KoreshInfo

SYARAT-SYARAT GURU PROFESIONAL DAN CIRI-CIRI PROFESI KEGURUAN

SYARAT-SYARAT GURU PROFESIONAL DAN CIRI-CIRI PROFESI KEGURUAN (Dr. Rusman, M.Pd) § Kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang...

Monday 11 April 2016

SYARAT-SYARAT GURU PROFESIONAL DAN CIRI-CIRI PROFESI KEGURUAN



SYARAT-SYARAT GURU PROFESIONAL DAN
CIRI-CIRI PROFESI KEGURUAN
(Dr. Rusman, M.Pd)§

Kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru yang profesional meliputi:
  1. Kompetensi Pedagogik, adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. (Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat 3 butir a).
Artinya guru harus mampu mengelola kegiatan pembelajaran, mulai dan merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran. Guru harus menguasai manajemen kurikulum, mulai dan merencanakan perangkat kurikulum, melaksanakan kurikulum, dan mengevaluasi kurikulum, serta memiliki pemahaman tentang psikologi pendidikan, terutama terhadap kebutuhan dan perkembangan peserta didik agar kegiatan pembelajaran lebih bermakna dan berhasil guna.
  1. Kompetensi Personal, adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. (SNP, penjelasan Pasal 28 ayat 3 butir b).
Artinya guru memiliki sikap kepribadian yang mantap, sehingga mampu menjadi sumber inspirasi bagi siswa. Dengan kata lain, guru harus memiliki kepribadian yang patut diteladani, sehingga mampu melaksanakan tri-pusat yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantoro, yaitu Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. (di depan guru memberi teladan/contoh, di tengah memberikan karsa, dan di belakang memberikan dorongan! motivasi).



  1. Kompetensi Profesional, adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP, penjelasan Pasal 28 ayat 3 butir c).
Artinya guru harus memiliki pengetahuan yang luas berkenaan dengan bidang studi yang akan diajarkan serta penguasaan didaktik metodik dalam arti memiliki pengetahuan konsep teoretis, mampu memilih model, strategi, dan metode yang tepat serta mampu menerapkannya dalam kegiatan pembelajaran. Guru pun harus memiliki pengetahuan luas tentang kurikulum, dan landasan kependidikan.
  1. Kompetensi Sosial, adalah kemampuan guru sebagai bagian dan masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. (Standar Nasional Pendid ikan, penjelasan Pasal 28 ayat 3 butir d).
Artinya ia menunjukkan kemampuan berkomunikasi sosial, baik dengan murid-muridnya maupun dengan sesama teman guru, dengan kepala sekolah bahkan dengan masyarakat luas.
Apabila guru telah memiliki keempat kompetensi tersebut di atas, maka guru tersebut telah memiliki hak profesional karena ia telah jelas memenuhi syarat-syarat berikut:
  1. Mendapat pengakuan dan perlakuan hukum terhadap batas wewenang keguruan yang menjadi tanggung jawabnya.
  2. Memiliki kebebasan untuk mengambil langkah-langkah interaksi edukatif dalam batas tanggung jawabnya dan ikut serta dalam proses pengembangan pendidikan setempat.
  3. Menikmati teknis kepemimpinan dan dukungan pengelolaan yang efektif dan efisien dalam rangka menjalankan tugas sehari-hari.
  4. Menerima perlindungan dan penghargaan yang wajar terhadap usaha-usaha dan prestasi yang inovatif dalam bidang pengabdiannya.
  5. Menghayati kebebasan mengembangkan kompetensi profesionalnya secara individual maupun secara institusional.
Ornstein dan Levine menyatakan bahwa profesi itu adalah jabatan yang sesuai dengan pengertian profesi di bawab mi:
  1. Melayani masyarakat merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang hayat.

  1. Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu di luar jangkauan khalayak ramal.
  2. Menggunakan hasil penelitin dan aplikasi dan teori ke praktik.
  3. Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang.
  4. Terkendali berdasarkan lisensi buku dan/atau mempunyai persyar atan yang masuk.
  5. Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu. -
  6. Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan unjuk kerja yang ditampilkan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan.
  7. Mempunyai komitmen terhadap jabatan dan klien.
  8. Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya relatif bebas dan supervisi dalam jabatan.
  9. Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri.
  10. Mempunyai asosiasi profesi dan/atau kelompok ‘elite’ untuk menget ahui dan mengakui keberhasilan anggotanya.
  11. Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan atau menyangsikan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan.
  12. Mempunyai kadar kepercayaan yang tinggi dan pablik dan kepercayaan din setiap anggotanya.
  13. Mempunyai status sosial dan ekonomi yang tinggi.
Sanusi mengutarakan ciri-ciri utama suatu profesi itu sebagai berikut.
  1. Suatu jabatan yang memiliki fungsi dan signifikansi sosial yang menentukan.
  2. Jabatan yang menuntut keterampilan/keahlian tertentu.
  3. Keterampilan/keahlian yang dituntut jabatan itu didapat melalui pemecahan masalah dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.
  4. Jabatan itu berdasarkan pada batang tubuh disiplin ilmu yang jelas, sistematik, eksplisit, yang bukan hanya sekadar pendapat khalayak umum.
  5. Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat perguruan tinggi dengan waktu yang cukup lama.
  6. Proses pendidikan untuk jabatan itu juga merupakan aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai profesional itu sendiri.
  7. Dalam memberikan layanan kepada masyarakat, anggota profesi itu berpegang teguh pada kode etik yang dikontrol oleh organisasi profesi.
  8. Tiap anggota profesi mempunyai kebebasan dalam memberikan judgement terhadap permasalahan profesi yang dihadapinya.
  9. Dalam praktiknya melayani masyarakat, anggota profesi otonom bebas dan campur tangan orang lain.
  10. Jabatan ini mempunyai prestise yang tinggi dalam masyarakat, sehingga memperoleh imbalan yang tinggi pula.
Menurut Robert W. Richey  ciri-ciri profesionalisasi jabatan guru adalah sebagai berikut :
  1. Guru akan bekerja hanya semata-mata memberikan pelayanan kemanusiaan daripada usaha untuk kepentingan pribadi.
  2. Guru secara hukum dituntut untuk memenuhi berbagai persyaratan untuk mendapatkan lisensi mengajar serta persyaratan yang ketat untuk menjadi anggota organisasi guru.
  3. Guru dituntut memiliki pemahaman serta keterampilan yang tinggi dalam hal bahan pengajar, metode, anak didik, dan landasan kependidikan.
  4. Guru dalam organisasi profesional, memiliki publikasi profesional yang dapat melayani para guru, sehingga tidak ketinggalan, bahkan selalu mengikuti perkembangan yang terjadi.
  5. Guru, selalu diusahakan untuk selalu mengikuti kursus-kursus, workshop, seminar, konvensi, serta terlibat secara luas dalam berbagai kegiatan “in service”.
  6. Guru diakui sepenuhnya sebagai suatu karier hidup (a life career).
  7. Guru memiliki nilai dan etika yang berfungsi secara nasional maupun secara lokal.

Sedangkan ciri-ciri profesi keguruan menurut NEA (National Education Association)  adalah sebagai berikut.
  1. Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual
  2. Jabatan yang menggeluti batang tubuh ilmu yang khusus
  3. Jabatan yang Memerlukan Persiapan Latihan yang Lama
  4. Jabatan yang Memerlukan Latihan dalam Jalatan yang Berkesinambungan
  5. Jabatan yang Menjanjikan Karier Hidup dan Keanggotaan yang Permanen
  6. Jabatan yang Menentukan Standarnya Sendiri
  7. Jabatan yang Mementingkan Layanan di Atas Keuntungan Pribadi
  8. Jabatan yang Mempunyai Organisasi Profesional yang Kuat dan Terjalin Erat
Dari beberapa definisi profesi dapat diangkat beberapa kriteria untuk menentukan ciri-ciri suatu profesi, yaitu sebagai berikut (Rochman Natawidjaja, 1989).
a.       Ada standar untuk kerja yang baku dan jelas.
b.      Ada lembaga pendidikan khusus yang menghasilkan pelakunya dengan program dan jenjang pendidikan yang baku serta memiliki standar akademik yang memadai dan yang bertanggung jawab tentang pengembangan ilmu pengetahuan yang melandasi profesi itu.
c.       Ada organisasi profesi yang mewadahi para pelakunya untuk mempertahankan dan memperjuangkan eksistensi dan kesejahteraannya.
d.      Ada etika dan kode etik yang mengatur penilaku etik para pelakunya dalam memperlakukan kliennya.
e.       Ada sistem imbalan terhadap jasa layanannya yang adil dan baku.
f.        Ada pengakuan masyarakat (profesional, penguasa, dan awam) terhadap pekerjaan itu sebagai suatu profesi.
Dan uraian di atas tentang ciri-ciri suatu profesi, maka profesi mempunyai ciri-ciri utama sebagai berikut.
a.       Fungsi dan signifikansi sosial: suatu profesi merupakan suatu pekerjaan yang memiliki fungsi dan signifikansi sosial dan krusial.
b.      Keterampilan/keahlian: untuk mewujudkan fungsi mi, dituntut derajat keterampilan/keahlian tertentu.
c.       Pemerolehan keterampilan tersebut bukan hanya dilakukan secara rutin, melainkan bersifat pemecahan masalah atau penanganan situasi kritis yang menuntut pemecahan dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.
d.      Batang tubuh ilmu: suatu profesi didasarkan kepada suatu disiplin ilmu yang jelas, sistematis, dan eksplisit (a systematic body of knowledge) dan bukan hanya common sense.
e.       Masa pendidikan: upaya mempelajari dan menguasai batang tubuh ilmu dan keterampilan/keahlian tersebut membutuhkan masa latihan yang lama, bertahun-tahun dan tidak cukup hanya beberapa bulan. Hal ini dilakukan pada tingkat perguruan tinggi.
f.        Aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai profesional: proses pendidikan tersebut juga merupakan wahana untuk sosialisasi nilai-nilai profesional di kalangan para siswa/mahasiswa.
g.       Kode etik dalam memberikan pelayanan kepada klien, seorang profesional berpegang teguh kepada kode etik yang pelaksanaannya dikontrol oleh organisasi profesi. Setiap pelanggaran terhadap kode etik dapat dikenakan sanksi.
h.       Kebebasan untuk memberikan judgment: anggota suatu profesi mempunyai kebebasan untuk menetapkan judgment-nya sendiri dalam menghadapi atau memecahkan sesuatu dalam lingkup kerjanya.
i.         Tanggung jawab profesional dan otonomi: komitmen pada suatu profesi adalah melayani klien dan masyarakat dengan sebaik-baiknya. Tanggung jawab profesional harus diabdikan kepada mereka. Oleh karena itu, praktik profesional itu otonom dan campur tangan pihak luar.
j.        Pengakuan dan imbalan: sebagai imbalan dan pendidikan dan latihan yang lama, komitmennya dan seluruh jasa yang diberikan kepada klien, maka seorang profesional mempunyai prestise yang tinggi di mata masyarakat dan karenanya juga imbalan yang layak.
Ciri-ciri suatu profesi menurut Robert W. Richey (1974) sebagai berikut :
a.        Lebih mernentingkan pelayanan kemanusiaan yang ideal daripada kepentingan pribadi.
b.       Seorang pekerja profesional, secara relatif memerlukan waktu yang panjang untuk mempelajari konsep-konsep serta prinsip-prinsip pengetahuan khusus yang mendukung keahliannya.
c.        Memiliki kualifikasi tertentu untuk memasuki profesi tersebut serta mampu mengikuti perkembangan dalam pertumbuhan jabatan.
d.       Memiliki kode etik yang mengatur keanggotaan, tingkah laku, sikap serta cara kerja.
e.        Membutuhkan suatu kegiatan intelektual yang tinggi.
f.         Adanya organisasi yang dapat meningkatkan standar pelayanan, disiplin diri dalam profesi, serta kesejahteraan anggotanya.
g.        Memberikan kesempatan untuk kemajuan, spesialisasi, dan kemandirian.
h.        Memandang profesi sebagai suatu karier hidup (a live career) dan menjadi seorang anggota yang permanen.
Ciri keprofesian ini dikemukakan oleh D. Westby Gibson (1965) sebagai berikut:
a.       Pengakuan oleh masyarakat terhadap layanan tertentu yang hanya dapat dilakukan oleh kelompok pekerja yang dikategorikan sebagai suatu profesi.
b.      Dimilikinya sekumpulan bidang ilmu yang menjadi landasan sejumlah teknik dan prosedur yang unik.
c.       Diperlukannya persiapan yang sengaja dan sistematis sebelum orang mampu melaksanakan suatu pekerjaan profesional.
d.      Dimilikinya suatu mekanisme untuk menyaring, sehingga hanya mereka yang dianggap kompeten yang diperbolehkan bekerja untuk lapangan pekerjaan tertentu.
e.       Dimilikinya organisasi profesional yang di samping melindungi kepentingan anggotanya dan saingan kelompok luar, juga berfungsi untuk meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat, termasuk tindak etis profesional pada anggotanya.



§ Dr. Rusman, M.Pd, Model-model Pembelajaran (Mengembangkan Profesionalisme Guru) Jakarta : Rajawali Pers, 2011.

Friday 8 April 2016

BEBERAPA PENGERTIAN PROFESIONALISME GURU



PENGERTIAN PROFESIONALISME GURU
(Dr. Rusman, M.Pd)§

Jabatan guru adalah suatu profesi yang terhormat dan mulia. Guru mengabdikan diri dan berbakti untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya, yaitu yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia, serta menguasai IPTEKS dalam mewujudkan masyarakat yang berkualitas. Tugas utamanya adalah mendidik, membimbing, melatih, dan mengembangkan kurikulum (perangkat kurikulum).
Profesionalisme berasal dan kata ‘profesi’ yang artinya suatu bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang. Profesi juga dapat diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh dan pendidikan akademis yang intensif.
Secara etimologi, istilah profesi berasal dan bahasa Inggris, yaitu ‘profession’ atau bahasa latin, ‘profecus’, yang artinya mengakui, adanya pengakuan, menyatakan mampu, atau ahli dalam melakukan suatu pekerjaan.
Sedangkan secara terminologi, profesi berarti suatu pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan mental, yaitu adanya persyaratan pengetahuan teoretis sebagai instrumen untuk melakukan perbuatan praktis, bukan pekerjaan manual. Suatu profesi harus memiliki tiga pilar pokok, yaitu pengetahuan, keahlian, dan persiapan akademik.
Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian tertentu. Artinya, jabatan profesional tidak bisa dilakukan atau dipegang oleh sembarang orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan secara khusus untuk melakukan pekerjaan tersebut. Melainkan melalui proses pendidikan dan pelatihan yang disiapkan secara khusus untuk bidang yang diembannya. Misalnya, seorang guru profesional yang memiliki kompetensi keguruan melalui pendidikan guru seperti (S1-PGSD, Si Kependidikan, AKTA Pendidikan) yang diperoleh dan pendidikan khusus untuk bidang tersebut. Kompetensi guru tersebut diperbleh melalui apa yang disebut profesionalisasi yang dilakukan baik sebelum seseorang menjalani profesi itu (preservice training atau pra-jabatan) maupun setelah menjalani suatu profesi (in-service training).
Profesi dapat diartikan juga sebagai suatu jabatan atau pekerjaan yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperolehnya dan pendidikan akademis yang inténsif.
Menurut Martinis Yamin (2007) “profesi mempunyai pengertian seseorang yang menekuni pekerjaan berdasarkan keahlian, kemampuan, teknik, dan prosedur berlandaskan intelektualitas.
Menurut Jasin Muhammad (dalam Yunus Namsa, 2006), “profesi adalah suatu lapangan pekerjaan yang dalam melakukan tugasnya memerlukan teknik dan prosedur ilmiah, memiliki dedikasi, serta cara menyikapi lapangan pekerjaan yang berorientasi pada pelayanan yang ahli.”
Menurut Didi Atmadilaga, “profesi merupakan wewenang praktik suatu kejuruan yang bersifat pelayanan pada kemanusiaan secara intelektual spesifik yang sangat tinggi, yang didukung oleh penguasaan pengetahuan keahlian serta seperangkat sikap dan keterampilan teknik, yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan khusus yang penyelenggaraannya dilimpahkan kepada lembaga pendidikan tinggi yang bersama memberikan izin praktik atau penolakan praktik dan kelayakan praktik dilindungi oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik yang diawasi langsung oleh pemerintah maupun asosiasi profesi yang bersangkutan.”
Berdasarkan berbagai pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa profesi adalah suatu bidang pekerjaan atau keahlian tertentu yang mensyaratkan kompetensi intelektualitas, sikap, dan keterampilan tertentu yang diperoleh melalui proses pendidikan secara akademis yang intensif.
Dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, “Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian atau kecakapan yang memenuhi mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.”
Menurut Djam’an Satori, “profesional menunjuk pada dua hal. Pertama, orang yang menyandang suatu profesi. Kedua, penampilan seseorang dalam melakukan pekerjaannya yang sesuai dengan profesinya.”
Menurut Walter Johnson (1959) profesional (professionals) sebagai “.... seseorang yang menampilkan suatu tugas khusus yang mempunyai tingkat kesulitan lebih dan biasa dan mempersyaratkan waktu persiapan dan pendidikan cukup lama untuk menghasilkan pencapaian kemampuan, keterampilan, dan pengetahuan yang berkadar tinggi”.
Menurut Uzer Usman (1992) adalah “suatu pekerjaan yang bersifat profesional memerlukan beberapa bidang ilmu yang secara sengaja harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum.”
Kata profesional berasal dan kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian seperti guru, dokter, hakim, dan sebagainya. Dengan kata lain, pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain.
Guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan yang maksimal.
H.A.R. THaar, menjelaskan bahwa seorang profesional menjalankan pekerjaannya sesuai dengan tuntutan profesi atau dengan kata lain memiliki kemampuan dan sikap sesuai dengan tuntutan profesinya. Seorang profesional menjalankan kegiatannya berdasarkan profesionalisme, dan bukan secara amatiran. Profesionalisme bertentangan dengan amatirisme. Seorang profesional akan terus-menerus meningkatkan mutu karyanya secara sadar, melalui pendidikan dan pelatihan.
Profesionalisme berasal dan ‘profession’ yang berarti pekerjaan. Menurut Arifin  profession mengandung arti yang sama dengan kata occupation atau pekerjaan yang memerlukan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan atau latihan khusus.
Menurut Kunandar profesionalisme berasal dan kata ‘profesi’ yang artinya suatu bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang. Profesi juga diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh dan pendidikan akademis yang intensif.
Pengertian profesionalisme adalah suatu pandangan terhadap keahlian tertentu yang diperlukan dalam pekerjaan tertentu, yang mana keahlian itu hanya diperoleh melalui pendidikan khusus atau latihan khusus. Profesionalisme mengarah kepada komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus-menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesi yang diembannya.
Profesionalisme Guru merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan, dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pembelajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian. Sementara itu, guru yang profesional adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pembelajaran. Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa pengertian guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan, sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Guru yang profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang luas di bidangnya.
Menurut Oemar Hamalik (2006:27) guru profesional merupakan orang yang telah menempuh program pendidikan guru dan memiliki tingkat master serta telah mendapat ijazah negara dan telah berpengalaman dalam mengajar pada kelas-kelas besar.


§ Dr. Rusman, M.Pd, Model-model Pembelajaran (Mengembangkan Profesionalisme Guru) Jakarta : Rajawali Pers, 2011.

Friday 1 April 2016

MEDIA PEMBELAJARAN BESERTA KLASIFIKASINYA MENURUT HEINICH, 1996



MEDIA PEMBELAJARAN BESERTA KLASIFIKASINYA
MENURUT HEINICH, 1996

Pengertian Media
Media berasal dan bahasa Latin yang mempunyai arti “antara”. Makna tersebut dapat diartikan sebagai alat komunikasi yang digunakan untuk membawa suatu informasi dan suatu sumber kepada penerima. Sejumlah pakar membuat batasan tentang media, di antaranya yang dikemukakan oleh Association of Education and Communication Technology (AECT) Amerika. Menurut AECT media adalah “segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyalurkan pesan atau informasi. Apabila dikaitkan dengan kegiatan pembelajaran maka media dapat diartikan sebagai alat komunikasi yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk membawa informasi dan pengajar ke peserta didik.
Hal yang sama dikemukakan sebelumnya oleh Briggs (1970) yang menyatakan bahwa media adalah segala bentuk fisik yang dapat menyampaikan pesan serta merangsang peserta didik untuk belajar.
Dari batasan yang telah disampikan oleh para ahli mengenai media, dapat disimpulkan bahwa pengertian media dalam pembelajaran adalah segala bentuk alat komunikasi yang dapat digunakan untuk menyampaikan informasi dari sumber ke peserta didik yang bertujuan merangsang mereka untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Media, selain digunakan untuk mengantarkan pembelajaran secara utuh, dapat juga dimanfaatkan untuk menyampaikan bagian tertentu dan kegiatan pembelajaran, memberikan penguatan maupun motivasi

Jenis dan Klasifikasi Media
Jenis media yang dimanfaatkan dalam proses pembelajaran cukup beragam, mulai dan media yang sederhana sampai pada media yang cukup rumit dan canggih. Untuk mempermudah mempelajari jenis media, karakter, dan kemampuannya, dilakukan pengklasifikasian atau penggolongan.


Salah satu klasifikasi yang dapat menjadi acuan dalam pemanfaatan media adalah klasifikasi yang dikemukakan oleh Edgar Dale yang dikenal dengan kerucut pengalaman (Cone Experience). Kerucut pengalaman Dale mengklasifikasikan media berdasarkan pengalaman belajar yang akan diperoleh oleh peserta didik, mulai dan pengalaman belajar langsung, pengalaman belajar yang dapat dicapai melalui gambar, dan pengalaman belajar yang bersifat abstrak. Untuk dapat memberikan gambaran yang tebih jelas mengenal kerucut pengalaman, perhatikan gambar berikut. 

Gambar Kerucut Pengalaman Dale (Heinich, 1996)

Kerucut pengalaman Dale, menunjukkan bahwa informasi yang diperoleh melalui pengalaman langsung yang berada pada dasar kerucut mampu menyajikan pengalaman belajar secara lebih konkret. Semakin menuju ke puncak kerucut, penggunaan media semakin memberikan pengalaman belajar yang bersifat abstrak.
Penggolongan lain yang dapat dijadikan acuan dalam pemanfaatan media adalah berdasarkan pada teknologi yang digunakan, mulai media yang teknologinya rendah (low technology) sampai pada media yang menggunakan teknologi tinggi (high technology). Apabila penggolongan media ditinjau dan teknologi yang digunakan, maka penggolongannya sangat dipengaruhi oleh perkembangan teknologi Dengan demikian, penggolongan media dapat berubah dan waktu ke waktu. Misalnya, dalam era tahun 1950 media televisi dikategorikan sebagai media berteknologi tinggi, tetapi kemudian pada era tahun1970/1980 media tersebut bergeser dengan kehadiran media komputer Pada masa tersebut, komputer digolongkan sebagai media dengan teknologi yang paling tinggi, tetapi kemudian pada tahun 1990 tergeser kedudukannya dengan kehadiran media computer conferencing melalui internet. Kondisi seperti mi akan benlangsung selama ilmu dan teknologi terus berkembang.
Salah satu bentuk kiasifikasi yang mudah dipelajari adalah klasifikasi yang disusun oleh Heinich dkk. (1996) sebagai berikut.

Klasifikasi Media Pembelajaran
Media yang tidak diproyeksikan (non projected media)
Realita, model, bahan grafis (graph/c al material), display.
Media yang diproyeksikan (projected media)
QHT, Slide, Opaque
Media Audio (Audio)
Audio kaset, audio vission, active audio vission
Media Video (Video)
Video
Media berbasis komputer (computer based media)
Computer Assisted Instruction (CIA)
Computer Managed Instruction (CMI)
Multimedia kit
Perangkat Praktikum

Pengklasifikasian yang dilakukan oleh Heinich ini pada dasarnya adalah penggolongan media berdasarkan bentuk fisiknya, yaitu apakah media tersebut masuk dalam golongan media yang tidak diproyeksikan atau yang diproyeksikan, atau apakah media tertentu masuk dalam golongan media yang dapat didengar lewat audio atau dapat dilihat secara visual, dan seterusnya.

Peran Media
Dãlam proses pembelajaran media memiliki kontribusi dalam meningkatkan mutu dan kualitas pengajaran. Kehadiran media tidak saja membantu pengajar dalam menyampaikan materi ajarnya, tetapi memberikan nilai tambah pada kegiatan pembelajaran. Hal ini berlaku bagi segala jenis media, baik yang canggih dan mahal ataupun media yang sederhana dan murah. menjabarkan sejumlah kontribusi media dalam kegiatan pembelajaran antara lain:

1.      Penyajan materi ajar menjadi lebih standar;
2.      Kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik;
3.      Kegiatan belajar dapat menjadi lebih interaktif;
4.      Waktu yang dibutuhkan untuk pembelajaran dapat dikurangi;
5.      Kualitas belajar dapat ditingkatkan;
6.      Pembelajaran dapat disajikan di mana dan kapan saja sesuai dengan yang diinginkan;
7.      Meningkatkan sifat positif peserta didik dan proses belajar menjadi lebih kuat/baik;
8.      Memberikan nilai positif bagi pengajar.
Penjabaran tentang peranan media dalam pembelajaran yang dikemukakan oleh Kemp memberikan wawasan yang luas mengenai pemanfaatan media dalam pembelajaran. Selain Kemp (1985), Heinich (1996) melihat kontribusi media dalam proses pemelajaran secara lebih global ditinjau dan kondisi berlangsungnya proses pembelajaran, seperti berikut :
a.       Proses pembelajaran yang bergantung pada kehadiran pengajar
Pada kondisi ini, penggunaan media dalam proses pembelajaran umumnya bersifat sebagai pendukung bagi pengajar. Perancangan media yang tepat akan sangat membantu menguatkan materi pembelajaran yang disampaikan oleh pengajar secara langsung.
b.      Proses pembelajaran tanpa kehadiran pengajar
Ketidakhadiran pengajar dalam proses pembelajaran dapat disebabkan oleh tidak tersedianya pengajar atau pengajar sedang bekerja dengan peserta didik lain.
Media dapat digunakan secara efektif pada pendidikan formal di mana pengajar yang karena suatu hal tidak dapat hadir di kelas atau sedang bekerja dengan peserta didik lain.
c.       Pendidikan jarak jauh
Pendidikan jarak jauh telah berkembang dengan cepat di seluruh dunia. Hal utama yang membedakan antar pendidikan jarak jauh pendidikan dengan tatap muka adalah adanya keterpisahan antara pengajar dan peserta didik dalam proses pembelajaran. Adanya keterpisahan ini membutuhkan suatu media yang berperan sebagai jembatan antara pengajar dengan peserta didik. Peranan media dalam pendidikan jarak jauh mampu mengatasi masalah jarak, ruang, dan waktu. Medaa yang paling umum digunakan dalam pendidikan jarak jauh adalah media cetak dengan menggunakan sistem korespondensi.
d.      Pendidikan khusus
Media memiliki peran yang penting dalam pendidikan bagi peserta didik yang memiliki keterbatasan kemampuan, misalnya mereka yang memiliki keterbelakangan mental, tuna netra, atau tuna rungu. Pengguhaan media tertentu akan sangat membantu proses pembelajaran bagi mereka. Media yang digunakan adalah jenis - jenis media yang sesuai dan tepat bagi masing-masing keterbatasan.


Sumber :
Prof. Dr. H. Hamzah B. Uno, Profesi Kependidikan, Jakarta : Bumi Aksara, 2009, h. 113-117



Wednesday 30 March 2016

Ringkasan Filsafat # Metode - metode Filsafat



Ringkasan Filsafat

Dengan mempelajari filsafat kita diajak untuk berpikir secara kritis, dipacu untuk berpikir dalam menanggapi berbagai hal sampai menemukan jalan keluarnya atau suatu kesimpulan.
Mahluk yang berpikir adalah manusia. Seorang filsuf adalah seorang ahli pikir, tetapi tidak semua manusia disebut filsuf, memang berfilsafat itu pada dasarnya adalah berpikir, tetapi berpikir tidak selalu berfilsafat.

Ada 8 ciri seseorang disebut berpikir filsafat
1.      Radikal
Berpikir sampai ke akar akarnya, sampai pada konsekuensi yang terakhir, tidak separuh separuh, tidak berhenti  di jalan tetapi terus sampai ke ujung.
2.      Universal
Umum, tidak khusus, tidak terbatas pada bagian bagian tertentu, tetapi mencakup keseluruhan jadi artinya berpikir keseluruhan.
3.      Konseptual
Merupakan hasil generalisasi dan abstraksi pengalaman manusia. Misalnya Apakah kebebasan itu?
4.      Koheren dan konsisten (runtut)
Sesuai dengan kaidah kaidah berpikir logis, berhubungan atau bersangkut paut, sedangkan konsisten tidak mengandung kontradiksi, harus sesuai dan selaras.
5.      Sistematis
Berpikir logis bergerak selangkah demi selangkah dan saling berhubungan secara teratur.
6.      Komprehensif
Mencakup atau menyeluruh, berpikir secara kefilsafatan merupakan usaha untuk menjelaskan alam semesta secara keseluruhan.
7.      Bebas
Sampai batas batas yang luas, bebas dari prasangka social, historis cultural dan bahkan religious.
8.      Bertanggungjawab
Seseorang yang berfilsafat adalah orang yang berpikir, sekaligus bertanggung jawab terhadap hasil pemikiranya paling tidak terhadap hati nuraninnya sendiri. Berarti  yang disebut seorang filsuf menurut ceriteria di atas adalah seorang yang sanggup berpikir secara radikal, universal, konseptual, koheren, sitematis, komprehensip, bebas dan bertanggungjawab.

TUJUAN FILSAFAT

Tujuan filsafat secara umum adalah berusaha memahami substansi yang terdalam dari suatu keberadaan  atau hakikat dari suatu keberadaan. Misalnya  baju, substansi  yang terdalam dari baju adalah untuk menutupi tubuh dari ketelanjangan. Urutannya adalah menutupi tubuh dari kesopanan, keindahan jadi setiap keberadaan  mempunyai fungsi fungsi masing masing.
Tujuan filsafat secara khusus adalah :
-         Mampu menemukan suatu nilai yang terbaik dari suatu perbuatan dengan menilai perbuatan tsb misalnya etika.
-         Mampu menemukan hubungan yang ada antara suatu ilmu(disiplin ilmu) dan pemikiran filsafat
-         Mepelajari hierarki dan susunan kualitas kosmogonis( asal usul alam semesta) dan kosmologis (asal usul serta sifat kejadian dalam alam semesta)
-         Secara khusus mempelajari ontology (upaya mencari substansi dan kedudukan ditengah-tengah  mahluk hidup dan segala sesuatu yang ada) manusia         

PENGERTIAN FILSAFAT
Secara etimologis kata “filsafat” berasal dari bahasa Yunani: “Philosophia” yang berasal dari kata kerja “Philosophein” yang berarti mencintai kebilaksanaan. Kata Philosophein sendiri berasl dari kata   Philein” kata kerja yang berarti mencintai dan Sophia yang berati kearifan, bijaksana, pengetahuan. Jadi secara singkat dapat dikatakan bahwa filsafat berarti cinta akan hikmat atau kebijaksanaan. Dan dari kata “philosophia” lahirlah kata Inggris “philosophy” yang diterjemahkan cinta kearifan

ASAL MULA FILSAFAT
Sifat manusia yang tidak pernah puas mendorongnya untuk mengetahui berbagai hal. Yang  mendorong manusia berfilsafat adalah :  Keheranan,kesangsian, kesadaran, keterbatasan.
a).  Keheranan
Aristoteles mengatakan bahwa karena ketakjuban/keheranan maka mulailah manusia berfilsafat. Rasa heran ini bahasa yunani disebut “Thaumasia “ artinya kekaguman, keheranan, dan ketakjuban.
b).  Kesangsian
Manusia heran akan apa yang ia lihat dan alami, tetapi ia kemudian ragu. Hatinya bertanya apakah ia tertipu oleh panca indra kalau ia heran.
Agustinus (354 – 430) dan Rene Descartes (1596-1650) berpendapat bahwa kesangsian itu merupakan sumber utama bagi pemikiran utama manusia. Pada saat manusia melihat segala sesuatu yang baru baginya, ia akan merasa heran, kemudian ia akan meras sangat ragu ragu. Persoalan yang di hadapi  manusia dalam hal ini adalah apakah kita tidak hanya melihat yang ingin kita lihat dan dimana ditemukan kepastian? Ini disebabkan karena dunia ini penuh dengan macam macam pendapat, keyakinan dan interpretasi oleh karena itulah Rene Descrates berkata (Corgito ergo sum) artinya” jika saya berpikir maka saya ada” tetapi bagi orang Kristen bukan “Cogito ergo sum, tepai’Deus Est Ergo Sum”artinya Allah ada jadi aku ada.
c).  Kesadaran keterbatasan
Manusia mulai berfilsafat saat menyadari bahwa dirinya itu sangat kecil dan lemah bila dibanding dengan alam semesta lainnya. Semakin ia terpukau oleh ketakterhinggaan sekelilingnya, semakin ia heran akan eksistensinya. Dengan kesadaran keterbatasn dirinya manusia mulai berfilsafat.

METODE METODE FILSAFAT
Ilmu filsafat mempunyai cara kerja sendiri sendiri, dengan metode masing masing,adapun metode tsb, adalah:
1).    Metode Socrates – Metode Filsafat
Socrates menganggap filsafat sebagai kebijaksanaan, metodenya disebut metode kebidanan (maieutike tehne) yaitu berfilsafat dengan cara tidak member informasi melainkan membantu mengeluarkan jawaban dengan mengajukan pertanyaan pertanyaan. (teori Anamnesia) artinya anak terlahir sudah ada pengetahuan dalam jiwanya tetapi anak tidak bias mengingat  tanpa bantuan seorang guru untuk menanyainya. Contoh percakapan Socrates(S), dengan seorang anak  muridnya (M),
S     :      Apa yang dimaksud dengan serangga (insect)itu ?
              Seringkali orang mengatakanya sehingga saya ingin mengetahuinya.
M     :     Serangga ialah binatang kecil bersayap.
 S     :     Kalau begitu apakah ayam juga disebut serangga karena ayam juga punya sayap.
 M    :     Ayam bukan binatang kecil bersayap tetapi sudah binatang besar.
 S     :     Kalau begitu apakah burung pipit disebut serangga?
 M    :     Tidak jenis burung.
 S     :     Kalau begitu serangga adalah binatang beruas, kulitnya kasat lagi keras, kakinya enam, mempunyai atau bekas sayap
            Dari percakapan diatas terlihat ada 3 tingkat pikiran yaitu;
1.      1). Yakin yang tiada berdasar.
2.      2). Bimbang dan ragu tentang pendapat semula, dan ingin mengetahui yang sebenarnya
3.      3).Yakin berdasarkan kepada penyelidikan penyelidikan dan cara berpikir yang betul.

2).    METODE  EKSISTENSIALIS
Metode ini bertitik tolak dari pengalaman kehidupan konkrit dan real, misalnya kecemasan (Kierkegaard),  Kebebasan (JP sarter), Pengharapan (Gabriel Marcel). Dan dalam pendekatan ini manusia tidak diperlukan sebagai object, tetapi sebagai subject. Menurut Gabriel Marcel manusia merupakan misteri, hanya dapat dipahami dengan keterlibatanya (involvement), bukan problem.
Eks         = keluar
Sistence =berdiri sebagai diri sendiri.
Jadi eksistensi artinya hati, pikiran, dan hidupnya ada disitu.

3).    METODE  FENOMENOLOGIS
Oleh Edmund Husserl (1859-1939). Berasal dari kata Yunani” Phenomenon” artinya apa yang menampakkan diri. Atau ilmu yang tidak bersandar pada pengandaian pengandaian atau  ilmu murni, dengan menganjurkan “zuruck zu den sachen selbst / kembali kepada halnya sendiri”.
Metode ini lebih cendrung kepada empirisme
Misalnya; Rumah itu bagus. (yang menampakkan diri yaitu rumah) sementara mengenai kualitas sesungguhnya belum tentu bagus.
4).    METODE  TRANSENDENTAL
Oleh J.Marechal ( 1878- 1944), dan dikembangkan oleh Karl Rahner, E.Corath, B.Lonergar. Metode ini merupakan salah satu metode yang hendak mencari  azaz yang fundamental, dan menempatkan setiap hal dalam keseluruhan kenyataan.
Berpikir dari hal  yang lebih kecil menjadi  jauh kepada yang mendasar.
Misalnya ,lalat umurnya 2Hari, sapi 10 Thn, manusia 60Thn.( metode ini ada yang awal ada yang ahir, ada apa dibalik itu)mencari azaz yang paling utama untuk mencari hyang bena
Contoh
-         Tak ada burung tempua bersarang rendah, kecuali kalau tak ada apa apanya
-         Seorang dosen membela secara gigih seorang mahasiswa yang ber IPK 2,0 padahal  persyaratan beasiswa IPK harus 2,7.dasar pemikiran dan dosen itu adalah situasi menarik becak di samping kuliah sekaligus menolong biaya adiknya di kampong (dosen menolong mahasiswanya ada apa dibalik itu)
5).    METODE  HISTORIS KRITIS
Metode ini mengembangkan pemikiran mengenai manusia dengan membahas pandangan pandangan yang ada dalam sejarah.
Contoh
-         Galilah sedalam dalamnya kebun  yang di tinggalkan oleh orang tua sebab sebab di alamnya ada harta karun.( menggali ada apa disebalik itu? Tentu karena ada harta karun).
6).    METODE  TELAAH DASAR
Metode ini menggunakan  penemuan penemuan ilmu ilmu empiris untuk memperkembangkan pengertian tentang manusia.
7).    METODE  STRUKTURALIS
Metode ini menekankan  pengaruh  struktur  terhadap sesuatu.segala sesuatu yang ditentukan merupakan struktur. Setiap hal ada sangkut pautnya dengan yang lain. Setiap hal harus  dibandingkan dengan yang lain untuk mengetahui sesuatu itu secara sungguh sunguh. (metode ini bukan menjelaskan melainkan mengaburkan masalah).
Contoh  :
-         oh. dia jahatnya pantaslah dia orang batak.
-         Mangga jatuh tidak jauh dari pohonya.
-         Dari mana dia ? jawab temanya : dari Bali,jadi pasti pandai menari.
-         Kalau kita bergaul dengan orang yang berbelang belang paling sedikit kita berbintik bintik.

II. FILSAFT MODERN
            Dimulai sejak adanya krisis zaman pertengahan selama dua abad, yaitu abad ke 14 dan 15 yang di tandai munculnya gerakan Renaissance. Renaissance artinya kelahiran kembali yang mengacu kepada gerakan keagamaan dan kemasyarakatan yang bermula di Italy.Tujuanya adalah merealisasikan kesempurnaan pandangan hidup Kristen dengan mengaitkan filsafat Yunani dengan ajaran agama Kristen, dan  juga untuk mempersatukan kembali gereja yang terpecah pecah.
           

Dan di era abad ke 20, nilai filsafat merosot maka muncullah berbagai pemikiran pemikiran; Rasionalisme, Empirisme, Kritisisme, Idealisme, Positivisme, Evolusionisme, Materialisme, Neo-kantianisnic, Pragmatisme, Filsafat hidup, Fenomenologi, Eksistensialisme, dan neo-Theisme  .
A.     Rasionalisme
Dipelopori oleh Rene Descartes (1596 – 165’ yang disebut sebagai Bapak filsafat modern.mengatakan bahwa ilmu pengetahuan hanya satu tidak ada bandingan.aliran inin mengatakan bahwa akal lah yang menjadi number pengetahuan
(didalam berpikir diperlukan titik tolak pemikiran yang pasti yang dapat di temukan dalam keragu raguan “ Colgito ergo sum”/ saya berpikir maka saya tahu)faham berpikir ini dengan metode Transendental.
Contoh, 5 + 7 = 12, 5 + 7 disebut  Subject,  12 disebut Predikat, Subject = Predikat. Kelemahannya, yaitu tidak ada perkembanganya, hanya otak atik.
B.     Empirisme
Tokohnya Thomas Hobbes, John locke dan david hume.Teori  empirisme beranggapan bahwa pengetahuan yang bermanfaat, pasti dan benar hanya lewat indera (empiri ). Empirilah satu satunya sumber pengetahuan.
Contoh :
Rumah itu bagus, rumah itu = subject,;  Bagus = Predikat.
            Apakah Rumah itu selalu bagus? Tidak , maka S#P.
C.     KRITISISME
Menurut Kritisisme bahwa pengetahuan manusia baik pada ratio maupun pada pengalaman, filosofnya Immanuel kant (seorang jerman)
Contoh, lembu di eropa di pakaikan kaca mata hijau, sebab kalau musim kemarau rumput yang kering jika dilihat dengan kaca tsb rumputnya akan kelihatan hijau.
D.    IDEALISME
Aliran filsafat yang menyatakan bahwa segala galanya adalah subject absolute/roh absolute.
Subject absolute (George F.Hegel) membuat contoh misalnya;
Udara ,--embun --, air.== muncul kehidupan.
Jerami jika direndam air 1 Bln maka akan muncul bulu bulu bergetar itulah awal kehidupan, jadi awalnya adalah subject absolute. Kata Hegel selalu ada tesis,dan antithesis dan ahirnya timbullah sintetis.


E.     POSITIVISME
Tokoh August Comte (1798-1857),John S.Mill(1806-1873),Herbert Spenser(1820-1903).
Hanya materi aja, tidak ada tempat jiwa dan tempat roh disitu yang ada hanya fakta
F.      EVOLUSIONISME
Di pelopori oleh Charles Robert Darwin (1809-1882) ahli zoology,dalam pemikiranya ia mengajukan konsep tentang perkembangan tentan segala sesuatu termasuk manusia yang diatur oleh hukum hukum mekanik yaitu survival of the fittest dan struggle for life.
G.    MATERIALISME
Oleh Julien de Lamettrie (1709-1751) mengemukakan pemikiranya  bahwa binatang dan manusia tidak ada bedanya, karena semuanya dianggap sebagai mesin,buktinya bahan (badan ) tanpa jiwa mungkin hidup (bergerak), sedangkan jiwa tanpa bahan(badan) tidak mungkin ada. Jantung katak yang dikeluarkan dari tubuh katak masih hidup (berdenyut) walaupun beberapa saat.jiwa itu seperti senter. Dan condong menggunakan metode transcendental.
H.    PRAGMATISME
Oleh William james (1842-1910),pragmatism adalah suatu arahan yang mengajarkan bahwa yang benar adalah apa saja yang membuktikan dirinya sebagai yang benar dengan akibat akibat yang bermanfaat secara praktis. Misalnya berbagai pengalaman pribadi tentang kebenaran mistik, asalkan dapat membawa kepraktisan dan bermanfaat secara praktis.

III.FILSAFAT DI TENGAH ILMU PENGETAHUAN
Eksistensi filsafat  tampak dalam kegiatanya , dalam konteks ;
  1. Apa kekhasanya (menunya).
  2. Ada wewenangnya.
Ilmu pengetahuan dapat menjawab pertanyaan bagaimana?, Untuk apa ? apa maknanya?.
  1. Menyangkut etika. Kita dapat mengambil alih pikiran ini dengan tambahan bahwa yang paling mendesak dalam situasi kita suatu etika yang meneropongi pembangunan.



FILSAFAT  BAHASA

Tugas filsafat ialah menjelaskan kepada orang apa yang dapat dikatakan. Metafisika melampaui batas-batas apa yang tidak dapat dikatakan tetapi “Wittgenstein” berpendapat juga bahwa memang ada hal hal yang tidak dapat juga di katakana. Hal hal itu menunjukkan diri itulah mistis.
Ada 4 pokok antara hal hal yang melampaui batas batas bahasa yaitu ; Subject,kematian,Allah,dan bahasa sendiri.
Keterangan :
  1. Subject, Bahasa merupakan gambar dunia , subject  yang menggunakan bahasa tidak termasuk dunia.
  2. Kematian, tidak mungkin berbicara tentang kematian sendiri karena kematian tidak merupakan suatu kejadian kejadian yang lain.
  3. Allah, Allah tidak dapat dipandang sebagai sesuatu dalam dunia tidak dapat dikatakan pula bahwa Allah menyatakan diri dalam dunia.
  4. Bahasa sendiri, Bahasa mencerminkan dunia tetapi cermin tidak memantulkan dirinya sendiri. Karena itu Wittgenstein berkesimpulan bahwa orang yang mengerti Tractatus akan mengakui ucapan ucapan didalamnya tidak bermakna.
            Jadi apa tugas filsafat dalam pandangan ini? Jadi filsafat harus menyelidiki permainan permainan bahasa yang berbeda beda menunjukkan aturan aturan yang berlaku di dalamnya, menetapkan logikanya, dan sebagainya. Filsafat tidak camput tangan dalam pembentukan suatu permainan bahasa melainkan hanya melukiskan fungsinya.

V. FILSAFAT TEKNOLOGI
Teknologi bersifat ambivalen  atau bersifat mendua nilai, disatu sisi teknologi menjadi alat di tangan manusia jadi manusia sebagai subject teknologi dan sisi lain tidak dapat di ingkari bahwa teknologi dalam arti tertentu mempunyai  system dan hidupnya sendiri dan cukup menguasi manusia. Dan dengan demikian manusialah menjadi objeck teknologi. Melihat kenyataan seperti I tu manusia harus mengambil jarak dan bersikap kritis menghadapi teknologi
            Dengan demikian, secarater tentu  teknologi  telah menjadi alas control yang cukup efektip, masyarakat berjalan terus tanpa menentang system menuruti arah yang sudah ditentukan yakni hidup kapitalis yang mengejar keuntungan yang sebesar besarnya. Keadaan ini  menunjukkan bahwa masyarakat menjadai objeck teknologi bukan teknologi di tangan manusia atau subjek teknologi.
BEBERAPA PRINSIP PRINSIP PENILAIAN FILOSOFIS TERHADAP TEKNOLOGI DAN AKIBAT AKIBATNYA

1.      Prinsip untuk tidak melakukan hal yang buruk
            Menurut Thomas Aquinas, suatu perbuatan , selalu di dasarkan suatu alasan yang baik. Misalnya perbuatan mencuri. Seseoraang mencuri tidak pertama tama mau merugikan orang lain tetapi mau mendapatkan untung untuk dirinya sendiri. Tindakan itu dari dirinya adalah jahat walaupun tidak dimaksudkan pertama tama untuk kejahatan, tetapi perbuatan itu tetap tidak dibenarkan secara moral.
Penerapanya apakah keuntungan yang diperoleh sungguh sungguh seimbang dengan resiko dari kerugian yang harus di tanggung.

2.      Prinsip untuk melakukan hal yang baik.
            Prinsip ini tidak hanya bersifat negatip yaitu melarang perbuatan jahat, tetapi juga bersifat positip yaitu wajib melakukan yang baik. Nilai moral seorang manusia tidak ditentukan oleh factor bahwa ia tidak berbuat jahat tetap kadar moral seseorang ditentukan oleh perbuatan perbuatan baiknya. Penerapanya bahwa tehnologi tidak hanya mendatangkan manfaatsebanyak mungkin yang diperun tukkan untuk segelintir masyarakat atau hanya untuk sejumlah konglomerat saja.

3.      Prinsip keadilan
            Siapa sebenarnya yang paling diuntungkan dalam penggunaan teknologi tsb, tidak jarang disaksikan  bahwa keuntungan yang paling besar  tgertuju pada segelintir orang yang tergolong orang yang punya.dan kmerugian atau resiko paling banyak dipikul rakyat . misalnya praktek penggusuran  beberapa desa untuk kepentingan pabrik besar yang sahamnya di kuasai segelintir orang.

4.      Prinsip pelestarian lingkungan hidup.
            Kelestarian lingkungan hidup tidak hanya menyangkut manusia zaman ini, tetapi juga terkait dengan kehidupan generasi yang akan datang, sehingga teknologi yang bertanggung jawab adalah teknologi yang berwawasan lingkungan. Bertanggung jawab artinya teknologi  harus menghormati unsur unsur yang membentuk dunia kodrati, dan sikap menghormati adalah dengan cara,memperhitungkan dampak negatip dari teknologi, kelestarian alam adalah hak generasi yang akan datang, menyadari bahwa kualitas hidup manusia turut ditemukan oleh factor lingkungan hidup itu sendiri.


VI. AJARAN NILAI MAX SCHELER
            Secara analogis nilai nilai yang sama tidak pernah dapat positip sekaligus negatip, jika hal itu terjadi tentu ada nilai nilai yang berbeda yang tersembunyi di dalam nilai yang sama itu atau di dalam penilainya. Dalam situasi yang sama orang bias saja menginginkan hal yang berbeda hal itu tidak melanggar hukum ( menurut Kant ,tidak melanggar hukum). Jika ternyata ia menipu hal itu disebabkan oleh sifatnya yang jahat. Bagi Scheler hal itu tidak melawan hukum, karena ia perlu melakukanya.
1.      NILAI DAN PEMBAWA NILAI
Menurut Scheler, sesuatu itu bernilai baik atau buruk karena di hubungkan dengan person termasuk kehendak dan perbuatan, ada kehendak baik ada kehendak buruk.
2.      NILAI LEBIH  TINGGI DAN LEBIH RENDAH
Scheler berpendapat bahwa diantara nilai nilai terdapat suatu  hirarki. Akibat suatu nilai bias lebih tinggi atau lebih rendah dari nilai lainnya. Tingginya suatu nilai ditentukan oleh esensinya. Tetapi kita bias menentukannya hanya  dalam konteks tindakan peminatan peminat terjadi tanpa disertai pilihan ataupun kehen dak.mislnya saya lebih meminati mawar daripda melati.
SIFAT LAMANYA NILAI
Lamanya waktu tidak membuat suatu benda lebih bernilai sebaliknya waktu yang pendek tidak merendahkan suaatu nilai . misalnya lukisan yang tinggi nilainya bias berumur pendek karena terbakar.
SIFAT DAPAT TIDAKNYA NILAI DIBAGI BAGI
Barang barang material bias dinikmati kalau hanya barang itu dibagi bagi misalnya, roti, pakaian dsb, supaya suatu lukisan dapat dinikmati oleh banyak orang maka lukisan itu harus di tempatkan disuatu tempat, jika orang lain ingin menikmatinya maka lukisan itu harus dibawa di tempat dimana mereka berada.
3.      HIRARKI NILAI
Berdasarkan criteria Scheler membuat hirarki. Hirarki nilai merupakan hubungan nilai apriori yang paling penting dan paling fundamental bagi Scheler. Hirarki nilai berdasarkan intuisi sebagai berikut:
a.       Nilai yang menyangkut kesenangan dan ketidaksenangan.
Nilai ini merupakan yang paling rendah tingkatnya, berkaitan dengan fungsi fungsi panca indra karena menyangkutm kesenangan dan ketidaksenangan. Setiap individu berbeda dalam merasakan  nilai karena penangkapan pancaindra masing masing yang berbeda, tetapi nilai itu sendiri tetap sama, tidak tergantung pada individu.
b.      Nilai yang berhubungan dengan  vitalitas.
Nilai lebih tinggi daripada nilai yang menyangkut kesenangan dan ketidasenangan, sebagai contoh, Scheler mengambil nilai yang harus (the noble) dan yang bias (the vulgar) nilai nilai ini utuh tidak bias direduksi kedalam nilai nilai kesenangan ataupun kedalam nilai nilai rohani.
c.       Nilai nilai Rohani.
Scheler membedakan 3 tipe nilai rohani : nilai baik dan buruk yang merupakan nilai nilai estetis, nilai benar dan salah yang menjadi basis tatanan kebenaran, dan nilai nilai pengetahuan murni seperti tampak dalam filsafat.
d.      Nilai nilai yang kudus dan yang tidak kudus.
Nilai nilai menyangkut objeck absolute tidak tergantung dari apa yang dianggap kudus.seperti benda benda yang berkekuatan gaib, magic dll. nilai ini berhubungan dengan pengalaman religious, tmpak dalam iman. Orang orang yang mencapai nilai ini adalah type orang santo, pahlawan, orang jenius, dan pemimipin rohani sedangkan dalam bentuk kebersamaan nilai ini tampak dalam dalam masyarakat gereja, masyarakat hukum ataupun  masyarakat yang berbudaya.