidak pernah berani menyeberang ke kuadran BISA. Dengan mengenyahkan ketiga belenggu tersebut maka jalan untuk berwiraswasta mulai terbentang.


 Bagian VI
SANDARAN CALON ENTREPRENEUR

            Dari hasil analisis terhadap pengalamannya sendiri selama lebih dari 40 tahun mengawali dan membesarkan Kemchicks Group, menurut Bob Sadino ada lima sandaran yang perlu diperhatikan jika ingin menjadi entrepreneur sejati, yakni:
-          Pertama, memiliki kemauan untuk menjadi pengusaha atau wiraswasta. Kemauan yang kuat adalah titik berangkat saat hendak memasuki kuadran BISA atau kuadran masyarakat.
-          Kedua adalah komitmen yang kuat (determination)
-          Ketiga keberanian mengambil peluang
Tidak berani mengambil peluang, berarti orang tidak bergulir atau tidak beranjak dari tempatnya semula. Menurut Bob peluang dan resiko itu menyatu, seperti dua sisi dari keping mata uang yang sama. Peluang adalah potensi pergerakan yang membuahkan beragam akibat.
-          Keempat yaitu tahan banting dan tidak cengeng
Wiraswastawan itu berkubang dengan hambatan, tantangan dan resiko dan kegagalan. Orang perlu daya tahan yang luar biasa untuk memenangkan pertarungan tersebut. Menurut Bob Sadino entrepreneur tidak tergantung pada orang lain, entrepreneur itu merdeka, ia bebas, mandiri. Tidak meminta-minta atau mengemis bantuan, apalagi sampai memaksa. Entrepreneur sejati tidak menunggu bantuan.
-          Satu sandaran lagi yang akan menyempurnakan si entrepreneur adalah bersyukur Kepada Yang Mahakuasa, sebab apa? yang mahakuasalah yang menjadikan dia seperti itu. Tapi tidak semua wiraswasta yang memiliki jam terbang tinggi ingat pada sandaran ini. Banyak wiraswastawan yang sudah bergulir selama puluhan tahun, tapi tidak tahu cara beryukur. Padahal, kalau sandaran kelima ini dimiliki, dahyatlah kehidupannya ….,”
Seorang entrepreneur selalu digoda untuk terus melambungkan keuntungan yang dia peroleh, dalam setiap bisnis yang dijalankannya si entrepreneur ini terus menuntut keuntungan maksimal. Tetapi kalau hal ini menjadi tuntutan untuk terus menerus menambah keuntungan tanpa batas, itu sudah greedy namanya.
Pada titik inilah letak pentingnya sandaran bersykur. Gagal atau berhasil, untung sedikit atau untung banyak, itu akan sama banyaknya kalau kita punya rasa bersyukur. Entrepreneur yang tamak pasti tidak akan pernah bisa menikmati keuntungan yang sedikit jumlahnya.

Bagian VII
MENCIPTA DAN MEMANFAATKAN PELUANG

            Bob menyitir rumus – rumus cara memulai usaha yang sudah sering dibahas di banyak di buku manajemen. Pertama, adalah jadilah pioner atau yang pertama memelopori usaha itu (be the first). Kalau tidak bisa jadi yang pertama, jadilah yang terbaik diantara yang sudah ada (be the best), kalau keduanya gak bisa, berbedalah dibanding yang lain (be different)
            Mengenai melihat peluang, menurut Bob Sadino sudah bukan lagi sesuatu yang perlu dicari karena memang sudah ada dan tersedia secara cetho melo-melo (sangat jela, terang benderang). Modal yang dibutuhkan sebenarnya sudah ada pada setiap orang. Modal itu bukan modal material, tapi sekedar modal intangible. Cukup dengan menggunakan mata untuk melihat dan mengamat-amati, maka peluang – peluang usaha akan segera tampak. Berpikirlah dari ujung rambut sampai ujung kaki disitu terdapat peluang untuk wiraswastawan.


Bagian VIII
SENI BERPIKIR BOB SADINO

            Berikut ini adalah cara berpikir Bob Sadino, yakni:
  1. Berbisnis tanpa punya rencana dan tujuan
Dalam konteks wiraswastawan sejati rencan bisa saja malah menjadi penghalang keputusan. Ada kalanya peluang datang dalam sekejap sehingga butuh keberanian untuk mengambil keputusan secepat-cepatnya.
Menurut Bob Sadino sebuah rencana memang dibutuhkan, tetapi bergeraklah dulu, setelah bisnis berjalan, buatlah rencana supaya memberikan hasil. Tapi jangan sampai hanya berhenti di rencana atau jangan sampai rencana itu menghentikan anda untuk mengambil langkah pertama dalam memulai bisnis.
  1. Berbisnis cara kegagalan, cari rugi
Pola berpikir Bob Sadino ini adalah membangun sikap mental yang kokoh dalam melihat apa itu arti resiko serta bagaimana cara menyikapinya. Orang awam yang hendak berbisnis biasanya sangat alergi dengan kata resiko. Tetapi sesungguhnya resiko itu adalah bagian inherentda dunia entrepreneur. Sebab, dalam resiko ini pula letaknya kesempatan dan peluang untuk meraih keuntungan. Semakin besar resiko semakin besar pula kesempata atau peluangnya.
Satu hal lagi kalau bisnis cari rugi tapi bisa untung walau sedikit, ya saya bersyukur kepada Tuhan. Kalau bisnis untung besar itu nikmatnya luar biasa. Dan rasa bersyukur itu tidak akan pernah ada habisnya.
  1. Tidak menghindari resiko, tapi memburu resiko
  2. Tidak mempunyai harapan
  3. Mendorong dan membiarkan anak buahnya berbuat salah
  4. Tidak akan pernah mau dan tidak pernah bekerja keras untuk meraih sukses.


Bagian IX
SENI BISNIS BOB SADINO

            Berikut ini adalah ciri – ciri yang dapat menunjukkan cara atau seni bisnis Bob Sadino, yakni:
  1. Mengalir dalam bisnis
Bob Sadino tidak pernah merencanakan semua bisnisnya, mengalir saja dan lenturkan pikiran, maka peluang akan terlihat dimana-mana itulah seninya berbisnis.
  1. Hidup Dalam Resiko Bisnis
Dimata Bob Sadino resiko bisnis baik itu resiko untung maupun rugi sejatinya adalah sesuatu yang inherent.
  1. Piawai Berkomunikasi
Bob Sadino mengemukakan prinsipnya dalam berkomunikasi, “kepada siapapun anda berbicara entah itu bicara pada orang yang anda kenal maupun tidak anda kenal keluarga atau relasi bisnis, perlakukanlah mereka selayaknya seorang pelanggan” dengan demikian maka tidak ada lagi godaan untuk berkomunikasi seenaknya sendiri. Yang ada adalah upaya orang itu untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada si lawan bicara alias sipelanggan tadi. Dampaknya si lawan bicara akan merasakan suasana nyaman dan menikmatik keramah-tamahan, sehingga mereka biasanya relatif mau membuka diri untuk berkomunikasi secara menyenangkan.
  1. Service Excelent
Bob Sadino mengandalkan prinsip sederhana, yaitu selalu berusaha memenuhi apa kebutuhan dan keinginan pelanggan. Apabila kebutuhan dan keinginan pelanggan bisa dipenuhi, mereka pasti merasa puas dan rela mengeluarkan uang, yang sebanding dengan apa yang berhasl di delivered kepada mereka.
  1. Peka Potensi Pasar
Kemampuan mencium peluang pasar harus terus dipertajam, caranya terus menambah jam terbang dengan terjun ke lapangan, berkubang masalah dan bergelimang tantangan di kuadran MASYARAKAT.


Bagian X
LINGKARAN BOB SADINO

Bob Sadino menggambarkan tahapan – tahapan kematangan kehidupan seseorang dalam tiga bentuk lingkaran yang disebutnya Lingkaran Bob Sadino (LBS).
-          Lingkaran pertama, HITAM-PUTIH yang isi didalamnya terbelah menjadi dua bagian berwarna hitam-putih.
Ini memperlihatkan orang-orang yang bertumpu atau dikuasai logika dan cara berpikirnya hitam-putih, salah-benar, buruk-baik, malam-siang, goblok-pintar, laki-laki – perempuan.
-          Lingkaran kedua,  ABU-ABU yang isinya didalamnya masih terbagi menjadi dua bagian, namun dengan perbedaan warna yang nyaris tidak ada (warna abu-abu) karena adanya perpaduan antara hitam dan putih.
Pada lingkaran ini orang bersandar pada hati dan kebijaksanaannya (wisdom) dalam melihat berbagai konsep, teori, gagasan, gejala, fenomena dan realitas. Pada lingkaran ini orang tidak semata melihat apa yang dianggap salah itu pasti salah, tapi mungkin melihat ada kebenaran didalamnya.
-          Lingkaran ketiga, Lingkaran KOSONG atau tanpa isi, tidak ada warna hitam putih lagi, atau tampak putih sama sekali. 
Di lingkaran inilah tempatnya, iman, kepercayaan, dan keyakinan. Orang sudah sepenuhnya menyandarkan hidupnya pada kekuatan Yang Mahakuasa. Tidak adalagi salah atau benar, karena yang ada adalah iman. Standarnya ikhlas. Tidak ada lagi rencana dan pengharapan. Tidak ada lagi arah dan tujuan. Tanpa titik karena hidup dijalani dalam keikhlasan yang sepenuh-penuhnya. Penyerahan total kepada Yang Kuasa. Hidup dalam kesadaran akan kuasa mutlak Sang Mahapencipta.
            Bob Sadino menggambarkan hidup ini bak sebuah sungai yang mengalir dari sumber-sumber air menuju lautan sebagai muaranya. Aliran air sungai itu menuruni gunug, berkelok-kelok melewati hamparan tanah, mengalir begitu saja dilempari sampah, kotoran tapi tetap mengalir dalam waktu yang cukup lama, bertemu batu dia belok. Bob menegaskan hidup sudah ada yang mengatur dan mengarahkan, Tuhan sudah menentukan dimana nanti ujungnya.


Buku ini saya ringkas dikarenakan kekaguman saya terhadap Bob Sadino yang merupakan sosok panutan bagi saya dalam menekuni usaha saya, yang saya mulai dari nol.

Diringkas oleh : Sunarti Meliana Sihombing
Semoga bermanfaat!!!!


Sumber :  Bob Sadino "Mereka Bilang Saya Gila"